Jumat, 23 Desember 2016

Mengenal Zoroastrianisme




 

Saat ini sekitar 100 ribu pemeluk Majusi berada di Bombay, India.Majusi adalah suatu agama atau kepercayaan yang mengagungkan api sebagai sesembahan atau Tuhan. Mereka disebut orang-orang Majus dari Timur yang datang menyembah bayi Kristus di malam natal (sering disimbolkan dengan empat raja datang membawa persembahan berupa emas, dupa, dan minyak mur). Dalam Alquran, kata Majusi disebutkan pada surah Al-Hajj [22]: 17.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi`iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya, Allah menyaksikan segala sesuatu.” (QS Al-Hajj [2]: 17). 
Dalam hadist, agama Majusi ini juga pernah disinggung Rasulullah SAW.
’Sesungguhnya, setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Dan, kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya sebagai Nasrani, Yahudi, atau Majusi.” (HR Bukhari). 
Menurut sejarahnya, agama Majusi ini didirikan oleh Zoroaster yang berasal dari Persia, Iran. Konon, agama ini dikenal sebagai agama yang mempercayai satu Tuhan (monoteisme), yaitu tuhan kebaikan. Dalam kepercayaan Majusi, tuhan kebaikan ini disebut dengan Ahura Mazda.

 Lawan dari tuhan kebaikan adalah tuhan keburukan, yaitu Ahriman. 
Menurut sebagian riwayat, Zoroaster (atau disebut Zarathustra) adalah seorang yang sangat alim. Dialah pencetus ajaran Zoroastrianisme yang dianut oleh bangsa Persia. Dalam kehidupan bangsa Persia, Zoroaster dianggap sebagai seorang tokoh penting dalam sejarah Persia. Bahkan, ada pula yang menyebut dirinya seorang nabi. Namun, terjadi perbedaan pendapat di kalangan sejarawan mengenai kehidupannya. Ia diperkirakan hidup antara tahun 1700 SM, tetapi adapula yang menyebutkan abad ke-6 SM. Beberapa literatur menyebutkan, daerah tempat Zoroaster hidup dikaitkan dengan Kekaisaran Persia yang dipimpin oleh Cyrus Yang Agung pada pertengahan abad ke-16 SM. Dalam masa dua abad kemudian, agama ini diterima oleh raja-raja Persia dan memperoleh pengikut yang cukup banyak. 
Sesudah kekaisaran Persia ditaklukkan oleh Aleksander Yang Agung (Alexander The Great) pada akhir abad ke-4 SM, agama Zoroaster mengalami kemunduran. Akan tetapi, pada masa Dinasti Sassanid (226 SM), agama Zoroaster diterima sebagai agama resmi negeri Persia. Dan, sesudah ditaklukkan Arab pada abad ke-7 Masehi, sebagian besar penduduk Persia memeluk agama Islam. Sekitar abad ke-10, sebagian penganut agama Zoroatser lari dari Iran ke Hormuz, sebuah pulau di teluk Persia. Dari sana, mereka dan anak keturunannya pergi ke India dan mendirikan koloni (komunitas). Orang Hindu menyebut mereka dengan Parsees, artinya orang yang berasal dari Persia. Hingga kini, jumlah mereka mencapai 100 ribu orang. Mereka tinggal di India, terutama di dekat Bombay. Zoroastrianisme sendiri tak lenyap seluruhnya di Iran. Hingga kini, jumlah pengikutnya di Iran mencapai 20 ribu orang. Dalam The Miracle 15 in 1 Syaamil Al-Qur’an disebutkan, Majusi adalah sebutan dalam Islam bagi penganut yang mengikuti agama Zoroaster (Zarathustra) dari Persia, Iran. Zarathustra merombak agama Indo-Eropa. Dewa-dewa diturunkan derajatnya menjadi sekadar malaikat, sementara Tuhan dianggap sebagai esa (satu), yakni Ahura Mazda. 
Dalam perang Kosmos, Ahura Mazda ini selalu bertarung dengan penguasa kegelapan yang bernama Ahriman. Belakangan Ahriman diadopsi orang-orang Ibrani sebagai setan, Iblis, Azazil, atau Lucifer. Pada awal kemunculan Islam, Majusi merupakan satu ajaran yang tersebar di tengah masyarakat Persia. Ajaran ini bahkan menjadi agama resmi Dinasti Sassanian sejak pertengahan abad ke-3 SM. 

Esensi ajaran Zoroaster
Menurut Gathas ajaran Zoroaster seratus persen adalah ajaran monotheisme. Ghalibnya, para peniliti Zoroaster, tatkala mengkaji Gathas mereka menemukan bahwa Zoroaster berbicara tentang tauhid murni. Namun berbagai legenda yang ternodai dengan kemusyrikan belakangan muncul. Pada Avesta belakangan dan Mani kontaminasi syirik ini muncul.
Sejatinya, para pengikut Zoroaster mengganti ajaran tauhid yang agung itu sebagaimana agama Kristen yang menerima beberapa tuhan. Dapat diambil kesimpulan bahwa ajaran Gathas pandangan ini mendapatkan validitasnya tentang ajaran tauhid. Akan tetapi pada kitab Avesta, kitab suci para penganut agama Zoroaster, tanda-tanda politheisme muncul dan termasuk ruh tuhan mandiri.  Dengan demikian, ajaran yang kita sandarkan kepada Zoroaster adalah ajaran yang telah mengalami penyimpangan dan telah jauh dari ajaran-ajaran pertama pembawanya.
2.    Ajaran-ajaran keyakinan Zoroaster
a.    Tuhan dalam ajaran Zoroaster: Tuhan dalam pandangan Gathas adalah Tuhan yang Esa dan Pencipta seluruh semesta. Sosok Pencipta yang tidak terangkum oleh ikatan ruang dan waktu serta tidak bergantung pada satu kaum. Tuhan, dalam Gathas, diperkenalkan sebagai Ilmu Mutlak, Pencipta seluruh fenomena, Agung, Pengasih, Adil, Berkuasa atas segala sesuatu. Dengan kesimpulan sedemikian maka tidak tersisa ruang bagi berhala, patung dan tuhan rangking kedua. Yang patut diperhatikan adalah bahwa dalam Gathas, Zoroaster As dipuji sebagai sosok nabi Ilahi dan mengenakan busana tauhid yang berada di puncak seorang monotheis sejati dan memulai ungkapan perasaannya: “Wahai Tuhan Sang Pencipta! Aku menyembah-Mu dengan sepenuh hati. Apakah orang yang melabuhkan perasaannya kepada-Mu bagaimana dapat menyampaikan penghambaan-Nya kepada-Mu? Wahai negeri cinta! Penuhi hatiku dengan kasih-Mu sehingga kami dapat berjalan di atas rel yang benar dan lurus dan terangi hati-hati kami dengan pendaran Cahaya-Mu.”
b.    Semesta dalam ajaran Zoroaster: Alam semesta merupakan ciptaan Tuhan. Dialah Penjaga dan Penguasa alam semesta. Alam semesta bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, sedemikian sehingga tanpa kehendak dan ilmu-Nya, tiada satu pun fenomena yang akan terjadi. Ahruzmada (Tuhan) menciptakan semesta ini dengan tujuan moral.
c.    Manusia dalam ajaran Zoroaster: Agama Zoroaster memandang manusia memiliki kedudukan yang tinggi. Manusia yang suci dan tanpa dosa – berbeda dengan keyakinan Kristen bahwa manusia adalah pendosa semenjak lahirnya – serta merdeka sehingga ia dengan kebebasan itu ia dapat memilih jalan yang baik atau buruk.
d.    Kehidupan pasca kematian dalam ajaran Zoroaster: Ajaran Zoroaster sebagaimana ajaran agama lainnya meyakini bahwa ruh manusia tidak akan binasa seiring dengan datangnya kematian. Manusia dengan memperhatikan segala perbuatannya, akan memasuki surga atau neraka. Dalam kitab Gathas terdapat ajaran-ajaran yang berbeda dengan ajaran-ajaran yang termaktub dalam Avesta. Salah satu rukun ajaran ini yang disebut sebagai "Agama lama Zoroaster" atau "pertama." Disebutkan: "Manusia pasca kematian akan melintas Chinvat Peretum; sebuah jembatan yang tidak dapat dilalui oleh para pendosa, dan pada akhirnya orang-orang baik akan memasuki firdaus dan orang-orang buruk akan dilempar ke neraka.
Terkadang juga disebutkan dalam Gathas bahwa akan terdapat sebuah alam setelah kematian.
Penulis Zoroaster kiwari juga memandang keabadian jiwa dan lestarinya manusia setelah kematian, ganjaran segala perbuatan baik dan hukuman segala perbuatan buruk, di surga dan neraka, hari kiamat merupakan asas dan fondasi agama Zoroaster. Bagaimanapun redaksi "melintasi jembatan Chinvat Peretum" boleh jadi dapat disandarkan kepada keyakinan terhadap ma'ad dalam ajaran Zoroaster. 

Afirmasi al-Qur’an terkait revelasionalnya ajaran Zoroaster
Al-Qur'an menyebut pengikut Zoroaster sebagai "Majus". Berdasarkan beberapa riwayat yang dinukil dari para Imam Maksum As, Majus, diperkenalkan sebagai pemilik kitab dan merupakan seorang nabi." Riwayat-riwayat yang menjelaskan ajaran-ajaran pertama agama Ilahi Zoroaster As melalui para pengikutnya mengalami penyimpangan. Karena itu, kesimpulan valid dari riwayat-riwayat semata-mata mengisahkan adanya proses penyimpangan dalam ajaran Zoroaster bukan hikayat tentang jenis penyimpangan tersebut.
Sumber: 
  1. republika
  2. islamquest
Referensi: www.lampuislam.org

Ternyata Natal Adalah Budaya Pagan

 

Pendahuluan
Istilah natal sesungguhnya berasal dari bahasa Latin yang berarti lahir. Secara terminologi, natal adalah ritual agama kristen untuk memperingati hari dilahirkannya Isa al Masih yang oleh umat Kristiani disebut Tuhan Yesus. Tapi, bernahkah Isa al Masih (Yesus) dilahirkan pada tanggal 25 Desember? Bagaimana pula asal-usul pohon natal dan santa claus? Mari simak uraian berikut.

Tanggal Kelahiran Yesus

Untuk menyibak tabir misteri natal, kita telusuri terlebih dahulu Bibel, yang dalam Lukas 2:1-8 dikisahkan: 
"Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri. Demikian juga Yusuf, pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud supaya didaftarkan bersama-sama dengan maria, tunangannya yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ, tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin, dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam."

 Dalam Matius 2:1,10,11 dikisahkan: 
"Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah orang-orang Majus dari Timur ke Yerusalem. Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat anak itu besama Maria, ibunya."

Dari kedua Bibel di atas kita dapatkan perbedaan informasi; menurut Lukas, Yesus dilahirkan pada masa kekaisaran Agustus. Sedangkan menurut Matius, Yesus dilahirkan pada zaman Herodus. Akan tetapi kedua injil tersebut tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa Yesus lahir pada tanggal 25 Desember. Malahan informasi dari injil Lukas, bahwa saat Yesus dilahirkan saat itu gembala-gembala tinggal di padang rumput menjaga kawanan ternak pada malam hari menunjukkan kondisi musim panas. Sedangkan bulan Desember di kawasan Palestina suhunya sangat rendah (musim dingin) sehingga mustahil kawanan ternak akan berdiam di padang rumput pada malam hari karena sangat mungkin padang rumput akan dipenuhi salju.

Hal ini bahkan dinyatakan dengan tegas oleh Uskup Barns dalam bukunya Rise of Christianity, “Kepercayaan bahwa 25 Desember adalah hari lahir Yesus yang pasti tidak ada buktinya. Kalau kita percaya cerita Lukas tentang hari lahir itu, dimana gembala-gembala waktu malam menjaga di padang dekat Betlehem, maka hari lahir Yesus tentu tidak di musim dingin di saat suhu di negeri pegunungan Yudea sangat rendah sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil“.

Jika Yesus tidak dilahirkan tanggal 25 Desember, lalu kenapa umat Kristiani merayakan hari kelahirannya pada tanggal tersebut? Penelusuran mengenai hal ini membawa kita mundur jauh ke suatu masa ketika berhala dijadikan sesembahan. 

25 Desember dan Budaya Penyembahan Berhala

Secara resmi, perayaan natal baru dijadikan ritual keagamaan Kristen Katolik pada abad ke-4 Masehi karena Bibel sama sekali tidak memerintahkan untuk melaksanakannya. Begitu pula Yesus, tidak pernah mengajarkan/menyuruh murid-muridnya menyelenggarakan peringatan kelahirannya.

Selain itu, pada periode abad ke-1 hingga abad ke-4, dunia dikuasai oleh imperium Romawi yang menganut paham paganis politheisme. Namun pada saat Kaisar Konstantin dan rakyatnya memeluk agama Katolik, mereka tidak mau meninggalkan budaya pagan yang selama ini dianutnya, termasuk perayaan hari kelahiran dewa matahari setiap tanggal 25 Desember. Bagi mereka, matahari merupakan simbol kekuatan dan kekuasaan. Oleh karena itu, dilakukanlah sinkretisme (penyatuan agama & budaya menyembah berhala) dengan cara menyatukan perayaan kelahiran sun of god (dewa matahari) dengan kelahiran son of god (anak Tuhan = Yesus).

Sinkretisme tersebut dilakukan pada konsili tahun 325. Konstantin memutuskan untuk menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Selain itu, hari Minggu (sunday = hari beribadah menyembah dewa matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang sebelumnya selalu dilaksanakan setiap hari Sabtu. Konstantin juga memerintahkan untuk membuat patung Yesus sebagai pengganti berhala (dewa matahari).  
 
Asal-usul Pohon Natal 

Kepercayaan paganis politheisme yang dianut masyarakat Romawi merupakan warisan dari kepercayaan pagan yang sesat zaman Babilonia. Tentang hal ini, H.W. Armstrong menjelaskan dalam bukunya The Plain Truth About Christmas, Worldwide Church of God:

Nimrod (Namrud) cucu Ham, anak Nabi Nuh adalah pendri sistem kehidupan masyarakat Babilonia Kuno. Nama Nimrod dalam bahasa Hebrew (Ibrani) berasal dari kata “marad” yang artinya membangkang atau “murtad” (dalam istilah Islam), antara lain dengan keberaniannya mengawini ibu kandungnya sendiri bernama Semiramis. Namun usia Nimrod tidak sepanjang usis ibu sekaligus istrinya. Maka, setelah Nimrod mati, Semiramis menyebarkan ajaran bahwa ruh Nimrod tetap hidup selamanya walaupun jasadnya telah mati. Dibuatlah olehnya perumpamaan pohon “evergreen” yang tumbuh dari sebatang kayu yang mati. Di saat hari kelahirannya, setiap tanggal 25 Desember, dinyatakan bahwa Nimrod selalu hadir di pohon evergreen dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di ranting-ranting pohon itu. Inilah asal-usul pohon natal.

Selanjutnya, Semiramis dianggap sebagai “ratu langit” oleh masyarakat Babilonia, sedangkan Nimrod dipuja sebagai “anak suci dari surga”.

Asal-usul Santa Claus
 
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa perayaan natal berasal dari budaya masa Babilonia dan Romawi. Selain menyembah dewa matahari sebagai dewa tertinggi, masyarakat Romawi juga menyembah dewa Saturn dengan cara mengadakan ritual keagamaan pada bulan Desember yang disebut Saturnalia. Saturn adalah dewa yang paling keji dalam budaya pagan, dia meminta anak kecil untuk dikorbankan. Pada festival ini, masyarakat Romawi juga saling mengucapkan "bona saturnalia" kepada satu sama lain, layaknya sekarang umat Kristen sering mengatakan "selamat natal." 


Meski orang Romawi pada periode berikutnya tidak lagi mengorbankan nyawa manusia, tapi darah mash tertumpah dalam perayaan saturnalia pada bulan Desember yaitu dengan pertaruangan para gladiator. Johann D. Fuss, (dalam buku Roman Antiquities hal. 359) menyatakan bahwa “The gladiatorial shows were sacred (to Saturn)“. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Justus Lipsius (dalam buku Saturnalia Sermonum Libri Duo, Qui De Gladiatoribus, lib. i. cap. 5), “The gladiators fought on the Saturnalia, and … they did so for the purpose of appeasing and propitiating Saturn“. 
 


Festifal Saturnalia masih dirayakan hingga kini oleh penganut Kristen di seluruh dunia dalam wujud perayaan natal. Pohon natal dihiasi oleh lampu yang dalam tradisi asalnya adalah lilin yang dibuat dari lemak mayat bayi yang dikorbankan pada dewa Saturn. Pohon natal juga digantungi bola-bola, tradisi asalnya adalah kepala-kepala bocah yang dikorbankan untuk dewa Saturn. Bahkan dewa Saturn sendiri diadaptasi menjadi sosok imajiner Santa Claus, seorang tua dengan janggut panjang yang selalu dikelilingi anak-anak.
Perayaan Natal Sempat Dilarang di Inggris

Tidak banyak yang tahu bahwa perayaan Natal yang dirayakan umat Kristen di dunia ini pernah dilarang selama beberapa dekade di Amerika oleh umatnya sendiri. Perang mengenai kontroversi Natal ini dimulai sejak abad ke 16-17 oleh golongan Puritan atau Kristen Protestan yang meyakini bahwa untuk menjadi religius maka seseorang membutuhkan aturan yang ketat, dan perayaan semacam Natal dianggap sebagai suatu hal yang penuh dosa.
Sebagaimana yang dikemukakan dalam buku Shocked by the Bible yang diterbitkan oleh Thomas Nelson Inc. (2008), "Sungguh mengejutkan bagaimana pengikut Yesus Kristus di Amerika Serikat dan Inggris telah membantu hukum untuk menjadikan Natal sebagai suatu hal yang ilegal pada masa itu. Mereka yakin bahwa perayaan Natal merupakan hinaan pada Tuhan karena dianggap berhubungan dengan paganisme kuno."

Kebanyakan orang Amerika pada masa kini tak menyadari bahwa Natal pernah dilarang di Boston dari tahun 1659-1681. Semua kegiatan Natal, termasuk menari, permainan Natal, nyanyian, perayaan yang ramai dan terutama minum-minum dilarang oleh Parlemen Inggris yang didominasi Puritan pada tahun 1644.

Menurut Once Upon a Gospel (Twenty-Third Publicationsm, 2008), apa yang dilakukan orang Kristen pada masa itu cukup ekstrim. Natal dilarang di Boston, dan koloni Plymouth membuat perayaan Natal menjadi tindak pidana. Pohon Natal dan dekorasinya dianggap ritual pagan kudus, dan Puritan melarang makanan tradisional Natal seperti pai dan puding. Hukum Puritan bahkan mengharuskan toko dan bisnis tetap buka sepanjang Natal dan di malam Natal penduduk kota diminta keluar menyusuri jalanan sambil meneriakkan, "Tidak ada Natal, tidak ada natal!".

Di Inggris, larangan untuk libur di saat Natal dicabut pada tahun 1660 ketika Charles II mengambil alih tahta. Namun kaum Puritan tetap ada di New England dan Natal tidak menjadi hari libur hingga tahun 1856. bahkan beberapa sekolah tetap mengadakan kegiatan belajar-mengajar pada tanggal 25 Desember hingga tahun 1870.

 
Kesimpulan
 
 Dalam hal akidah, jelas ada perbedaan yang tegas antara Islam dan Kristen, termasuk juga Yahudi. Adalah benar dan telah terbukti janji iblis yang ingin menyesatkan manusia dari kemurnian akidah hingga datangnya hari kiamat. Faktanya dapat kita saksikan dengan pewarisan budaya pagan yang kemudian dianggap sebagai ritual keagamaan seperti perayaan natal. Oleh karena itu, Mahabenar Allah yang telah berfirman, 
 
Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah’. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)'
(Q.S. Ali Imran, 3:64).
 
Sumber: mangubed.wordpress.com dan jawaban.com 
Referensi: www.lampuislam.org 

SELAMAT NATAL Bolehkah Mengucapkannya? Dr.Zakir Naik Menjawab

Image result for sesi tanya seorang pelajar jawab Adel Ahmad dengan Dr.Zakir Naik

Penanya: Assalamualaikum... namaku Adel Ahmad, aku 16 tahun dan aku seorang pelajar.
Pertanyaanku adalah tentang pernyataan Dr Naik sebelumnya tentang mengucapkan "Selamat "Natal"  kepada non-Muslim membuatnya mengakui kalau Yesus a.s itu adalah anak Tuhan dan membuat kita seolah-olah bagian dari mereka. sekarang, hal itu membuatku terkejut, tentunya Allah sang Maha Kuasa akan mengetahui kalau niatku mengucapkan "Selamat Natal" adalah untuk menghormati. masalahnya adalah kebanyakan orang pada generasiku, orang yg biasa aku berhubungan, tidak hanya merayakan natal sebagai kelahiran yesus, tapi juga sebagai sarana komersial lainnya. Jadi bisakah anda menjelaskannya, aku bingung bagaimana aku mengucapkan "Selamat Natal' yang bisa membawa kebaikan bagi diriku?

 Image result for sesi tanya seorang pelajar jawab Adel Ahmad dengan Dr.Zakir Naik

Dr.Zakir Naik: Saudara ini bertanya bahwa dia ini ingin mengucapkan "Selamat Natal kepada temannya supaya mereka bisa membangun relasi. Jadi, besoknya bertanya kepada ku "kenapa aku tidak boleh mempaket alkohol untuk membangun relasi?
Kenapa tidak? Apa yang salah?
"Kenapa aku tidak boleh memakan babi bersama mereka?"
Kenapa aku tidak boleh pergi ke gereja dan menyembah Yesus a.s?"

Jadi, kamu tidak perlu melakukan hal yang haram untuk berdak'wah, untuk mencapai GOOL kau tidak perlu menggunakan hal yang salah saudara. apa yang haram untuk mereka berarti haram untuk kamu juga. Ketika kamu mengucapkan "Selamat Natal" kepada mereka artinya kau setuju bahwa Yesus a.s dilahirkan pada 25 Desember dan kau setuju bahwa Yesus a.s adalah anak Tuhan yang  mana itu adalah Syirik.
Kenapa salah? karena, umat Kristen, mereka percaya bahwa Yesus a.s adalah anak Tuhan. Sekarang untuk menghormatinya, mungkin dengan mempraktekan Kristen, itu tidak bisa.
Mereka merayakannya, karena hari kelahiran, lalu kenapa tidak dirayakan di hari lainnya?
Jadi jika kamu beritahu teman Kristen mu, Ok lupakan itu, aku tidak percaya itu mari kita rayakan 25 Desember menjadi 10 Oktober, apakah mereka mau?
mereka tidak akan mau.
Tapi itu bukanlah melakukan Dak'wah pada Natal.

Aku bertanya pada mereka, Mengapa Kristen merayakan Natal?
"Oh kami merayakan Natal, karena Yesus a.s lahir pada 25 Desember"
lalu siapakah Yesus a.s ini?
"Oh Yesus a.s ini adalah anak Tuhan.
Kemudian aku katakan pada mereka " Bisakah kamu membuktikan satu saja pernyataan yang jelas, tidak ambigu dari keseluruhan Bible bahwa Yesus a. s sendiri mengatakan dia Tuhan dan " Sembahlah Aku"
Akulah melakukan Dak'wah, kenapa kamu harus menggunakan sesuatu yang salah untuk melakukan dak'wah.

 Image result for sesi tanya seorang pelajar jawab Adel Ahmad dengan Dr.Zakir Naik
Kamu bertanya mengucapkan "Selamat Natal" itu salah?
Aku katakan padamu bahwa itu adalah SALAH!!! 100% itu SALAH menurutku.
Jika kamu tidak tahu makna untuk apa umat Kristen merayakan Natal, Seperti kesalahan, kamu tidak tahu isi alkohol, "kamu kira ini pepsi" dan kamu meminumnya, Allah SWT bisa memaafkanmu, jadi jika kamu tidak tahu arti natal di adakan disini (United Kingdom), kamu tahu untuk apa natal diadakan?

Penanya: Baiklah, Sekarang aku tahu, tapi bagaimana jika hanya untuk kepentingan bisnis, hanya untuk alat sebagai tempat saling memberi hadiah?

Dr.Zakir Naik: Tidak, tidak untuk komersial, jangan jadikan alasan.
Aku bertanya padamu, apakah kamu tahu alasannya?, walau melakukan bisnis komersial , apa alasannya?
Kenapa mereka merayakan natal dan untuk apa?

Penanya: Karena kelahiran Yesus a.s.

Dr.Zakir Naik: Ok selesai, apakah kamu tahu kalau Yesus a.s disebut anak Tuhan?, kamu tahu itu?

Penanya: Ya, aku tahu itu.

Dr.Zakir Naik: Jika kamu tahu itu, lalu jika kamu mengucapkan "Selamat Natal", maka itu adalah Haram. Jika kamu tidak tahu, jika kamu berasal dari Timbuktu, kamu tidak tahu dan kamu mengucapkan "Selamat Natal" maka Allah Subhanallahu'wataala bisa mengampuni mu.

Jika kamu tidak tahu itu Alkohol karena kamu mengira pepsi dan kamu meminumnya, Allah Subhanallahu'wataala bisa memaafkanmu, Tapi jika kamu mengetahuinya dan kamu mengira karena ingin membangun relasi, kamu tahu apa yang kamu lakukan, kamu membangun tempatmu di Neraka Jahanam.

Maka dari itu saudara ku, untuk mendapatkan hal baik, jangan pernah mengadobsi hal yang salah, kamu harus kembali pada petunjuk Qur'an dan Sunnah.
Semoga menjawab pertanyaannya.

*Akhir Dakwah, Alhamdulillahirobbil'Alamin*

Sumber: www.irf.com
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi