Jumat, 21 Agustus 2015

3 Manfaat Besar Berkunjung ke Website Islam



Tahukah Anda jika ada web Islam, ada manfaat besar bagi maslahat dunia dan akhirat Anda? Berikut beberapa yang kami sebutkan, walau kami yakin masih ada manfaat lainnya.
Pertama: Waktu lebih mendapat manfaat dengan siraman rohani pada hati yang bisa menambah iman dan benarnya amalan, sehingga tidak nyasar ke situs maksiat, pornografi, judi dan semacamnya.
Dalam hadits disebutkan,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Kalau berkunjung ke selain web Islam apalagi bukan suatu tujuan penting, yang ada hanyalah kesia-siaan. Padahal waktu begitu berharga. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al Fawa-id berkata,
اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا
“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”
Ingat pula jika waktu tidak disibukkan dalam kebaikan pasti akan disibukkan dalam hal yang sia-sia. Imam Syafi’i pernah mendapat nasehat,
الوقت كالسيف فإن قطعته وإلا قطعك، ونفسك إن لم تشغلها بالحق وإلا شغلتك بالباطل
“Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan, pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia.” Lihat Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim, 3: 129.
Kedua: Mengunjungi web Islam akan menambah iman karena yang dibaca bukan berita manusia yang kadang beritanya tidak jelas kebenarannya, namun yang dibaca adalah wahyu ilahi berupa Al Qur’an dan hadits.
Keadaan hati yang menerima wahyu seperti yang disebutkan dalam hadits berikut,
Dari Abu Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ
Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah.
Ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak.
Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya.
Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari no. 79 dan Muslim 2282).
Ibnul Qoyyim –rahimahullah– mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan ilmu (wahyu) yang beliau bawa dengan hujan karena ilmu dan hujan adalah sebab adanya kehidupan. Hujan adalah sebab hidupnya jasad. Sedangkan Ilmu adalah sebab hidupnya hati. Hati sendiri dimisalkan dengan lembah. Sebagaimana hal ini terdapat pada firman Allah Ta’ala,
أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya.” (QS. Ar Ro’du: 17).” (Zaadul Muhajir, hal. 37)
Ketiga: Tidak ada lagi tempat bertanya pada ahlu ilmu.
Karena kita diperintahkan untuk bertanya pada orang berilmu,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui” (QS. Al Anbiya’: 7).
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
إنما الفقيه من يخشى الله
“Orang yang faqih (berilmu) adalah yang takut pada Allah.” (Dinukil pula dari Talbisul Iblis karya Ibnul Jauzi).
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Sudah dimaklumi bahwa kata ulama jika disebut dalam Al Qur’an dan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka yang dimaksud adalah ulama yang mengenal Allah dan syari’at-Nya. Mereka itulah yang mengambil ilmu dari Al Qur’an dan As Sunnah. Juga mereka mengambil ilmu dari kaedah yang menjelaskan perihal syari’at. Inilah yang dimaksud dengan ulama jika disebut dalam Al Qur’an dan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam atau disebut dalam perkataan ulama syari’at lainnya.“ (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 23: 197)
Cukup perkataan Al Hasan Al Bashri dan keterangan Syaikh Ibnu Baz di atas menjadi isyarat pada kita manakah ulama yang pantas dijadikan rujukan dalam bertanya, manakah yang bukan.
Semoga waktu kita tidak tersia-siakan saat di dunia maya, moga dimudahkan menggali ilmu lewat website Islam. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Sumber Rumaysho.Com
Page Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi

Kamis, 20 Agustus 2015

6 Tips Mencari Kerja



Ada beberapa tips yang moga bermanfaat bagi Anda yang sedang mencari kerja.

1- Pahamilah, Setiap Jiwa Tidak Akan Mati Sampai Rezekinya Sempurna

Ingat, setiap jiwa tidak akan mati sampai rezekinya sempurna. Kalau sudah ada jaminan demikian, setiap yang bekerja teruslah bekerja, jangan khawatir dengan jatah rezekinya.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رُوْحَ القُدُسِ نَفَثَ فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا ، فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ ، وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ اِسْتَبْطَاءَ الرِّزْقُ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِي اللهَ ؛ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُدْرِكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
Sesungguhnya ruh qudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8: 166, hadits shahih. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah no. 2866).
Dalam hadits di atas diperintahkan untuk mencari rezeki dengan cara yang halal. Janganlah rezeki tadi dicari dengan cara bermaksiat atau dengan menghalalkan segala cara. Kenapa ada yang menempuh cara yang haram dalam mencari rezeki? Di antaranya karena sudah putus asa dari rezeki Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.

2- Cari Pekerjaan yang Halal, Jauhi yang Haram

Dalam mencari pekerjaan berusalah untuk menyeleksi pekerjaan. Carilah yang halal dan jauhilah yang haram. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Jika cara yang ditempuh adalah cara yang halal, tentu akan berpengaruh pada ampuhnya do’a. Sebaliknya, yang ditempuh adalah cara yang tidak halal, lihat saja bagaimana akibat buruknya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim no. 1015)
Yusuf bin Asbath berkata,
بَلَغَنَا أنَّ دُعَاءَ العَبْدِ يَحْبِسُ عَنِ السَّمَاوَاتِ بِسُوْءِ المطْعَمِ
“Telah sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”
Lihatlah para salaf sangat memperhatikan apa yang mereka masukkan dalam perutnya. Ada yang bertanya kepada Sa’ad bin Abi Waqqash,
تُسْتَجَابُ دَعْوَتُكَ مِنْ بَيْنَ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ؟ فَقَالَ : مَا رَفَعْتُ إِلَى فَمِي لُقْمَةً إِلاَّ وَأَنَا عَالِمٌ مِنْ أَيْنَ مَجِيْئُهَا ، وَمِنْ أَيْنَ خَرَجَتْ
“Apa yang membuat do’amu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya?” “Aku tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan aku mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar,” jawab Sa’ad.
Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيْبَ اللهُ دَعْوَتَهُ ، فَلْيُطِبْ طُعْمَتَهُ
“Siapa yang berharap do’anya dikabulkan oleh Allah, maka perbaikilah makanannya.” (Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 275-276)

3- Cari Berkah dalam Pekerjaan, Bukan Besarnya Gaji

Ada sahabat yang pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)
Kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa para sahabat tidak bertanya manakah pekerjaan yang paling banyak penghasilannya. Namun yang mereka tanya adalah manakah yang paling thoyyib (diberkahi). Sehingga dari sini kita tahu bahwa tujuan dalam mencari rezeki adalah mencari yang paling berkah, bukan mencari manakah pekerjaan yang penghasilannya paling besar. Karena penghasilan yang besar belum tentu berkah. Demikian penjelasan berharga dari Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al Fauzan dalam Minhatul ‘Allam, 6: 10.
Pekerjaan yang gajinya besar pun kadang sampai melalaikan dari ibadah seperti shalat. Sungguh mengkhawatirkan.

4- Jauhkan Diri dari Pekerjan Meminta-Minta

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari no. 1474 dan Muslim no. 1040)
Dari Hubsyi bin Junadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
Barangsiapa meminta-minta padahal dirinya tidaklah fakir, maka ia seakan-akan memakan bara api.” (HR. Ahmad 4: 165. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)
Perlu dipahami bahwa hanya tiga orang yang diperbolehkan meminta-minta sebagaimana disebutkan dalam hadits Qabishah, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاَثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا
Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk tiga orang:
(1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya,
(2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan
(3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya berkata, ‘Si fulan benar-benar telah tertimpa kesengsaraan’, maka boleh baginya meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup.
Meminta-minta selain ketiga hal itu, wahai Qabishah adalah haram dan orang yang memakannya berarti memakan harta yang haram.” (HR. Muslim no. 1044)
Patut dipahami bahwa orang miskin yang sebenarnya adalah seperti yang disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah berikut, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِى تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ ، وَلَكِنِ الْمِسْكِينُ الَّذِى لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِى أَوْ لاَ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا
Namanya miskin bukanlah orang yang tidak menolak satu atau dua suap makanan. Akan tetapi miskin adalah orang yang tidak punya kecukupan, lantas ia malu atau tidak meminta dengan cara mendesak.” (HR. Bukhari no. 1476). Orang miskin berarti bukan pengemis. Orang miskin adalah yang sudah bekerja, namun tetap belum mencukupi kebutuhan pokoknya.

5- Cari Pekerjaan yang Tidak Menyengsarakan Orang Lain

Ada salah satu pekerjaan yang terlarang yaitu menimbun barang sehingga mematikan stok barang di pasaran, terutama untuk barang kebutuhan pokok yang diperlukan masyarakat banyak. Dalam hadits disebutkan,
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa.” (HR. Muslim no. 1605).
Apa hikmah terlarangnya menimbun barang?
Imam Nawawi berkata, “Hikmah terlarangnya menimbun barang karena dapat menimbulkan mudarat bagi khalayak ramai.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 43).
Namanya orang yang berutang, rata-rata adalah rakyat kecil atau mereka memang orang yang butuh. Apakah pantas orang yang butuh semacam itu disengsarakan? Rata-rata pula orang bisa stress dan bahkan bisa gantung diri hanya karena tumpukan utang pada para rentenir. Karena prinsip utang di zaman ini hanyalah untuk mencari untung. Dan itu menyengsarakan rakyat jelata sama halnya menimbun barang yang penulis singgung di atas.
Bahkan di tempat kami di Gunungkidul, rata-rata yang gantung diri atau bunuh diri adalah karena masalah utang yang berat yang mesti dilunasi di rentenir. Bahkan tingkat bunuh diri di Gunungkidul dapat dibilang sangat tinggi. Sebab utama karena masalah ekonomi yaitu numpuknya utang. Bank saat ini tak jauh dari kerjaan para rentenir walau mungkin bunganya lebih ringan. Tetapi riba tetap haram tak pandang ringannya. Karena para ulama menyepakati, “Setiap utang piutang yang di dalamnya meraup keuntungan (ada manfaat yang diambil), maka itu adalah riba.”

6- Banyak Do’a Supaya dapat Rezeki yang Halal

Tanpa do’a dan tanpa banyak memohon pada Allah, kita sulit mendapatkan yang halal. Hanya dengan banyak terus memohon pada Allah, kita akan dipermudah untuk raih yang halal.
Cobalah terus meminta pada Allah untuk mendapatkan pekerjaan yang halal sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan berikut ini,
اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Allahumak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa agh-niniy bi fadhlika ‘amman siwaak”
[Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu] (HR. Tirmidzi no. 3563, hasan menurut At Tirmidzi, begitu pula hasan kata Syaikh Al Albani)
Share tulisan ini jika menarik. Moga membuka hati yang lain.

Naskah Khutbah Jumat di Masjid Baiturrahim, Klampok, Purwosari, Gunungkidul
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber:  Rumaysho.Com
Page Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi

Menyiramkan Pasir pada Wajah Orang yang Memuji



Segala puji hanyalah milik Allah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Ada suatu adab yang penah Rumaysho.com bahas yaitu tentang larangan memuji orang lain di hadapannya. Di antara alasan tidak dibolehkan hal ini adalah karena akan membuat orang lain itu ujub dan sombong. Di samping itu ada adab yang diajarkan kala orang lain memuji kita di hadapan kita, yaitu sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Ma’mar berikut ini.
Dari Abu Ma’mar, ia berkata, “Ada seorang pria berdiri memuji salah seorang gubernur. Miqdad [ibnul Aswad] lalu menyiramkan pasir ke wajahnya dan berkata,
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ نَحْثِىَ فِى وُجُوهِ الْمَدَّاحِينَ التُّرَابَ.
Kami diperintahkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji.” (HR. Muslim no. 3002). Imam Nawawi membuat judul Bab ‘Larangan memuji orang lain secara berlebihan dan dikhawatirkan menimbulkan fitnah bagi yang dipuji’.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
Menurut Miqdad yang meriwayatkan hadits tersebut, hadits ini diamalkan secara tekstual. Sebagian ulama ada yang mengamalkan demikian. Jika ada yang memuji di depan wajahnya, maka mereka melemparkan debu di wajahnya sesuai hakekat hadits tersebut. Sedangkan ulama lainnya memaknakan hadits ‘menyiramkan pasir’ bahwa pujian mereka itu ditolak mentah-mentah dan tidak kita terima. Ada pula pandapat lain yang mengatakan bahwa jika kalian dipuji, maka ingatlah bahwa kalian itu berasal dari tanah, maka bersikaplah tawadhu’ (rendah diri) dan janganlah merasa ujub (bangga diri). Namun tafsiran terakhir ini lemah. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 18/128)
Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan perkataan Ibnu Baththol rahimahullah,
“Yang dimaksud hadits tersebut adalah bagi siapa yang memuji orang lain dan pujian itu tidak ada pada orang yang dipuji. Pujian ini juga terlarang jika tidak aman dari ujub (menyombongkan diri) bahwa kedudukan orang yang dipuji memang seperti pujian itu. Maka pujian ini hanyalah menyia-nyiakan amalan dan terlalu membebani diri dengan sifat pujian yang diangkat. ‘Umar berkata, “Pujian bagaikan sembelihan”. Adapun jika memuji orang yang benar-benar pujian ada pada dirinya, maka seperti itu tidak terlarang. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah dipuji dalam hal sya’ir dan khutbah beliau, namun beliau tidak menyiram pasir di hadapan orang yang memuji.” (Fathul Bari, 10/477)
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pujian yang terlarang adalah:
  1. Pujian yang berlebihan.
  2. Pujian yang mengandung sifat yang tidak ada pada diri orang yang dipuji.
  3. Pujian yang menimbulkan fitnah (timbul ujub, menyombongkan diri) pada orang yang dipuji.
Namun sebisa mungkin kita menghindari pujian di hadapan orang lain. Adapun kalau pujian tersebut tidak di hadapann orang yang dipuji dan itu benar ada padanya, maka tidak ada masalah.
Dalil bolehnya memuji orang lain selama tidak menimbulkan fitnah (sikap sombong) adalah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَ الرَّجُلُ أَبُو بَكْرٍ نِعْمَ الرَّجُلُ عُمَرُ نِعْمَ الرَّجُلُ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ نِعْمَ الرَّجُلُ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ نِعْمَ الرَّجُلُ ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ نِعْمَ الرَّجُلُ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ نِعْمَ الرَّجُلُ مُعَاذُ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْجَمُوحِ
Sebaik-baik pria adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu’adz bin Jabal dan Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh.” (HR. Tirmidzi no. 3795 dan Ahmad 2/419. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Semoga pelajaran singkat di malam ini bermanfaat dan moga Allah senantiasa memberikan kita taufik untuk mengikuti teladan Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wallahu waliyyut taufiq. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Walhamdulillahi robbil ‘alamin.

@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 19 Dzulqo’dah 1432 H (17/10/2011)
Sumber:  www.rumaysho.com
Page Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi

Biar Tidak Merasa di Atas Ketika Dipuji


Bagaimana biar kita ketika dipuji oleh orang tidak merasa di atas angin atau biar tidak sombong?
Salah satu caranya, coba renungkan dan simak perkataan ulama berikut ini.
Ada yang menanyakan pada Yahya bin Mu’adz, “Kapan seorang hamba disebut berbuat ikhlas?” “Jika keadaanya mirip dengan anak yang menyusui. Cobalah lihat anak tersebut dia tidak lagi peduli jika ada yang memuji atau mencelanya”, jawab Yahya.
Ada yang berkata pada Dzun Nuun Al Mishri rahimahullah, “Kapan seorang hamba bisa mengetahui dirinya itu ikhlas?” “Jika ia telah mencurahkan segala usahanya untuk melakukan ketaatan dan ia tidak gila pujian manusia”, jawab Dzun Nuun.
Coba pula lihat perkataan Ibnu ‘Atho’ dalam hikam-nya. Beliau berkata, “Ketahuilah bahwa manusia biasa memujimu karena itulah yang mereka lihat secara lahir darimu. Seharusnya engkau menjadikan dirimu itu cambuk dari pujian tersebut. Karena ingatlah orang yang paling bodoh adalah yang dirinya itu yakin akan pujian manusia padahal ia yakin akan kekurangan dirinya.”
Lihatlah bagaimana Ibnu Mas’ud, sahabat yang mulia, namun masih menganggap dirinya itu penuh ‘aib. Ibnu Mas’ud pernah berkata, “Jika kalian mengetahui ‘aibku, tentu tidak ada dua orang dari kalian yang akan mengikutiku”.
Beberapa kiat agar tidak merasa di atas angina ketika dipuji oleh orang lain, bisa kami ringkaskan dari perkataan ulama di atas sebagai berikut.
  • Harus yakin nikmat itu dari Allah, bukan dari usaha manusia
  • Banyak lihat kekurangan diri daripada kelebihan
  • Tidak terlalu memperhatikan pujian atau celaan
  • Ada pujian atau tidak, keadaannya sama saja
  • Tidak mengharap pujian berikutnya, yang harap selalu pahala
  • Amalkan doa Abu Bakr Ash-Shiddiq

Ketika dipuji, Abu Bakr berdo’a,
اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.
[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, 4: 228, no.4876. Lihat Jaami’ Al-Ahadits, Jalaluddin As-Suyuthi, 25: 145, Asy Syamilah)
Sebagaimana disebutkan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Al-Auza’i mengatakan bahwa ketika seseorang dipuji oleh orang lain di hadapan wajahnya, maka hendaklah ia mengucapkan do’a di atas.
Disebutkan pula oleh sebagian salaf bahwa jika seseorang dipuji di hadapannya, maka hendaklah ia bertaubat darinya dengan mengucapkan do’a yang serupa. Hal ini disebutkan pula oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman.
Disebutkan pula dalam Adab Al-Mufrod karya Imam Al Bukhari mengenai hadits di atas ketika beliau sebutkan dalam Bab “Apa yang disebutkan oleh seseorang ketika ia disanjung.”
Begitu pula disebutkan dalam kitab Hilyah Al-Awliya’ karya Abu Na’im Al-Asbahaniy bahwa ketika seseorang dipuji di hadapannya, hendaklah ia mengingkari, marah dan tidak menyukainya, ditambah membaca do’a di atas.
Semoga bermanfaat.

Referensi:
Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayid bin Husain Al ‘Afani, terbitan Darul ‘Afani, cetakan pertama, 1421 H, hlm. 315-317.


Sumber: Rumaysho.Com
Page Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi

Selasa, 18 Agustus 2015

Nabi Muhammad Disebutkan dalam Kitab Umat Kristen (Bibel)



Ditulis Oleh: Dr. Zakir Naik dari irf.net
Nabi Muhammad (saw) dalam Perjanjian Lama

Semua nubuat yang disebutkan dalam Perjanjian Lama tentang kedatangan Muhammad (saw) di bawah ini berlaku untuk orang-orang Yahudi dan juga berlaku untuk orang-orang Kristen.
1. MUHAMMAD (SAW) dinubuatkan DI KITAB ULANGAN 

Tuhan berbicara kepada Musa di Kitab Ulangan 18:18
"Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya."
Orang-orang Kristen mengatakan bahwa nubuat ini mengacu pada Yesus (Isa as) karena Yesus (Isa as) sama seperti Musa (as). Musa (as) adalah seorang Yahudi, dan Yesus (as) adalah seorang Yahudi. Musa (as) adalah seorang Nabi dan Yesus (as) juga seorang Nabi.
Jika hanya ditetapkan dua persyaratan agar nubuat ini terpenuhi, maka semua nabi dari Bibel yang muncul setelah Musa (as) seperti Salomo (Sulaiman as), Yesaya, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel, Malachi, Yohanes Pembaptis (Yahya as), dll akan memenuhi nubuat ini karena mereka semua adalah orang Yahudi dan merupakan nabi.
Namun sebenarnya, Nabi Muhammad (saw) lah yang cocok memenuhi nubuat ini karena beliau sama seperti Musa (as):
i) Keduanya memiliki ayah dan ibu, sementara Yesus (Isa as) lahir secara mukjizat tanpa seorang ayah. (Matius 1:18, Lukas 1:35 dan Al-Qur'an[3]: 42-47)
ii) Keduanya menikah dan memiliki anak. Yesus (Isa as) menurut Bibel tidak menikah dan tidak punya anak.
iii) Keduanya meninggal di dunia, sementara Yesus (Isa as) telah diangkat hidup-hidup. (Qs. 4: 157-158)
Muhammad (saw) berasal dari saudara-saudara dari Musa (saw) karena bangsa Arab adalah saudara-saudara bangsa Yahudi. Abram (Ibrahim as) memiliki dua putra: Ismael (Ismail as) dan Ishak as. Orang-orang Arab adalah keturunan Ismael (Ismail as) dan orang-orang Yahudi adalah keturunan Ishak (as).
Tuhan berfirman: Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya
Nabi Muhammad (saw) adalah seorang yang buta huruf dan wahyu yang diterimanya dari Allah swt disebarkannya kepada orang-orang dengan kata-kata yang sama persis.
"seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” (Ulangan 18:18)
iv) Keduanya (Muhammad s.a.w dan Musa a.s) selain menjadi nabi juga menjadi pemimpin/raja dari umat mereka masing-masing. Sedangkan Yesus (as) berkata, "Kerajaanku bukan dari dunia ini;." (Yohanes 18:36).
v) Keduanya diterima sebagai nabi oleh orang-orang mereka di masa hidup mereka, tetapi Yesus (as) ditentang oleh umatnya. orang. Yohanes 1:11 menyatakan, "Ia datang kepada milik kepunyaannya, tetapi orang-orang kepunyaannya itu tidak menerimanya."
iv) Keduanya membawa hukum baru dan peraturan baru bagi umat mereka. Sementara Yesus (as) menurut Bibel tidak membawa hukum baru. (Matius 5: 17-18).
2. Disebutkan dalam kitab Ulangan pasal 18:19
   
"Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban."
3. Muhammad (saw) dinubuatkan dalam kitab Yesaya
Berikut ini adalah ayat dalam kitab Yesaya 29:12
"dan apabila kitab itu diberikan kepada seorang yang tidak dapat membaca dengan mengatakan: "Baiklah baca ini," maka ia akan menjawab: "Aku tidak dapat membaca."

Hal ini sama seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al-A’raf[7]: 157 yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad s.a.w bersifat ummi (buta huruf).
"(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi (buta huruf) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka."
Itulah mengapa ketika Malaikat Gabriel (Jibril as) memerintahkan Muhammad (saw) dengan mengatakan “Bacalah!", maka beliau menjawab, "Saya tidak bisa membaca" sama seperti ayat dalam kitab Yesaya 29:12 di atas.

4. Nabi Muhammad (saw) disebutkan namanya dalam Perjanjian Lama
   
Nabi Muhammad (saw) disebutkan namanya dalam Kidung Agung 5:16. Berikut ini adalah Kidung Agung 5:16 dalam bahasa Ibrani beserta terjemahan bahasa Indonesianya:
"Hikko Mamittakim kami kullo Muhammadim Zehdoodeh wa bayna Zehraee Yerusalem."
"Kata-katanya manis semata-mata, segala sesuatu padanya menarik. Demikianlah kekasihku, demikianlah temanku, hai puteri-puteri Yerusalem. "
Dalam bahasa Ibrani, imbuhan “im” ditambahkan untuk menunjukkan penghormatan. Begitu juga imbuhan “im” ditambahkan setelah nama Nabi Muhammad (saw) sehingga dalam ayat di atas menjadi Muhammadim. Dalam Bibel terjemahan bahasa Indonesia kata “Muhammadim” sebagai nama Nabi Muhammad di atas telah diterjemahkan menjadi " segala sesuatu padanya menarik ", tapi dalam Perjanjian Lama bahasa Ibrani, kita bisa melihat nama Nabi Muhammad (saw) ada disana.
5. Nabi Muhammad (saw) dalam Perjanjian Baru

Sebelumnya, mari kita baca ayat Quran berikut:

Al-Qur'an[61]: 6
"Dan (ingatlah) ketika 'Isa ibnu Maryam (Yesus putra Maria) berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata."

Menarik untuk diamati karena dalam ayat di atas, Yesus a.s memberikan kabar tentang kedatangan Nabi Muhammad. Dan apa yang dikatakan Yesus a.s tentang nubuat kedatangan Nabi Muhammad dapat kita temukan dalam ayat-ayat Bibel berikut:
Bibel - Yohanes 14:16
"Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang penolong yang lain, supaya ia menyertai kamu selama-lamanya."
Bibel - Yohanes 15:26
   
"Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. "
Bibel - Yohanes 16:7
   
" Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu."
"Ahmed" atau "Muhammad" yang berarti "orang yang terpuji" atau "yang terpuji" adalah terjemahan dari kata Yunani “Periclytos.” Dalam Yohanes 14:16, 15:26, dan 16: 7, terjemahan bahasa Indonesianya menerjemahkan “Parakletos” menjadi “Penghibur.” Sebenarnya terjemahan yang lebih tepat untuk kata Yunani “Parakletos” adalah “teman yang baik” atau “penasihat.” Parakletos adalah kata Yunani yang berasal dari kata Periclytos. Dengan demikian, Yesus (as) sebenarnya menyebutkan nama Ahmed. Bahkan kata Yunani “Paraclete” mengacu pada Nabi Muhammad (saw) yang merupakan rahmat bagi semua makhluk.
Sebagian orang Kristen mengatakan bahwa Penghibur yang disebutkan dalam nubuat-nubuat ini mengacu pada Roh Kudus. Mereka tidak sadar bahwa dalam ayat di atas (Yohanes 16:7) dikatakan bahwa Yesus (as) harus pergi dahulu barulah Penghibur itu datang. Sementara itu, Bibel menyatakan bahwa Roh Kudus sudah ada di bumi sebelum Yesus (as) lahir, dan ketika Yesus (as) ada di dalam rahim Elizabeth, dan lagi ketika Yesus (as) telah dibaptis, dll. Oleh karena itu nubuat ini dapat dipastikan merupakan nubuat untuk Nabi Muhammad SAW.
4. Bibel - Yohanes 16:12-14
   
"Masih banyak hal yang harus kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila ia datang, yaitu Roh Kebenaran, ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab ia tidak akan berkata-kata dari dirinya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarnya itulah yang akan dikatakannya dan ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan aku, sebab ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya daripadaku."
Roh Kebenaran, yang dibicarakan Yesus dalam ayat ini tidak lain tidak bukan adalah Nabi Muhammad s.a.w.

Referensi: irf.net 

Senin, 17 Agustus 2015

Kisah Abu Lahab dan Istrinya yang Ditakdirkan Masuk Neraka



Siapa yang tidak kenal dengan Abu Lahab? Setiap muslim, tentu akrab dengan nama ini. Dia terkenal bukan karena kebaikannya, melainkan karena kebenciannya yang sangat mendalam kepada Junjungan kita Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya, Islam. Bahkan, secara spesial, Abu Lahab dan Istrinya tercantum di dalam Al-Qur`an sejak permulaan islam disebarkan di tanah suci Mekkah. Allah SWT mengabadikan di dalam Surat Al-Lahab.

Al-Bukhori meriwayatkan dari Ibnu Abbas, suatu ketika Rasulullah SAW pergi ke lembah Al-Batha dan menaiki bukitnya, kemudian berteriak:

يَا صَبَاحَاه
(Wahai manusia, datanglah kemari).

maka orang-orang Quraish pun berkumpul di sekitar Beliau.

Kemudian Beliau berkata:

أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ، أَوْ مُمَسِّيكُمْ أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِّي 
(jika aku katakan kepada kalian semua, bahwa ada musuh yang akan menyerang kalian di waktu pagi dan petang, apakah kalian mempercayaiku?)

“Ya” sahut mereka yang berkumpul.

Kemudian Rasulullah SAW melanjutkan:

فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيد 
(Maka sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang dikirim kepada kalian semua sebelum datangnya azab yang sangat pedih)

Salah seorang dari mereka, yaitu Abu Lahab kemudian berkata: Celakalah engkau Muhammad, Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami semua disini?.

Kemudian Allah SWT menurunkan Surat Al Lahab:

تَبَّتْ يَدَآ أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ – مَآ أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ – سَيَصْلَى نَاراً ذَاتَ لَهَبٍ – وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ – فِى جِيدِهَا >حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ
(Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan dia benar-benar binasa. Tidaklah berguna baginya hartanya dan keturunannya. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala (neraka). Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal)

Abu Lahab adalah salah seorang paman Rasulullah SAW. Nama sebenarnya adalah `Abdul `Uzza bin `Abdul Muttalib. Nama panggilannya adalah Abu `Utaybah. Dia dipanggil Abu Lahab karena wajahnya yang terang dan menyala-nyala.

Ibnu Mas`ud berkata suatu ketika Rasulullah SAW mengajak orang-orang Quraish kepada keimanan, lalu Abu Lahab berkata: “Seandainya apa yang dikatakan keponakanku itu benar, maka aku akan melindungi diriku dari pedihnya azab pada hari kiamat nanti dengan hartaku dan anak-anakku”.

Padahal di dalam surat Al Lahab Allah SWT sudah menyebutkan yang artinya: “Tidaklah berguna hartanya dan keturunannya.”

Abu lahab meninggal karena penyakit. Ia tidak ikut memerangi Nabi saat perang Badar karena sakitnya itu. Sepulangnya orang-orang kafir dari perang Badar dengan membawa kekalahan, sakitnya bertambah parah. Dan ia akhirnya meninggal dengan keadaan sakit yang mengerikan. Diriwayatkan bahwa orang-orang kafir, bahkan teman-teman dan keluarganya enggan mengurus jenazahnya karena keadaan sakitnya yang menjijikkan dan timbul bau busuk dari penyakitnya. Inilah akhir hidup seorang musuh Allah.

Selama tiga hari sejak kematiannya, jasad Abu Lahab dibiarkan tergeletak tanpa ada yang bersedia menguburkan. Para warga tidak berani mendekati jasadnya. Akhirnya karena bau busuk yang kian menjadi, maka digali juga sebuah lubang kubur bagi Abu Lahab. Bangkai Abu Lahab didorong-dorong dengan sebilah kayu sampai masuk lubang.

Tidak hanya itu, prosesi penguburan pun berlangsung secara mengenaskan. Dari jauh warga melempari kuburan Abu Lahab dengan batu hingga mereka yakin betul jasadnya telah tertutup rapat. Ya sebuah tragedi kematian yang lebih hina dari kematian seekor ayam sekalipun.

Sedangkan Istrinya Abu Lahab, yaitu Ummu Jamil yang artinya wanita yang cantik. Tapi julukan ini tidak sesuai dengan perilakunya. Ia setali tiga uang dengan suaminya dalam hal memusuhi Nabi. Ia lebih tepat dinamai wanita yang jelek karena perilakunya yang sangat jelek.

Seringkali pada malam hari Ia memanggul kayu yang berduri untuk diletakkan di jalan-jalan yang biasa dilalui Nabi. Sehingga bila Nabi lewat pada malam hari / subuh, Nabi akan menginjak kayu yang berduri itu sehingga Nabi terluka. Ummu jamil senang kalau Nabi terluka karena menginjak kayu berduri.

Ummu jamil juga suka mengadu domba dan memfitnah supaya orang-orang Makkah membenci Nabi. Karena hal ini, ia dijuluki pembawa kayu bakar. Karena ia suka “membakar” emosi, mengadu domba, dan menimbulkan kebencian orang-orang Makkah pada Islam.

Saat membawa kayu, ia mengikatnya dan melilitkan sebagian talinya pada lehernya. Inilah kebiasaan yang dilakukannya saat membawa kayu berduri untuk mencelakai Nabi. Perilaku buruk inilah yang akhirnya membawanya menemui ajalnya. Ummu jamil meninggal karena tercekik tali yang digunakannya untuk membawa kayu. Kelak di akhirat, ia akan disiksa juga dengan tali. Dinyatakan oleh Allah bahwa di neraka, leher Ummu jamil diikat dengan tali dari api neraka jahannam.

Hal - hal di atas diterangkan oleh Allah dalam surat Al lahab. Salah satu surat pendek dalam Al Quran. Surat ini menunjukkan mukjizat Al Quran, karena dengan tepat memprediksi hal-hal yang belum terjadi saat surat ini diturunkan. Telah dinyatakan bahwa Abu lahab dan istrinya termasuk seorang yang celaka. Maka memang sampai akhir hayatnya, mereka tidak pernah beriman kepada Allah dan Rasulullah, meskipun Rasul selalu mengajak mereka untuk beriman.

Saat surat Al Lahab diturunkan, Ummu jamil marah - marah karena merasa terhina. Ia mendatangi Abu Bakar dan menanyakan di manakah Muhammad. Ummu Jamil marah - marah di depan Abu Bakar sambil membawa batu dan mengancam akan melakukan berbagai hal buruk pada Muhammad.

Ummu jamil menanyakan di manakah Muhammad, padahal saat itu Nabi sedang duduk tepat di samping Abu Bakar. Ummu jamil tidak dapat melihat Nabi karena penglihatannya ditutup oleh Allah sehingga ia hanya melihat Abu Bakar. Padahal Nabi sedang duduk di samping Abu Bakar.

Abu bakar heran kenapa Ummu Jamil menanyakan dimana Nabi (padahal berada di sampingnya), maka Abu bakar bertanya apakah Ummu jamil hanya melihat Abu Bakar dan tidak melihat orang lain di sampingnya? Maka Ummu jamil bertambah marah karena merasa diolok-olok oleh Abu bakar seraya menjawab “Apakah engkau bermaksud menghinaku? Aku tidak melihat siapa - siapa selain kau!” Inilah salah satu mukjizat Nabi. Adalah mudah sekali bagi Allah melakukan hal ini.

Secara umum, ulama berpendapat bahwa surat Al-Lahab di turunkan Allah SWT untuk mencela sekaligus memberikan kepastian informasi bahwa Abu Lahab dan Istrinya kelak pasti akan masuk ke dalam Neraka.

YANG MENARIK adalah surat Al Lahab ini turun disaat Abu Lahab dan Istrinya MASIH HIDUP. Ketika itu, tentu saja ayat ini sering di baca berulang-ulang dan di hafal oleh kaum mukmin sementara Abu Lahab di tengah-tengah mereka dan bisa mendengar ayat ini dibacakan.

Tetapi entah apa yang ada di pikiran Abu Lahab dan Istrinya saat itu. Seandainya dia dan Istrinya memang PINTAR, tentu tahu ada jalan yang paling mudah untuk menghentikan dan membuat dakwah islam mati saat itu juga. Mungkin karena begitu bencinya kepada Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya, sehingga cara termudah menghentikan dakwah islam saat itu tidak pernah terpikirkan olehnya.

Bagaimana tidak? Ketika surat Al-Lahab itu turun, seluruh kaum mukmin saat itu sudah benar-benar meyakini Al-Qur`an sebagai suatu KEBENARAN YANG PASTI, dan ketika itu Al-Qur`an mengabarkan bahwa Abu Lahab dan Istrinya kelak pasti akan masuk neraka karena senantiasa memerangi dan merendahkan Rasulullah SAW dan ajaran Islam.

SEANDAINYA SAJA Abu Lahab dan istrinya pintar, ia dan istrinya bisa berpura-pura memeluk islam dan menerima ajaran Rasulullah SAW, sehingga akan menimbulkan keraguan tentang firman Allah pada surat Al-Lahab di kalangan muslim.

Sebab, jika Abu Lahab dan istrinya berpura-pura masuk islam, tentu Surat Al-Lahab yang turun mengisyaratkan kebohongan Al-Qur`an. Pastilah Islam dan ajarannya sudah mati sejak saat itu juga. Skak Matt…. Abu Lahab dan istrinya menang telak. Mengalahkan Allah dan Nabi Muhammad SAW.

Tetapi SubhanAllah (Maha Suci Allah), semua itu tidak terjadi. Abu Lahab dan isterinya tetap dalam kekafiran yang nyata hingga akhir hayatnya.

Dan kalau begitu adanya, adakah kata yang lebih tepat untuk dinyatakan selain dari Abu Lahab dan Istrinya yang Bodoh dan Al-Qur`an yang Pasti Benar?

SubhanAllah, semakin bertambah keyakinanku akan kebenaran Al-Qur`an yang benar-benar datang dari SisiMu ya Allah. Semoga Engkau menghimpun kami bersama hamba-hamba-Nya yang senantiasa membaca, menghafal dan mengamalkan Al-Qur`an di tengah-tengah kehidupan pribadi, masyarakat dan bernegara, Aamiiin….
Sumber: kaskus.co.id