Jumat, 29 Januari 2016

SIKAP TAWADHU' (RENDAH HATI) RASULULLAH SAW



“Akhlaq beliau adalah Al-Qur’an.” (H.R. Muslim) Begitulah kata Aisyah ketika ditanya tentang akhlaq Rasulullah. Siapapun pasti mengakui bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang paling baik akhlaqnya dibandingkan dengan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau pernah bersabda,
Aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” (H.R. Ahmad)

Walaupun begitu, Rasulullah sangat rendah hati (tawadhu’). Diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab bahwa beliau bersabda,
Janganlah kalian menjunjung aku seperti halnya orang Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah bahwa aku adalah hamba Allah dan rasul-Nya.” (H.R. Abu Daud)
Anas bin Malik meriwayatkan, “Orang-orang memanggil Rasulullah dengan sebutan, ya Rasulullah, wahai yang paling mulia, anak dari orang yang paling baik, junjungan kita. Lalu beliau pun bersabda,
“Wahai sekalian manusia, berkatalah dengan bahasa kalian, jangan mau diperdaya setan. Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat aku di atas kedudukan yang diturunkan Allah kepadaku.” (H.R. Nasa’i)
Sebagian orang mengkultuskan Nabi Muhammad sampai setinggi langit, sampai berkeyakinan bahwa beliau mengetahui semua hal yang ghaib, mengabulkan do’a, menyembuhkan berbagai penyakit, bisa mendatangkan manfaat dan mudharat, dan sebagainya. Padahal, Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Katakanlah Muhammad, ‘Aku tidak mempunyai manfaat dan mudharat kecuali atas kehendak Allah. Dan seandainya aku mengetahui hal ghaib, niscaya aku memperbanyak diri dari kebaikan dan tidak akan datang kepadaku keburukan.” (Qs. al-A’raaf: 188)
Nabi Muhammad adalah sosok yang rendah hati. Bersama memikul beban, berjuang berpeluh debu bersama para Sahabat. Beliaulah raja bagi para pendekar rendah hati. Diriwayatkan bahwa Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu berkata, “Para Sahabat yang mau berdiri menyambut kedatangan Rasulullah tidak jadi berdiri ketika tahu bahwa Rasulullah tidak mau dihormati seperti itu.” (H.R. Ahmad)
Pernah pada suatu hari, seperti diceritakan Anas, beliau meladeni seorang wanita tua yang miskin dengan penuh perhatian. Wanita itu datang dan berkata, “Aku mempunyai keperluan denganmu.” Rasulullah menjawab, “Duduklah dimanapun kau suka, dan aku akan meladenimu untuk keperluanmu.” (H.R. Abu Daud) Beliau juga pernah bersabda, “Kalau aku diundang atau diajak untuk makan kaki kambing, aku datang. Dan jika dihadiahkan kepadaku kaki kambing, aku terima.” (H.R. Bukhari)
Lihatlah betapa beliau tidak memilih-milih undangan, siapapun orang yang mengundangnya, baik kaya atau miskin. Walaupun hanya disuguhi kaki kambing. Inilah peringatan kepada orang-orang yang sombong dan congkak, terutama pemimpin-pemimpin yang angkuh dan memilih-milih undangan. Beliau sangat benci kepada orang yang sombong. Dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya ada setitik kesombongan.” (H.R. Muslim)
Kesombongan adalah jalan pintas menuju neraka. Na’udzubillah! Sampai-sampai walaupun kesombongan itu hanya sebesar biji zarrah, pelakunya tidak akan masuk surga! Renungkanlah, betapa besar akibat dari kesombongan dan kecongkakan baik di dunia maupun di akhirat.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam bersabda,
Ketika seseorang berjalan dengan sombongnya dan takjub kepada dirinya sendiri dan dengan rambut yang disisir, berlagak dalam jalannya, maka Allah tiba-tiba membenamkannya ke tanah, sehingga turun dan tenggelam sampai hari kiamat.” (Muttafaq ‘alaih)

Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim (2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insan.
referensi blog: www.lampuislam.blogspot.com 

KEMULIAAN AKHLAQ RASULULLAH SAW



Gerak-gerik seseorang mencerminkan ketajaman akal dan kejernihan hatinya. Kita bisa menilai keadaan seseorang melalui tingkah laku dan perangainya.
Orang yang paling mengenal akhlaq Nabi Muhammad adalah Aisyah, istrinya tercinta, putri sahabat terbaiknya, Abu Bakar ash-Shiddiq. Aisyah sangat memahami tingkah laku Nabi Muhammad serta segala hal yang menyangkut kehidupan suaminya itu baik lahir maupun batin. Karena dialah yang paling dekat dengan Rasulullah, baik di waktu tidur, bangun, sakit, dan sehatnya. Di waktu suka maupun duka. Dengarlah komentar istrinya tercinta sebagai berikut,

Rasulullah bukan orang yang suka berkata keji, bukan orang yang buruk perangainya, dan bukan orang yang suka berkeliaran di pasar, bukan pula orang yang membalas kejelekan dengan kejelekan, akan tetapi beliau adalah orang yang suka memaafkan dan melupakan kesalahan.” (H.R. Ahmad)
Al-Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad, menceritakan bagaimana keagungan akhlaq kakeknya itu dalam sebuah riwayat, “Aku bertanya kepada ayah (Ali bin Abi Thalib) tentang bagaimana Rasulullah di tengah-tengah sahabatnya.” Ayah berkata, “Rasulullah selalu menyenangkan, santai dan terbuka, mudah berkomunikasi dengan siapapun, lemah-lembut dan sopan, tidak keras dan tidak terlalu lunak, tidak pernah mencela, tidak pernah menuntut dan menggerutu, tidak mengulur waktu, dan tidak tergesa-gesa. Beliau meninggalkan tiga hal: riya, boros, dan sesuatu yang tidak berguna. Beliau tidak pernah mencaci dan mencela orang karena kesalahannya, tidak mencari kesalahan orang, tidak berbicara kecuali yang bermanfaat dan berpahala. Kalau beliau berbicara, maka yang lain diam menunduk seperti ada burung di atas kepalanya, tidak pernah disela ata dipotong pembicaraannya, membiarkan orang menyelesaikan pembicaraannya, tertawa bersama mereka yang tertawa, heran bersama orang yang heran, bersabar menghadapi orang asing yang tidak sopan, segera memberi apa yang diperlukan orang yang berkesusahan, dan tidak menerima pujian kecuali dari yang pernah dipuji olehnya.” (H.R. Tirmidzi)
Dari sekian kemuliaan akhlaq yang dimiliki Nabi Muhammad, apabila satu saja diikuti dan diteladani, niscaya akan menjadi investasi kebaikan yang tak akan pernah mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan pula. Pilihlah di antaranya, jika tidak mampu semuanya. Selain itu, di antara sekian jalan yang pantas kita teladani adalah pengajaran yang diberikan Rasulullah tentang masalah-masalah agama dalam berbagai perbincangan dengan para sahabatnya. Di antara pesan yang sering beliau sampaikan adalah, “Barangsiapa yang meninggal sedangkan dia menyekutukan Allah, maka dia masuk neraka.” (H.R. Bukhari) Begitu juga sabda beliau,
Seorang Muslim adalah seorang yang orang lain selamat dari perkataan dan tangannya, dan seorang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari apa yang dilarang Allah.(Muttafaq ‘alaih)
Tidak kalah pentingnya perkataan beliau,
Berilah kabar gembira pada orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid bahwa kelak akan diberi cahaya yang sempurna di hari kiamat.” (H.R Tirmidzi dan Abu Daud)
Juga di antara pesan beliau,
Lawanlah orang-orang yang musyrik itu dengan hartamu, jiwamu, dan perkataanmu.” (H.R. Abu Daud)
Hendaklah seseorang itu menjaga perkataannya supaya tidak salah dan terjerumus ke dalam neraka, walaupun dia harus berpisah menjauh dari timur dan barat.(Muttafaq ‘alaih)


Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim (2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insan.
referensi blog:www.lampuislam.blogspot.com 

TIDURNYA NABI MUHAMMAD SAW


 

Diriwayatkan oleh Ubay bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
Apabila salah seorang di antara kamu hendak masuk ke dalam kamar tidurnya atau hendak tidur, hendaklah mengambil ujung selimut dan menyempurnakannya untuk melingkupi seluruh tubuhnya. Dan hendaklah dia menyebut nama Allah karena sesungguhnya dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi sesudah itu dalam tidurnya. Dan apabila dia hendak memiringkan tubuhnya, hendaklah dia memiringkannya pada sisi kanan dan hendaklah berkata, ‘Mahasuci Engkau ya Allah Tuhanku, karena Engkau aku meletakkan sisi tubuhku dan karena Engkau aku mengangkatnya. Jika Engkau merenggut jiwaku maka ampunilah jiwaku, dan jika Engkau melepaskannya, jagalah sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang shaleh.” (H.R. Muslim)

Sebagian dari petunjuk beliau kepada umat Muslim,
Bila kamu hendak tidur berwudhulah kamu sebagaimana kamu berwudhu untuk shalat dan miringkanlah tubuhmu pada sisi sebelah kanan.” (Muttafaq ‘alaih)
Dan diriwayatkan oleh Aisyah,
Rasulullah apabila naik ke tempat pembaringan setiap malam, (beliau) menyandingkan kedua belah tangannya serta meniupnya dan membaca di antaranya surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Naas, kemudian beliau mengusap seluruh tubuhnya dengan kedua belah tangannya mulai dari kepala, wajah, dan anggota lain yang bisa diusap. Rasulullah mengulanginya sebanyak tiga kali.” (H.R. Bukhari)
Dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ketika menjelang tidur beliau berdo’a,
Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum dan menjaga kita serta mencukupi segala kebutuhan kita. Betapa banyak orang yang tidak tercukupi kebutuhannya dan tidak punya tempat tinggal.” (H.R. Muslim)
Dan diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa,
Bila Rasulullah pulang dari bepergian di tengah malam, beliau tidur miring pada sisi kanan. Dan apabila beliau pulang dari bepergian sebelum mendekati waktu Shubuh, beliau tidak tidur. Beliau hanya memiringkan tubuhnya dan menegakkan lengannya sambil meletakkan kepalanya di atas telapak tangan.” (H.R. Muslim)
 
Sambil mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada kita, marilah kita renungkan bagaimana sebenarnya tempat tidur Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, seorang rasul yang mulia, dan sebaik-baik manusia yang pernah menginjakkan kakinya di muka bumi. Diriwayatkan dari Aisyah radiyallahu ‘anha,
Tempat dimana Rasulullah tidur di atasnya hanyalah sebuah tikar sederhana yang terbuat dari kulit yang diisi dengan sabut.” (H.R. Imam Ahmad)
Suatu ketika datang sejumlah sahabat kepada Rasulullah kemudian mereka pun duduk. Lalu datanglah Umar. Ketika Rasulullah beranjak dari tempat itu, Umar melihat ada bekas anyaman tikar kasar pada sisi kanan perut Rasulullah. Kemudian Umar pun menangis. Nabi Muhammad bertanya, “Apa yang membuatmu menangis, wahai Umar?” Umar menjawab, “Demi Allah, saya tahu bahwa engkau makhluk yang paling mulia, lebih mulia di mata Allah daripada Kisra (raja Persia) dan kaisar (Romawi). Mereka berdua bermain-main dengan dunia dan hidup dalam kemewahan, sedangkan engkau wahai Rasulullah, tidur di tempat seperti ini?” Rasulullah pun menjawab, “Bukankah engkau rela mereka memperoleh dunia sedangkan kita memperoleh akhirat?” Umar pun menjawab, “Ya.” “Itulah yang sedang terjadi”, kata Rasulullah. (H.R. Imam Ahmad)


Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim (2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insan.
referensi blog: www.lampuislam.blogspot.com

Senin, 25 Januari 2016

Betapa Mesranya Nabi Muhammad SAW dengan Istri-Istrinya



Dalam mahligai keluarga, istri adalah teman hidup yang menempati posisi sebagai buah bagi pohonnya, tangkai bagi bunganya, dan pelana bagi kudanya. Rasulullah bersabda, “Dunia adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah istri yang saleh.” [1]
Nabi Muhammad memanggil istrinya dengan panggilan mesra yang menyejukkan hati dan menentramkan pikiran. Ini adalah bagian dari akhlaq dan perilaku beliau yang agung dan cemerlang. Suatu hari dipanggilnya Aisyah dengan sebutan “Humairaa” atau yang merah-merekah karena cantiknya. Dan pernah pula beliau panggil dengan sebutan “Aisy” yang merupakan sebuah panggilan mesra. Pernah beliau memanggil Aisyah dengan penuh kasih sayang, “Wahai Aisyah, ada salam dari Jibril untukmu.”

Hati siapa yang tidak berbunga-bunga dipanggil dengan penuh kelembutan dan kemesraan seperti itu? Kemesraan Nabi Muhammad dengan istri-istrinya tidak hanya lewat perkataan, tetapi juga dalam perbuatan. Nabi Muhammad sangat penuh kasih sayang dalam memperlakukan istri-istrinya. Aisyah berkata,
Pernah aku minum sedang aku waktu itu dalam keadaan haid. Kemudian Rasulullah minum dari bekas tempat minumku dan bibirnya diletakkan di tempat bibirku minum. Dan beliau pernah memakan daging bekas gigitanku.” (H.R. Muslim)
Betapa mesranya, makan sepiring berdua, minum secangkir berdua. Memang ada cerita yang dibuat oleh kaum orientalis tentang kekasaran Rasulullah dengan para istrinya. Namun, hal itu tidak perlu dipikirkan karena itu adalah fitnah dari mereka yang sengaja mau merusak dan menjelek-jelekkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
Berkata Aisyah, “Rasulullah mencium salah seorang istrinya kemudian keluar untuk shalat dan tidak berwudhu.” (H.R. Abu Daud)


Di banyak kesempatan beliau selalu menjelaskan bahwa wanita dalam Islam mempunyai kedudukan yang terhormat yang tidak tergantikan oleh laki-laki. Ketika Amru ibnul Ash menanyakan kepada beliau tentang hal itu, beliau menjawab bahwa sesungguhnya sayang dan cinta kepada istri tidak sedikit pun mengurangi kewibawaan dan kedudukan suami.
Diriwayatkan pula bahwa Amru ibnul Ash bertanya kepada beliau, “Siapakah orang yang paling engkau cintai ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aisyah.” (Muttafaq ‘alaih). Jadi barangsiapa yang ingin merasakan kebahagiaan rumah tangga, hendaklah meniru Rasulullah dalam hal ini. Tentang bagaimana Rasulullah bermesraan dengan istrinya, kita bisa melihat bagaimana Aisyah meriwayatkan tentang ini, “Saya sering mandi bersama dengan Rasulullah dari satu bak.” (H.R Bukhari)
Hal ini dilakukan oleh beliau untuk membahagiakan istri-istrinya, dengan segala sesuatu yang dibolehkan agama.
Dalam kitab Musnad Imam Ahmad, Aisyah meriwayatkan bahwa dia pernah berlomba lari dengan Nabi Muhammad. Aisyah bercerita, “Aku mendampingi Rasulullah dalam sebuah perjalanan bersama para sahabat. Waktu itu aku masih kurus. Tiba-tiba Rasulullah memerintahkan rombongan untuk meninggalkan kami berdua. Maka tinggallah kami berdua di belakang rombongan (pasukan). Setelah mereka jauh, Rasulullah berkata, ‘Mari kita berlomba lari.’ Maka aku pun mendahuluinya. Beliau diam saja tidak berkomentar, sedangkan aku senang karena menang. Sampai bertahun-tahun berikutnya aku menjadi gemuk. Dan pada suatu kesempatan aku pun mendampinginya dalam sebuah perjalanan. Beliau mengajakku lagi untuk berlomba seperti dulu. Dan aku kalah karena gemuk. Melihat aku kalah, Rasulullah tertawa dan berkata, ‘Ini untuk membalas kekalahanku yang dulu.’” (H.R. Ahmad)
Masya Allah, inilah bentuk kemesraan yang sesungguhnya. Sebuah canda lembut yang penuh perhatian. Kalau kita kaji lebih dalam lagi, riwayat tadi agaknya menyentil egoisme kita yang kerap kali melupakan pentingnya menjaga perasaan wanita yang halus dan lemah. Nabi Muhammad membawa istrinya ikut dalam rombongan pasukan untuk menghibur hati yang tegang dalam menghadapi musuh. Begitu juga, istri yang diajak perlu hiburan karena tidak terbiasa dengan suasana perang. Jadi secara psikologis, tindakan Nabi Muhammad sangat manusiawi untuk menghibur kepenatan dan keletihan di perjalanan.
Imam Bukhari menceritakan, sewaktu Rasulullah pulang dari perang Khaibar dan membawa tawanan wanita yang kemudian dinikahinya, yaitu Shafiyyah binti Huyay, Rasulullah melingkari untanya dengan tabir agar Shafiyyah tidak kelihatan oleh orang lain. Kemudian beliau berjongkok di samping untanya dan menyediakan lututnya untuk pijakan Shafiyyah yang mau naik ke atas unta. Inilah salah satu contoh sikap tawadhu’ beliau. Jadi janganlah kita menganggap bahwa pekerjaan-pekerjaan yang kita anggap enteng seperti membuang sampah, menambal baju, memperbaiki sendal, dan sebagainya mengurangi derajat seseorang. Tidak! Bahkan sebaliknya, hal itu akan menambah kemuliaannya, terlebih lagi di mata Allah.

 
Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim (2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insani
referensi blog: www.lampuislam.blogspot.com
page facebook: www.faceboo.com/riska.pratama.ardi

Istri-Istri Rasulullah SAW



Kita tahu bahwa Nabi Muhammad beristri sembilan. Semuanya janda kecuali satu perawan, yaitu Aisyah. Mereka kita kenal sebagai Umahatul Mu’minin, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an. Kemuliaan dan ketinggian serta kesucian mereka sudah tidak asing lagi, baik dalam pandangan Allah maupun di mata umat Islam.
Seperti telah disinggung sebelumnya, istri-istri Rasulullah ditempatkan di rumah atau kamar-kamar khusus bersebelahan dengan masjid yang dikenal dalam al-Qur’an dengan sebutan al-Hujuraat (kamar-kamar), yang kemudian menjadi nama bagi sebuah surat. Rasulullah berlaku adil terhadap mereka dalam hal nafkah lahir maupun batin. Diriwayatkan dari Aisyah,
Jika Rasulullah mau bepergian, beliau mengundinya. Barangsiapa yang keluar namanya, dialah yang mendampingi beliau. (Beliau) menggilir mereka bergantian setiap malam dan setiap hari.” (H.R. Muslim)

Anas bin Malik menceritakan, “Rasulullah mempunyai sembilan istri. Pada giliran seorang di antara mereka, istri-istri yang lain datang ke rumah istri yang mendapat giliran itu untuk bercengkrama. Aisyah biasanya berkata, ‘Ini Zainab, ini Shafiyyah, dan seterusnya.’” (Muttafaq ‘alaih). Rasulullah juga selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah sehingga setiap malam beliau selalu membangunkan istri-istrinya untuk shalat malam. Beliau memperhatikan perintah Allah,
Dan suruhlah olehmu keluargamu untuk shalat dan bersabarlah untuk itu. Kami tidak minta rezeki kepadamu, melainkan Kami yang memberi rezeki. Dan akhir dari sesuatu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaahaa: 132)
Diriwayatkan oleh Aisyah, “Rasulullah sedang shalat, dan aku tidur telentang di sampingnya, kemudian aku dibangunkan untuk shalat.” (H.R. Bukhari)
Bahkan, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad sangat menganjurkan agar suami istri saling membangunkan untuk shalat, walaupun harus membangunkannya dengan percikan air. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh beliau, Allah merahmati suami yang bangun malam lalu shalat, kemudian membangunkan istrinya untuk shalat. Kalau tidak mau bangun, wajahnya ditetesi air. Begitu juga sebaliknya, istri membangunkan suaminya untuk shalat malam.” (H.R. Ahmad)
Selain itu, Nabi Muhammad juga sangat memperhatikan penampilan agar tampak menawan. Beliau selalu memakai minyak wangi, membawa sisir, dan siwak, serta selalu berhias kalau mau ke masjid. Karena bagaimanapun, penampilan jasmani (luar) akan membantu kebersihan ruhani. Beliau selalu menganjurkan siwak dan parfum sebagaimana dalam sabdanya, “Sekiranya tidak memberatkan umatku, niscaya kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (H.R. Muslim)
Sebagaimana diceritakan oleh Hudzaifah, Nabi Muhammad setiap bangun tidur selalu bersiwak (H.R. Muslim). Begitu juga ketika hendak masuk rumah, beliau tidak lupa bersiwak sebagaimana yang diriwayatkan oleh Syuraih bin Hani dari Aisyah (H.R. Muslim). Selesai bersiwak, sambil masuk rumah, beliau berdo’a, “Dengan nama Allah aku masuk, dan dengan nama-Nya aku keluar, dan kepada-Nya aku bertawakal.” Kemudian beliau mengucapkan salam kepada keluarganya.” (H.R. Abu Daud)
Marilah kita budayakan kebersihan, ketentraman, keindahan, dan kenyamanan sebagaimana yang diajarkan Rasulullah.


Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim (2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insani
referensi blog: www.lampuislam.blogspot.com
page facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi

Beberapa Ibadah yang Dilakukan Rasulullah SAW



Malam yang larut telah menyelimuti kota Madinah sehingga membuat dunia gelap gulita. Akan tetapi Nabi Muhammad di tengah malam, beliau bangun dan menghidupkan malamnya dengan shalat dan bermunajat kepada Allah, Tuhan pemilik langit dan bumi. Beliau memohon kepada Rabb yang memegang kendali segala kehidupan, “Wahai orang yang berselimut, bangunlah di tengah malam, tidurlah sebentar saja separuh malam atau kurang sedikit, atau tambahlah. Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil (perlahan-lahan dan merdu).” (Qs. Al-Muzammil: 1-4)

Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi Muhammad selalu melaksanakan shalat malam sampai-sampai kakinya bengkak. Kemudian Aisyah bertanya, “Mengapa engkau melakukannya sampai begini, padahal dosa-dosamu sudah diampuni oleh Allah?” Beliau pun menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?” (H.R. Ibnu Majah) Sungguh suatu jawaban yang keluar dari hati yang penuh cinta. Diriwayatkan dari al-Aswad bin Yazid, “Aku bertanya kepada Aisyah radiyallahu ‘anha bagaimana Rasulullah melakukan shalat malam?” Aisyah berkata, “Beliau tidur agak awal kemudian bangun di tengah malam. Kalau beliau punya keperluan kepada istrinya, beliau laksanakan. Dan ketika mendengar adzan, beliau bangun. Kalau junub, beliau mandi lalu bergegas ke masjid.’” (H.R. Bukhari)
Jika shalat malam (sunnah) sendirian bukan main lamanya, namun kalau shalat fardhu berjama’ah di masjid, beliau mempercepat shalatnya karena beliau memahami keadaan makmumnya yang beragam dan beliau tidak ingin mempersulit mereka. Berkata Hudzaifah ibnul Yaman, “Aku pernah shalat bersama Rasulullah (shalat malam). Beliau membaca surat al-Baqarah, lalu rukuk ketika sampai pada ayat yang keseratus. Lalu beliau bangun dan menamatkannya pada raka’at yang kedua. Kemudian beliau bangun lagi dan membaca Ali Imran, lalu an-Nisaa’. Kalau ada ayat tasbih, beliau bertasbih. Kalau membaca ayat do’a, beliau berdo’a. Lalu beliau rukuk lama sekali, seakan-akan sama dengan satu raka’at, lalu bangun dan diam agak lama. Kemudian beliau sujud lama sekali, hampir sama dengan bangunnya.” (H.R. Bukhari)
Setelah Fajar Menyingsing
Lalu malam pun berlalu, cahaya fajar mulai membuka lembaran hari. Setelah shalat Shubuh berjama’ah, Rasulullah duduk berdzikir sampai matahari terbit. Kemudian beliau shalat lagi dua raka’at. Inilah yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah, bahwa beliau belum beranjak dari dzikirnya sampai terbitnya matahari. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas, Nabi Muhammad bersabda,
Barangsiapa shalat Shubuh berjama’ah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sampai terbitnya matahari, kemudian shalat dua raka’at, maka dia mendapat pahala haji dan umrah. Sempurna, sempurna, sempurna.” (H.R. Muslim)
Ketika pagi beranjak siang dan matahari sudah mulai menampakkan wajahnya dan sinarnya sudah menyapa wajah-wajah penduduk Madinah, itulah waktu dhuha. Waktu memulai segala aktivitas dunia, waktu kerja dan beramal shaleh, waktu memeras keringat dan membanting tulang. Rasulullah menggunakan waktu ini untuk menerima tamu (utusan), mengajar, dan bersilaturahmi. Aisyah ditanya, “Apakah Rasulullah selalu shalat dhuha?” Jawabnya, Ya. Sebanyak 4 raka’at, dan beliau menambah lagi berapa saja yang beliau mau.” (H.R. Muslim)
Pernah Nabi Muhammad berpesan kepada Abu Hurairah yang kemudian diceritakannya kepada kita,
Kekasihku Rasulullah berwasiat kepada kita tentang tiga perkara: Pertama, berpuasa tiga hari dalam setiap bulan. Kedua, shalat 2 raka’at dhuha. Ketiga, hendaklah shalat witir sebelum tidur.” (H.R. Tirmidzi)
Shalat Sunnah Nawafil
Di rumah yang penuh dengan bunga-bunga keimanan, ibadah, dan dzikir, Nabi Muhammad berpesan agar rumah kita selalu dihiasi dengan shalat sunnah.
Shalatlah kamu di rumah, jangan jadikan rumahmu seperti kuburan.(H.R. Bukhari)
Berkata Ibnul Qayyim, “Rasulullah selalu melakukan shalat sunnah di rumahnya, termasuk shalat sunnah mutlak, terutama shalat sunnah setelah maghrib. Karena belum pernah ada riwayat yang mengatakan bahwa beliau melakukannya di masjid. Mengerjakan shalat sunnah di rumah mempunyai beberapa faedah. Di antaranya adalah: mengikuti jejak Rasulullah sebagai saran efektif untuk mendidik anak dan keluarga agar mendirikan shalat, mengusir setan dan jin karena setan sangat benci kepada rumah yang di dalamnya ada orang yang shalat dan membaca Al-Qur’an serta berdzikir, dan yang terakhir menghindari riya (ingin dipuji), dan tidak ikhlas.


Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim (2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insani
referensi blog: www.lampuislam.blogspot.com 

Minggu, 24 Januari 2016

Kisah Seorang Hafiz Qur'an yang Diajak Berzina Gadis Cantik



Kisah ini terjadi pada seorang pemuda di kota Jeddah beberapa tahun yang lalu. Dia seorang muadzin di sebuah masjid dan seorang hafiz Quran. Pemuda ini dikenal karena kepribadian dan akhlaqnya yang baik.

Pada suatu hari Jumat, sebelum matahari menyingsing setelah shalat Subuh, dia pergi ke rumah kakek-neneknya di sebuah desa dekat kotanya. Dia pergi bersama dengan teman-temannya dengan tujuan untuk membagi-bagikan kurma kepada fakir-miskin, dan juga membagikan buku-buku dan kaset-kaset dakwah disana. Setelah tugas mereka selesai, teman-temannya kembali pulang sementara dia tetap di rumah kakek-neneknya.
Ketika tiba waktunya tidur, pemuda ini ingin tidur di ruang tamu, tapi kakeknya menyuruhnya untuk tidur di ruang belakang sehingga tidurnya lebih nyenyak, dan dia bisa bangun untuk shalat Subuh. Pemuda ini pun pergi ke ruang di belakang rumah, menggelar matrasnya, berdzikir sejenak, lalu tidur. Di rumah itu juga bekerja seorang pembantu berparas cantik. 

Saat lewat jam dua dini hari, si pemuda berkata, “Aku merasa pintu ruanganku terbuka dan tertutup beberapa kali, tapi aku tidak terlalu memperhatikannya. Kupikir aku sedang bermimpi dan belum sepenuhnya terbangun. Kemudian, tiba-tiba aku merasa ada orang yang berbaring di sampingku, memelukku, dan mulai menciumku dari belakang.” Jadi si pemuda langsung bangun dari kasurnya, mendorong gadis itu dengan tenaganya, dan menampar wajah gadis itu. Secepat mungkin si pemuda langsung memakai pakaiannya, dan langsung bergegas keluar rumah menuju masjid. Dia sangat ketakutan dan terus duduk di masjid sambil menangis hingga adzan Subuh. Pagi pun datang menjelang, lalu pemuda ini pulang dan memberitahu kakeknya atas apa yang terjadi. Lalu kurang dari seminggu gadis pembantu itu dipecat.
Seseorang yang menceritakan kisah ini kepada saya berkata: “Kemudian aku melihat temanku (pemuda tersebut) jadi sering muram setelah kejadian ini, karena betapa besarnya situasi yang dialaminya, dan karena rasa takutnya yang besar kepada Allah. Aku bertanya padanya, dan terus-menerus bertanya, sampai dia memberitahuku tentang kisah ini dan menyuruhku berjanji agar tidak menceritakan ini pada siapapun.”
Orang yang mengisahkan ini berkata pada saya, “Demi Allah aku tidak menceritakannya kecuali karena ada hikmah dibaliknya. Aku menganggap dia sebagai salah seorang dari tujuh orang yang akan dinaungi Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu seorang pria yang diajak berzina wanita cantik dan berstatus tinggi, namun dia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut pada Allah!’”
Bayangkanlah apabila anda yang ada di posisinya dan menerima ujian ini. Bayangkanlah diri anda ada diuji seberat ini! Tidak ada yang melihat atau mendengar anda kecuali Dia yang Maha Melihat dan Mendengar. Jadi apakah anda akan membuat-Nya menjadi saksi atas perbuatan dosa yang anda lakukan? Masya Allah! Dia menangis semalaman di masjid setelah berhasil menjaga keimanannya pada kejadian itu, sementara banyak orang lain yang tertawa dan menunggu-nunggu kesempatan seperti ini. Mereka tertawa, tetapi demi Allah, mereka akan menangis dan menyesali perbuatan mereka di akhirat nanti. Akhir kata, saya mendo’akan semoga Allah selalu menjaga anda!
Lihat videonya:  Seorang Penghafal Quran yang Diajak Berzina Gadis Cantik
Referensi: www.lampuislam.blogspot.com 
page facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi