Kamis, 06 Agustus 2015

Penghalang Seseorang Masuk Surga


Oleh: Drs. H. Ahmad Yani  ||  Email: ayani_ku@yahoo.co.id
Setiap muslim pasti ingin memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat, karenanya hal ini selalu dipanjatkan dalam do’anya setiap hari. Kebahagiaan di akhirat berarti seseorang dimasukkan ke dalam surga oleh Allah Swt. Namun keinginan saja ternyata belum cukup, setiap orang harus berusaha untuk bisa masuk ke dalamnya dan usaha itu harus dilakukan sekarang dalam kehidupan di dunia ini.
Di antara usaha yang harus dilakukan dalam kehidupan di dunia ini agar bisa masuk ke dalam surga adalah dilepaskan atau dibuangnya berbagai penghalang sehingga perjalanan menuju surga bisa menjadi lancar. Penghalang yang harus disingkirkan itu disebutkan dalam Al-Qur’an dan Al Hadits yang akan kita bahas melalui tulisan yang singkat ini.

1. Syirik Kepada Allah
Syirik kepada Allah Swt adalah menganggap atau menjadikan selain Allah Swt sebagai Tuhan, ini merupakan syirik yang besar sehingga pelakunya bisa dinyatakan kafir, keluar dari Islam (murtad). Seandainya sebelum itu dia melakukan amal yang shaleh, maka terhapuslah nilai amalnya itu.  Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih sendiri berkata: Hai bani israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan surga kepadanya, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolongpun.” (Qs. 5:72).
Disamping itu ada pula syirik yang kecil, yang meskipun tidak sampai membuat pelakunya disebut kafir, namun tetap berbahaya, yakni riya atau mengharapkan pujian dari amal shaleh yang dilakukan seseorang. Bila hal ini selalu dilakukan dalam amal, maka seseorang bisa jadi tidak masuk surga karena masuk surga harus dengan bekal amal shaleh yang banyak, sedangkan orang ini tidak punya nilai dari amal shalehnya karena terhapus dengan riya. Itu sebabnya Rasulullah Saw sangat khawatir bila umatnya memiliki sifat riya, beliau bersabda:
ِانَّ اَخْوَفَ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمْ اَلشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ. قَالُوْا: وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟. قاَلَ: اَلرِّيَاءُ
Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik yang kecil. Sahabat bertanya: “apakah syirik yang kecil itu ya Rasulullah?”. Rasulullah menjawab: “Riya.” (HR. Ahmad).
Termasuk syirik kepada Allah adalah mempercayai perdukunan, ramalan-ramalan nasib, tahayyul, jimat, sihir, jampi-jampi yang tidak berdasar, kepercayaan-kepercayaan yang tidak sesuai dengan aqidah Islam dan sebagainya.
2. Sombong
Kesombongan merupakan sifat yang sangat tercela, hal ini karena manusia dengan segala kelemahan dan kekurangannya tidak pantas berlaku sombong. Hanya Allah yang Maha berkuasa, Maha kaya, Maha tahu, dan sebagainya yang pantas berlaku sombong. Karena itu, Allah Swt menutup pintu surga bagi orang-orang yang sombong, Rasulullah s.a.w bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذََرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ.
Tidak masuk surga orang yang di dalam hati ada kesombongan meskipun hanya sebiji sawi.” (HR.Muslim).
Disamping itu, Allah Swt lebih murka lagi kepada orang menyombongkan diri dengan dosa yang dilakukannya atau bangga dengan dosanya, hal ini membuat ia semakin sulit untuk bisa masuk ke dalam surga sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya:
Sesungguhnya orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri kepadanya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk ke dalam surga hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” (Qs. 7:40).
Kesombongan menjadi penghalang untuk bisa masuk surga karena memang sangat berbahaya bagi manusia, khususnya orang yang memiliki sifat tersebut. Paling tidak, ada empat bahaya sifat sombong.
Pertama, Merasa menjadi orang yang paling baik dan benar sehingga ia menjadi orang yang mau menang sendiri. Ini bermula karena ia memiliki kelebihan-kelebihan, namun ia tidak melihat bahwa banyak orang yang memiliki kelebihan lebih hebat dari kelebihan yang dimilikinya.
Kedua, Tidak senang ketika diberi saran, hal ini karena ia sudah merasa sempurna, tidak punya kekurangan. Apalagi bila kesombongan itu tumbuh karena usianya yang sudah tua dengan segudang pengalaman, ia akan menyombongkan diri kepada orang yang muda, atau sombong karena ilmunya banyak dengan gelar kesarjanaan di depan dan di belakang namanya, maka akan berlaku sombong kepada orang yang tidak lebih tinggi pendidikannya. Kalau saran saja sudah tidak mau diterimanya, apalagi kritik.
Ketiga, Tidak senang terhadap kemajuan yang dicapai orang lain, hal ini karena apa yang menjadi sebab dari kesombongannya akan tersaingi oleh orang itu yang menyebabkan dia tidak bisa lagi berlaku sombong, karenanya orang seperti ini biasanya menjadi iri hati (hasad) terhadap keberhasilan, kemajuan dan kesenangan yang dialami orang lain, bahkan kalau perlu menghambat dan menghentikan kemajuan itu dengan cara-cara yang membahayakan seperti memfitnah, mengembangkan permusuhan, hingga pembunuhan.
Keempat, Menolak kebenaran meskipun ia meyakininya sebagai sesuatu yang benar, hal ini difirmankan Allah Swt di dalam Al-Qur’an:
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (Qs. 27:14).
3. Memutuskan Persaudaraan
Pada dasarnya, manusia itu adalah makhluk yang bersaudara dengan sesamanya, karenanya jangan sampai tergadi kebencian dan permusuhan tanpa alasan yang bisa dibenarkan, apalagi bagi orang yang memiliki kesamaan iman terutama bila yang sesama mu’min itu memiliki ikatan persaudaraan dalam nasab atau keturunan. Karenanya bila terjadi pemutusan hubungan persaudaraan dalam nasab, maka Allah Swt amat menyayangkan hal itu sehingga Dia yang menjadi pemilik surga tidak akan memasukkan orang yang memutuskan persaudaraan. Rasulullah Saw bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
Tidak masuk surga orang yang memutuskan, yakni memutuskan silaturahim (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Tidak dimasukkannya orang yang memutuskan silaturahim ke dalam surga karena Allah Swt sangat murka sehingga laknat-Nya akan turun kepada mereka, hal ini dinyatakan dalam firman Allah Swt:
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (Qs. 47:21-23).
Karena hubungan persaudaraan yang berasal dari satu rahim ibu harus disambung dan diperkokoh, maka siapa saja yang memutuskannya akan mendapatkan kutukan dari Allah Swt. Dan bagaimana mungkin orang yang mendapatkan kutukan Allah bisa masuk ke dalam surga? Allah Swt berfirman:
Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (silaturrahim) dan mengadakan kerusakan di muka bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (neraka).” (Qs. 13:25).
Oleh karena itu, orang yang memutuskan silaturahim dimasukkan oleh Allah ke dalam kelompok orang yang fasik dan mereka akan menjadi orang-orang yang rugi, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini terdapat dalam firman Allah Swt:
Dan tidak ada yang disesatkan kecuali orfang-orang yang fasik, (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya (silaturrahim) dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Qs 2:26-27)
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa manakala kita ingin masuk ke dalam surga, maka segala rintangan yang menghalangi harus bisa kita singkirkan.
Sumber: eramuslim.com

Kisah Nyata Tentang Orang-orang Yang Tahu Kapan Mereka Mati



Kita yakin kematian akan datang, baik Muslim maupun non-Muslim. Apakah anda pernah melihat orang yang tidak percaya adanya kematian? Tapi cara kita menghadapi kematian, menurut Hassan al-Basri, kita seakan-akan seperti meragukan kematian. Aku menginginkan agar diberitahu kapan akan mati sebelum ajal menjemputku.

Saudaraku, anda bisa saja menjadi orang yang sangat miskin, tapi jika anda taat kepada Allah, Allah akan memberitahu anda kapan anda akan mati sebelum kematian anda menghampiri. Aku akan menceritakan pada anda sebuah kejadian yang baru terjadi setahun yang lalu. Di Inggris Utara, ada seorang Muslim bernama Shazad.  Dia seorang kakek berumur 89 tahun yang hidup seorang diri. Pada suatu hari, dia menelpon keluarganya dan berkata “Baru saja, ada seseorang yang masuk ke dalam rumahku tanpa mengetuk pintu. Orang itu bilang padaku bahwa dia adalah malaikat maut. Dan dia menanyaiku apakah ada hal terakhir yang ingin kulakukan sebelum meninggalkan dunia ini? Dan aku berkata padanya bahwa aku ingin berwudhu dan shalat dua raka’at.” Jadi dia berwudhu, shalat dua raka’at, melakukan salam, dan dia tidak melihat orang itu lagi dalam rumahnya. Orang itu bagaikan menghilang tanpa jejak dan tanpa suara. Anggota keluarga dari kakek ini berpikir bahwa dia sudah gila. Mereka pun membawa si kakek pulang ke rumah mereka. Tepat setelah tiga hari dia pun meninggal.
Subhanallah, ada insiden lainnya. Ada seorang Muslim di London Utara yang bercerita padaku tentang ayahnya. Ayahnya adalah seorang syekh. Dia shalat Jumat di masjid di Bangladesh. Aku mengenal si pencerita selama bertahun-tahun, jadi aku sangat percaya padanya. Dia ber’itikaf bersamaku hampir tiap tahun. Dia bercerita bahwa ayahnya pergi ke masjid untuk Jumatan. Kemudian beliau berkata kepada jama’ah “Wahai hadirin. Jika aku pernah menyakiti siapapun, tolong maafkan aku, karena inilah hari terakhir hidupku.” Para jama’ah pun keheranan. Kemudian beliau pergi ke kuburan dan berkata pada orang-orang “Ketika aku meninggal, tolong kuburkan aku disini.” Dia pulang ke rumahnya, mengelilingi rumah dan tanahnya, lalu berkata “Inilah terakhir kalinya aku melihat rumahku.” Dan malam itu dia meninggal. Ketika kita mendengar kisah orang-orang shaleh, kita menginginkan kematian yang sama atau lebih baik daripada mereka.
Misalnya, Maulana Sa’id Ahmad Khan meninggal pada tahun 1999. Dia meninggal di bulan Ramadhan. Dia meninggal pada 10 malam terakhir. Dia meninggal pada tanggal 27 Ramadhan. Dia meninggal di Madinah Munawwarah. Dia meninggal di Masjid Rasulullah s.a.w. Dia meninggal saat shalat Tahajjud. Dan dia meninggal ketika bersujud. Subhanallah! Benar-benar cara berpulang kepada Allah sangat baik.
Allah memberikan kematian seperti ini kepada orang-orang beriman. Dia menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada kita. Kematian orang-orang shaleh sangat kontras sekali dengan kematian orang-orang yang dzalim. Allah s.w.t berfirman tentang kematian orang-orang dzalim dalam ayat berikut:
(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang yang zalim berada dalam kesakitan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata), “Keluarlah nyawamu.” Pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. Dan kamu benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mula-mulanya, dan apa yang telah Kami karuniakan kepadamu kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia). Kami tidak melihat pemberi syafaat (pertolongan) yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu (bagi Allah). Sungguh, telah terputuslah (semua pertalian) antara kamu dan telah lenyap dari kamu apa yang dahulu kamu sangka (sebagai sekutu Allah).(Qs. 6:93-94)
Semoga kita semua meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Aamiin.