Kita sudah mengenal bagaimana semboyan dalam politik, “Tak ada teman abadi. Tak ada musuh abadi. Yang ada hanya kepentingan abadi.”
Dan kita dengar belakangan ini, beberapa partai Islam dan yang katanya
memperjuangkan Islam mulai memasukkan nama caleg mereka termasuk pula
caleg non-muslim. Bahkan ada pula partai yang terkenal membela Islam
memasukkan pula caleg “pendeta”. Lepas dari sistem demokrasi yang jelas
bermasalah karena orang bodoh dan orang pintar disamakan, ahli maksiat
dan seorang kyai pun suaranya sama dalam sistem ini, yang sekarang kita
persoalkan adalah bolehkah memilih caleh dari kalangan non-muslim,
apalagi seorang pendeta.
س3: هل يجوز للمسلم أن يدلي بصوته في الانتخابات، وهل يجوز إدلاء صوته لصالح الكفار.
ج3: لا يجوز التصويت من المسلمين لصالح الكفار؛ لأن في ذلك
رفعة لهم، وإعزازا لشأنهم، وسبيلا لهم على المسلمين، وقد قال الله تعالى: {
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا }
(1)
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو … عضو … نائب رئيس اللجنة … الرئيس
عبد الله بن قعود … عبد الله بن غديان … عبد الرزاق عفيفي … عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Soal:
Apakah boleh bagi seorang muslim memberikan suara kepada caleg non-muslim (yang kafir)?
Jawab:
Kaum muslimin tidak boleh memberikan suara kepada calon non muslim.
Tindakan tersebut berarti memuliakan dan meninggikan posisi orang kafir
serta memberi jalan bagi orang kafir agar bisa menguasai kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 141)
Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga shalawat dan salam dari Allah
tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
[Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud dan Syaikh
‘Abdullah bin Ghudayan selaku anggota, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi selaku
wakil ketua, dan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai
ketua]
Ada yang berdalil dengan kesahan memilih caleg non-muslim dengan hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, di mana ia bercerita,
وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا
خِرِّيتًا، وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar mengupah
seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai petunjuk jalan, dan dia
adalah seorang beragama kafir Quraisy. (HR. Bukhari no. 2264).
Ini memang menjadi dalil para ulama akan bolehnya mempekerjakan orang kafir. Namun pembolehannya dengan syarat:
- Orang kafir tidak memiliki kekuasaan menguasai kaum muslimin
- Orang kafir tidak merasa di atas kaum muslimin.
Jadi sah-sah saja jika mempekerjakan orang kafir di pabrik atau untuk
proyek pembangunan. Sebagaimana Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
pernah bekerjasama dalam mudhorobah (usaha bagi hasil) untuk mengurus
tanaman dengan seorang Yahudi dari Khoibar. Yahudi tersebut lalu
mendapatkan separuh dari hasil panen. Adapun jika mempekerjakan
non-muslim lantas mereka memiliki kekuasaan pada kaum muslimin atau
mereka bisa mengorek berita-berita kaum muslimin, maka seperti ini tidak
dibolehkan. Lihat Tadzhib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 238, karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin.
Jika kita melihat kembali hadits Bukhari yang disebutkan di atas,
diterangkan bahwa non-muslim tersebut bertindak sebagai penunjuk jalan
saja, bukan ingin memperjuangkan Islam. Itu pun termasuk bentuk tolong
menolong yang mubah selama syarat di atas yang kami sebutkan terpenuhi.
Sedangkan dalam hal Pemilu, jika caleg non-muslim yang dipilih, maka
mustahil ia bisa memperjuangkan Islam di negeri minoritas muslim. Jika
yang muslim saja tidak bisa memperjuangkan dakwah Islam di negeri
minoritas, bagaimana sampai mengharap dari non-muslim? Apa jika caleg
non-muslim terpilih bisa mengajak masyarakat muslim untuk shalat dan
menunaikan kewajiban yang lain? Lebih aneh lagi jika yang jadi caleg
adalah seorang pendeta dan ia disuruh menyuarakan Islam. Padahal kita
tahu sendiri bahwa pendeta itulah yang paling benci pada Islam. Lantas
bagaimana bisa jadi penolong atau mau dianalogikan dengan penunjuk jalan
di atas?!
Ditambah lagi jika kita kembali di awal dengan mengkritik sistem
demokrasi yang jelas menyelisihi prinsip Islam. Dan tidak pernah di
negeri kita ini dijumpai patai yang memperjuangkan Islam dengan masuk
Parlemen bisa berhasil menegakkan syari’at Islam di tanah air. Bagaimana
mungkin para kyai bisa mengalahkan para preman lewat sistem demokrasi
yang menghalalkan segala cara?!
Yang bisa menyadari hal ini jika ia masih membuka hati dan menerima kebenaran.
Hanya Allah yang memberi hidayah dan taufik.
Sumber: Muslim.or.id
Referensi: www.lampuislam.org
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar