Jibril ‘alaihissalam merupakan malaikat yang ditugaskan oleh Allah untuk menyampaikan wahyu kepada para nabi. Seluruh ajaran agama yang wajib diketahui nabi-nabi untuk disampaikan kepada umatnya, bila tidak disampaikan secara langsung oleh Allah, maka akan diturunkan lewat malaikat Jibril.
Nabi
Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri menerima wahyu pertamanya lewat
kabar dari Malaikat Jibril. Dalam berbagai keterangan, kala itu dalam suatu
malam, Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam sedang berkhalwat (menyendiri) di gua Hira. Hal ini sudah menjadi kebiasaan
beliau kala itu untuk menghilangkan berbagai kegundahan hatinya karena
menyaksikan banyak penyimpangan yang dilakukan kaumnya seperti membunuh
bayi-bayi perempuan, menyembah berhala, perang antar suku, dan sebagainya.
Tanpa
diduga sebelumnya, datanglah Malaikat Jibril alaihissalam seraya berkata, “Bergembiralah
hai Muhammad, aku adalah Jibril dan engkau adalah utusan Allah untuk umat ini.”
Setelah itu Jibril alaihissalam memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca.
Betapa terkejutnya perasaan beliau karena beliau tidak bisa membaca maupun
menulis. Karena itu, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, “Aku
tidak bisa membaca.”
Belum
selesai perasaan bingung nabi Muhammad, kemudian malaikat Jibril membekapnya
dengan selimut yang biasa dipakainya untuk tidur, sehingga terasa sesak sekali.
Berkali-kali malaikat Jibril melakukan hal itu seraya memerintahkan Nabi
Muhammad untuk membaca. Tapi karena memang Nabi Muhammad benar-benar tidak
dapat membaca, maka jawabannya tetap saja, “Aku tidak dapat membaca.”
Kejadian
ini berlangsung sampai tiga kali, sehingga akhirnya malaikat Jibril
menyampaikan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad yang menyatakannya sebagai
nabi. Bunyi wahyu itu adalah:
Sesudah wahyu pertama, agak lama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam tidak menerima wahyu. Padahal ketika itu beliau sangat membutuhkannya. Keberadaan wahyu merupakan hal mendesak untuk memberikan dorongan kepada Nabi Muhammad ketika melihat kondisi kaumnya yang sangat terbelakang. Karenanya, acapkali Rasulullah berangkat ke
tempat sunyi, misalnya di atas gunung, hanya untuk dapat bertemu malaikat Jibril dan mendengarkan wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala.
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan
(makhluk). Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu
itu Maha Pemurah. Yang mengajarkan tulis menulis dengan pena. Mengajar manusia
apa-apa yang tidak diketahuinya.” (Qs.
Al-Alaq: 1-5)
Jadi,
tugas malaikat Jibril adalah untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada Nabi
Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam. Selanjutnya, dengan metode
berangsur-angsur, Jibril mengirimkan pesan dari Allah subhanahu wa ta’ala
kepada Rasulullah.
Sesudah wahyu pertama, agak lama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam tidak menerima wahyu. Padahal ketika itu beliau sangat membutuhkannya. Keberadaan wahyu merupakan hal mendesak untuk memberikan dorongan kepada Nabi Muhammad ketika melihat kondisi kaumnya yang sangat terbelakang. Karenanya, acapkali Rasulullah berangkat ke
tempat sunyi, misalnya di atas gunung, hanya untuk dapat bertemu malaikat Jibril dan mendengarkan wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Pernah
suatu ketika Rasulullah berjalan-jalan, dan secara tidak sengaja terdengar ada
suara dari langit. Begitu beliau menengadahkan wajahnya ke atas, ternyata yang
tampak adalah malaikat Jibril alaihissalam. Ini merupakan kedua kalinya
malaikat Jibril menampakkan dirinya di hadapan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wassalam. Kala itu tampak Jibril duduk di antara langit dan bumi. Antara
percaya dan tidak, maka beliau cepat-cepat pulang ke rumah dan minta diselimuti
kepada sang istri, Khadijah radiyallahu anha. Ketika itu pulalah, Allah
subhanahu wa ta’ala menurunkan wahyu untuk kedua kalinya, yaitu:
“Hai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu
berilah peringatan! Agungkanlah Tuhanmu. Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkan
perbuatan dosa. Janganlah memberi karena ingin memperoleh balasan yang lebih
banyak. Dan bersabarlah terhadap segala tantangan untuk memenuhi perintah
Tuhanmu.” (Qs. Al-Muddatstsir: 1-7)
Setelah
turunnya wahyu kedua itu, selama kurang lebih 22 tahun, Nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wassalam dalam berbagai kesempatan menerima wahyu dari Allah
subhanahu wa ta’ala. Sedangkan puncak dari wahyu yang diterimanya adalah:
“Pada hari ini Aku (Allah) telah
menyempurnakan agama untukmu semua, dan Aku telah mencukupkan kenikmatan-Ku
kepadamu semua dan Aku telah rela/ridha bahwa Islam itu sebagai agamamu semua.”
(Qs. Al-Maidah: 3)
Di
samping datang mengunjungi Rasulullah untuk menyampaikan wahyu, malaikat Jibril
juga pernah datang dengan wujud yang berbeda kepada para Sahabat. Kejadian
tersebut sebagaimana diceritakan oleh Sahabat Umar ibn Khaththab radiyallahu
anhu dalam Sahih Muslim:
Kembali orang tadi bertanya,
“Beritahukan padaku tentang hari kiamat.” Maka Rasulullah menjawab, “Orang yang
ditanya tidak lebih mengetahui dari yang bertanya.” Orang itu selanjutnya
bertanya lagi, “Terangkanlah padaku tentang tanda-tandanya”, maka Rasulullah
pun menjawab, “Di antaranya, jika seorang hamba (budak) telah melahirkan tuan
(majikan)nya. Dan jika engkau melihat orang yang tadinya miskin, berbaju
compang-camping, sebagai penggembala kambing, sudah berubah menjadi orang yang
mampu hingga berlomba-lomba dalam membangun bangunan yang megah.”
“Suatu hari ketika kami duduk di dekat
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, maka sekonyong-konyong nampaklah kepada
kami seorang laki-laki yang memakai pakaian sangat putih dan berambut hitam.
Tak terlihat padanya bekas (tanda-tanda) perjalanan dan tak seorang pun di
antara kami yang mengenalnya, sehingga ia duduk di hadapan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam lalu disandarkan lututnya pada lutut Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam dan meletakkan tangannya di atas pangkuan
Rasulullah kemudian berkata, “Hai Muhammad, terangkanlah padaku tentang Islam.”
Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, “Islam yaitu hendaklah engkau
bersaksi bahwasanya Muhammad itu utusan-Nya. Hendaklah engkau mendirikan
shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan hendaklah engkau
mengerjakan haji ke Baitullah (Makkah) jika sudah kuasa menjalankannya.”
Orang asing tersebut kemudian
mengatakan, “Engkau benar.” Maka kami heran, ia yang bertanya namun ia juga
yang membenarkannya.
Maka orang itu bertanya lagi,
“Terangkanlah kepadaku tentang iman.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
terhadap utusan-utusan-Nya, hari kiamat, dan beriman pula kepada takdir baik
dan buruk.” Orang itu berkata, “Engkau benar.” Maka orang itu berkata lagi,
“Terangkan kepadaku tentang ihsan.”
Jawab Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam, “Hendaklah engkau beribadah (mengabdi) kepada Allah, seakan-akan
engkau melihat-Nya sekalipun engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Ia
melihat engkau.”
Kemudian orang itu pergi. Setelah aku
diam sejenak, kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Umar, tahukah engkau
siapakah yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Dia itu adalah
Jibril, dia datang untuk menerangkan agama.” (H.R. Muslim)
Dalam
berbagai keterangan diceritakan bahwa nama lain dari malaikat ini adalah Ruhul
Amin atau Ruhul Qudus.
Referensi: Saifulloh dan Abu Shofia (2003). Menyingkap Tabir Alam Malaikat. Surabaya: Karya Agung
- www.lampuislam.org
- www.lampuislam.org
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar