Dalam kesempatan kali ini, kami akan berbicara dengan topik: Apa Wahabi Itu?, semoga Allah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kami dalam mengulas topik tersebut.
Pertanyaan
yang amat singkat di atas membutuhkan jawaban yang cukup panjang, jawaban
tersebut akan tersimpul dalam beberapa poin berikut ini:
- Keadaan yang melatar belakangi munculnya tuduhan wahabi.
- Kepada siapa ditujukan tuduhan wahabi tersebut diarahkan?.
- Pokok-pokok landasan dakwah yang dicap sebagai wahabi.
- Bukti kebohongan tuduhan wahabi terhadap dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
- Ringkasan dan penutup.
Keadaan
yang Melatar Belakangi Munculnya Tuduhan Wahabi
Para
hadirin yang kami hormati, dengan melihat gambaran sekilas tentang keadaan
Jazirah Arab serta negeri sekitarnya, kita akan tahu sebab munculnya tuduhan
tersebut, sekaligus kita akan mengerti apa yang melatarbelakanginya. Yang ingin
kita tinjau di sini adalah dari aspek politik dan keagamaan secara umum, aspek
aqidah secara khusus.
Dari
segi aspek politik Jazirah Arab berada di bawah kekuasaan yang terpecah-pecah,
terlebih khusus daerah Nejd, perebutan kekuasaan selalu terjadi di sepanjang
waktu, sehingga hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi
dan pendidikan agama.
Para
penguasa hidup dengan memungut upeti dari rakyat jelata, jadi mereka sangat
marah bila ada kekuatan atau dakwah yang dapat akan menggoyang kekuasaan
mereka, begitu pula dari kalangan para tokoh adat dan agama yang biasa memungut
iuran dari pengikut mereka, akan kehilangan objek jika pengikut mereka mengerti
tentang aqidah dan agama dengan benar, dari sini mereka sangat hati-hati bila
ada seseorang yang mencoba memberi pengertian kepada umat tentang aqidah atau
agama yang benar.
Dari
segi aspek agama, pada abad (12 H / 17 M) keadaan beragama umat Islam sudah
sangat jauh menyimpang dari kemurnian Islam itu sendiri, terutama dalam aspek
aqidah, banyak sekali di sana sini praktek-praktek syirik atau bid’ah, para
ulama yang ada bukan berarti tidak mengingkari hal tersebut, tapi usaha mereka
hanya sebatas lingkungan mereka saja dan tidak berpengaruh secara luas, atau
hilang ditelan oleh arus gelombang yang begitu kuat dari pihak yang menentang
karena jumlah mereka yang begitu banyak di samping pengaruh kuat dari
tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung praktek-praktek syirik dan bid’ah
tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka atau karena mencari kepentingan
duniawi di belakang itu, sebagaimana keadaan seperti ini masih kita saksikan di
tengah-tengah sebagian umat Islam, barangkali negara kita masih dalam proses
ini, di mana aliran-aliran sesat dijadikan segi batu loncatan untuk mencapai
pengaruh politik.
Pada
saat itu di Nejd sebagai tempat kelahiran sang pengibar bendera tauhid Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab sangat menonjol hal tersebut. Disebutkan oleh penulis
sejarah dan penulis biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bahwa di masa itu
pengaruh keagamaan melemah di dalam tubuh kaum muslimin sehingga tersebarlah
berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bid’ah, dan sebagainya. Karena ilmu
agama mulai minim di kalangan kebanyakan kaum muslimin, sehingga
praktek-praktek syirik terjadi di sana sini seperti meminta ke kuburan wali-wali,
atau meminta ke batu-batu dan pepohonan dengan memberikan sesajian, atau
mempercayai dukun, tukang tenung dan peramal. Salah satu daerah di Nejd,
namanya kampung Jubailiyah di situ terdapat kuburan sahabat Zaid bin Khaththab
(saudara Umar bin Khaththab) yang syahid dalam perperangan melawan Musailamah
Al Kadzab, manusia berbondong-bondong ke sana untuk meminta berkah, untuk
meminta berbagai hajat, begitu pula di kampung ‘Uyainah terdapat pula sebuah
pohon yang diagungkan, para manusia juga mencari berkah ke situ, termasuk para
kaum wanita yang belum juga mendapatkan pasangan hidup meminta ke sana.
Adapun
daerah Hijaz (Mekkah dan Madinah) sekalipun tersebarnya ilmu dikarenakan
keberadaan dua kota suci yang selalu dikunjungi oleh para ulama dan penuntut
ilmu. Di sini tersebar kebiasaan suka bersumpah dengan selain Allah, menembok
serta membangun kubah-kubah di atas kuburan serta berdoa di sana untuk
mendapatkan kebaikan atau untuk menolak mara bahaya dsb (lihat pembahasan ini
dalam kitab Raudhatul Afkar karangan Ibnu Qhanim). Begitu pula halnya
dengan negeri-negeri sekitar hijaz, apalagi negeri yang jauh dari dua kota suci
tersebut, ditambah lagi kurangnya ulama, tentu akan lebih memprihatinkan lagi
dari apa yang terjadi di Jazirah Arab.
Hal
ini disebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya al-Qawa’id Arba’:
“Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang
lalu, kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja, akan tetapi
mereka ikhlas pada saat menghadapi bahaya, sedangkan kesyirikan pada zaman kita
senantiasa pada setiap waktu, baik di saat aman apalagi saat mendapat bahaya.”
Dalilnya firman Allah:
فَإِذَا
رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ
إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka
apabila mereka menaiki kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan
agama padanya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan,
seketika mereka kembali berbuat syirik.” (QS. al-Ankabut: 65)
Dalam
ayat ini Allah terangkan bahwa mereka ketika berada dalam ancaman bencana yaitu
tenggelam dalam lautan, mereka berdoa hanya semata kepada Allah dan melupakan
berhala atau sesembahan mereka baik dari orang sholeh, batu dan pepohonan,
namun saat mereka telah selamat sampai di daratan mereka kembali berbuat
syirik. Tetapi pada zaman sekarang orang melakukan syirik dalam setiap saat.
Dalam
keadaan seperti di atas Allah membuka sebab untuk kembalinya kaum muslimin
kepada Agama yang benar, bersih dari kesyirikan dan bid’ah.
Sebagaimana
yang telah disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya:
«
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ
لَهَا دِيْنَهَا »
“Sesungguhnya
Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang
memperbaharui untuk umat ini agamanya.” (HR. Abu Daud no.
4291, Al Hakim no. 8592)
Pada
abad (12 H / 17 M) lahirlah seorang pembaharu di negeri Nejd, yaitu: Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab Dari Kabilah Bani Tamim.
Yang
pernah mendapat pujian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sabda beliau: “Bahwa mereka (yaitu Bani Tamim) adalah umatku yang
terkuat dalam menentang Dajjal.” (HR. Bukhari no. 2405, Muslim no. 2525)
tepatnya
tahun 1115 H di ‘Uyainah di salah satu perkampungan daerah Riyadh. Beliau lahir
dalam lingkungan keluarga ulama, kakek dan bapak beliau merupakan ulama yang
terkemuka di negeri Nejd, belum berumur sepuluh tahun beliau telah hafal
al-Qur’an, ia memulai pertualangan ilmunya dari ayah kandungnya dan pamannya,
dengan modal kecerdasan dan ditopang oleh semangat yang tinggi beliau
berpetualang ke berbagai daerah tetangga untuk menuntut ilmu seperti daerah
Basrah dan Hijaz, sebagaimana lazimnya kebiasaan para ulama dahulu yang mana
mereka membekali diri mereka dengan ilmu yang matang sebelum turun ke medan
dakwah.
Hal
ini juga disebut oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya Ushul
Tsalatsah: “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya wajib atas
kita untuk mengenal empat masalah; pertama Ilmu yaitu mengenal Allah, mengenal
nabinya, mengenal agama Islam dengan dalil-dalil”. Kemudian beliau sebutkan
dalil tentang pentingnya ilmu sebelum beramal dan berdakwah, beliau sebutkan
ungkapan Imam Bukhari: “Bab berilmu sebelum berbicara dan beramal, dalilnya
firman Allah yang berbunyi:
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Ketahuilah
sesungguhnya tiada yang berhak disembah kecuali Allah dan minta ampunlah atas
dosamu.” Maka dalam ayat ini Allah memulai dengan perintah
ilmu sebelum berbicara dan beramal”.
Setelah
beliau kembali dari pertualangan ilmu, beliau mulai berdakwah di kampung
Huraimilak di mana ayah kandung beliau menjadi Qadhi (hakim). Selain berdakwah,
beliau tetap menimba ilmu dari ayah beliau sendiri, setelah ayah beliau
meninggal tahun 1153, beliau semakin gencar mendakwahkan tauhid, ternyata
kondisi dan situasi di Huraimilak kurang menguntungkan untuk dakwah, selanjut
beliau berpindah ke ‘Uyainah, ternyata penguasa ‘Uyainah saat itu memberikan
dukungan dan bantuan untuk dakwah yang beliau bawa, namun akhirnya penguasa
‘Uyainah mendapat tekanan dari berbagai pihak, akhirnya beliau berpindah lagi
dari ‘Uyainah ke Dir’iyah, ternyata masyarakat Dir’iyah telah banyak mendengar
tentang dakwah beliau melalui murid-murid beliau, termasuk sebagian di antara
murid beliau keluarga penguasa Dir’iyah, akhirnya timbul inisiatif dari
sebagian dari murid beliau untuk memberi tahu pemimpin Dir’yah tentang
kedatangan beliau, maka dengan rendah hati Muhammad bin Saud sebagai pemimpin
Dir’iyah waktu itu mendatangi tempat di mana Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
menumpang, maka di situ terjalinlah perjanjian yang penuh berkah bahwa di
antara keduanya berjanji akan bekerja sama dalam menegakkan agama Allah. Dengan
mendengar adanya perjanjian tersebut mulailah musuh-musuh Aqidah kebakaran
jenggot, sehingga mereka berusaha dengan berbagai dalih untuk menjatuhkan
kekuasaan Muhammad bin Saud, dan menyiksa orang-orang yang pro terhadap dakwah
tauhid.
Kepada
Siapa Dituduhkan Gelar Wahabi Tersebut
Karena
hari demi hari dakwah tauhid semakin tersebar mereka para musuh dakwah tidak
mampu lagi untuk melawan dengan kekuatan, maka mereka berpindah arah dengan
memfitnah dan menyebarkan isu-isu bohong supaya mendapat dukungan dari pihak
lain untuk menghambat laju dakwah tauhid tersebut. Diantar fitnah yang tersebar
adalah sebutan wahabi untuk orang yang mengajak kepada tauhid. Sebagaimana
lazimnya setiap penyeru kepada kebenaran pasti akan menghadapi berbagai
tantangan dan onak duri dalam menelapaki perjalanan dakwah.
Sebagaimana
telah dijelaskan pula oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab beliau Kasyfus
Syubuhaat: “Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya di antara hikmah Allah subhaanahu
wa ta’ala, tidak diutus seorang nabi pun dengan tauhid ini, melainkan Allah
menjadikan baginya musuh-musuh, sebagaimana firman Allah:
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ
إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا
“Demikianlah
Kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh (yaitu) setan dari jenis manusia dan
jin, sebagian mereka membisikkan kepada bagian yang lain perkataan indah
sebagai tipuan.” (QS. al-An-’am: 112)
Bila
kita membaca sejarah para nabi tidak seorang pun di antara mereka yang tidak
menghadapi tantangan dari kaumnya, bahkan di antara mereka ada yang dibunuh,
termasuk Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dari tanah
kelahirannya, beliau dituduh sebagai orang gila, sebagai tukang sihir dan
penyair, begitu pula pera ulama yang mengajak kepada ajarannya dalam sepanjang
masa. Ada yang dibunuh, dipenjarakan, disiksa, dan sebagainya. Atau dituduh
dengan tuduhan yang bukan-bukan untuk memojokkan mereka di hadapan manusia,
supaya orang lari dari kebenaran yang mereka serukan.
Hal
ini pula yang dihadapi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, sebagaimana yang beliau
ungkapkan dalam lanjutan surat beliau kepada penduduk Qashim: “Kemudian tidak
tersembunyi lagi atas kalian, saya mendengar bahwa surat Sulaiman bin Suhaim
(seorang penentang dakwah tauhid) telah sampai kepada kalian, lalu sebagian di
antara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan-tuduhan bohong yang ia tulis,
yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya, bahkan tidak pernah
terlintas dalam ingatanku, seperti tuduhannya:
- Bahwa saya mengingkari kitab-kitab mazhab yang empat.
- Bahwa saya mengatakan bahwa manusia semenjak enam ratus tahun lalu sudah tidak lagi memiliki ilmu.
- Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid.
- Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara ulama adalah bencana.
- Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang saleh (yang masih hidup -ed).
- Bahwa saya pernah berkata; jika saya mampu saya akan runtuhkan kubah yang ada di atas kuburan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Bahwa saya pernah berkata, jika saya mampu saya akan ganti pancuran ka’bah dengan pancuran kayu.
- Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur.
- Bahwa saya mengkafirkan orang bersumpah dengan selain Allah.
- Jawaban saya untuk tuduhan-tuduhan ini adalah: sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata. Lalu beliau tutup dengan firman Allah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا
قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai
orang-orang yang beriman jika orang fasik datang kepada kamu membawa sebuah
berita maka telitilah, agar kalian tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan.”
(QS. al-Hujuraat: 6) (baca jawaban untuk berbagai tuduhan di atas dalam
kitab-kitab berikut, 1. Mas’ud an-Nadawy, Muhammad bin Abdul Wahab Muslih
Mazlum, 2. Abdul Aziz Abdul Lathif, Da’awy Munaawi-iin li Dakwah
Muhammad bin Abdil Wahab, 3. Sholeh Fauzan, Min A’laam Al Mujaddidiin,
dan kitab lainnya)
Pokok-Pokok Landasan
Dakwah yang Dicap Sebagai Wahabi
Pokok landasan dakwah yang utama
sekali beliau tegakkan adalah pemurnian ajaran tauhid dari berbagai campuran
syirik dan bid’ah, terutama dalam mengkultuskan para wali, dan kuburan mereka,
hal ini akan nampak jelas bagi orang yang membaca kitab-kitab beliau, begitu
pula surat-surat beliau (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kita Majmu’
Muallafaat Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3).
Dalam
sebuah surat beliau kepada penduduk Qashim, beliau paparkan aqidah beliau
dengan jelas dan gamblang, ringkasannya sebagaimana berikut: “Saya bersaksi
kepada Allah dan kepada para malaikat yang hadir di sampingku serta kepada anda
semua:
- Saya bersaksi bahwa saya berkeyakinan sesuai dengan keyakinan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dari beriman kepada Allah dan kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada hari berbangkit setelah mati, kepada takdir baik dan buruk.
- Termasuk dalam beriman kepada Allah adalah beriman dengan sifat-sifat-Nya yang terdapat dalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya tanpa tahriif (mengubah pengertiannya) dan tidak pula ta’tiil (mengingkarinya). Saya berkeyakinan bahwa tiada satupun yang menyerupai-Nya. Dan Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk (Musabbihah atau Mujassimah))
- Saya berkeyakinan bahwa al-Qur’an itu adalah kalamullah yang diturunkan, ia bukan makhluk, datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
- Saya beriman bahwa Allah itu berbuat terhadap segala apa yang dikehendaki-Nya, tidak satupun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya, tiada satupun yang keluar dari kehendak-Nya.
- Saya beriman dengan segala perkara yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi setelah mati, saya beriman dengan azab dan nikmat kubur, tentang akan dipertemukannya kembali antara ruh dan jasad, kemudian manusia dibangkit menghadap Sang Pencipta sekalian alam, dalam keadaan tanpa sandal dan pakaian, serta dalam keadaan tidak bekhitan, matahari sangat dekat dengan mereka, lalu amalan manusia akan ditimbang, serta catatan amalan mereka akan diberikan kepada masing-masing mereka, sebagian mengambilnya dengan tangan kanan dan sebagian yang lain dengan tangan kiri.
- Saya beriman dengan telaga Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Saya beriman dengan shirat (jembatan) yang terbentang di atas neraka Jahanam, manusia melewatinya sesuai dengan amalan mereka masing-masing.
- Saya beriman dengan syafa’at Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Dia adalah orang pertama sekali memberi syafa’at, orang yang mengingkari syafa’at adalah termasuk pelaku bid’ah dan sesat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
- Saya beriman dengan surga dan neraka, dan keduanya telah ada sekarang, serta keduanya tidak akan sirna.
- Saya beriman bahwa orang mukmin akan melihat Allah dalam surga kelak.
- Saya beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup segala nabi dan rasul, tidak sah iman seseorang sampai ia beriman dengan kenabiannya dan kerasulannya. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengaku sebagai nabi atau tidak memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. bahkan beliau mengarang sebuah kitab tentang sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan judul Mukhtashar sirah Ar Rasul, bukankah ini suatu bukti tentang kecintaan beliau kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.)
- Saya mencintai para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula para keluarga beliau, saya memuji mereka, dan mendoakan semoga Allah meridhai mereka, saya menutup mulut dari membicarakan kejelekan dan perselisihan yang terjadi antara mereka.
- Saya mengakui karamah para wali Allah, tetapi apa yang menjadi hak Allah tidak boleh diberikan kepada mereka, tidak boleh meminta kepada mereka sesuatu yang tidak mampu melakukannya kecuali Allah. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari karamah atau tidak menghormati para wali)
- Saya tidak mengkafirkan seorang pun dari kalangan muslim yang melakukan dosa, dan tidak pula menguarkan mereka dari lingkaran Islam. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau mengkafirkan kaum muslimin, atau berfaham khawarij, baca juga Manhaj syeikh Muhammad bin Abdul Wahab fi masalah at takfiir, karangan Ahmad Ar Rudhaiman)
- Saya berpandangan tentang wajibnya taat kepada para pemimpin kaum muslimin, baik yang berlaku adil maupun yang berbuat zalim, selama mereka tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menganut faham khawarij (teroris))
- Saya berpandangan tentang wajibnya menjauhi para pelaku bid’ah, sampai ia bertaubat kepada Allah, saya menilai mereka secara lahir, adapun amalan hati mereka saya serahkan kepada Allah.
- Saya berkeyakinan bahwa iman itu terdiri dari perkataan dengan lidah, perbuatan dengan anggota tubuh dan pengakuan dengan hati, ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Bukti Kebohongan Tuduhan
Wahabi Tehadap Dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah
Dengan membandingkan antara
tuduhan-tuduhan sebelumnya dengan aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang
kita sebutkan di atas, tentu dengan sendirinya kita akan mengetahui kebohongan
tuduhan-tuduhan tersebut.
Tuduhan-tuduhan bohong tersebut
disebar luaskan oleh musuh dakwah Ahlus sunnah ke berbagai negeri Islam,
sampai pada masa sekarang ini, masih banyak orang tertipu dengan kebohongan
tersebut. sekalipun telah terbukti kebohongannya, bahkan seluruh karangan
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan tersebut.
Kita ambil contoh kecil saja
dalam kitab beliau “Ushul Tsalatsah” kitab yang kecil sekali, tapi
penuh dengan mutiara ilmu, beliau mulai dengan menyebutkan perkataan Imam
Syafi’i, kemudian di pertengahannya beliau sebutkan perkataan Ibnu Katsir yang
bermazhab syafi’i jika beliau tidak mencintai para imam mazhab yang empat atau
hanya berpegang dengan mazhab Hambali saja, mana mungkin beliau akan
menyebutkan perkataan mereka tersebut.
Bahkan beliau dalam salah satu
surat beliau kepada salah seorang kepala suku di daerah Syam berkata: “Saya
katakan kepada orang yang menentangku, sesungguhnya yang wajib atas manusia
adalah mengikuti apa yang diwasiatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka bacalah buku-buku yang terdapat pada kalian, jangan kalian
ambil dari ucapanku sedikitpun, tetapi apabila kalian telah mengetahui
perkataan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat dalam
kitab kalian tersebut maka ikutilah, sekalipun kebanyakan manusia
menentangnya.” (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu’
Muallafaat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3)
Dalam ungkapan beliau di atas
jelas sekali bahwa beliau tidak mengajak manusia kepada pendapat beliau, tetapi
mengajak untuk mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ulama dari berbagai negeri
Islam pun membantah tuduhan-tuduhan bohong tersebut setelah mereka melihat
secara nyata dakwah yang beliau tegakkan, seperti dari daerah Yaman Imam Asy
Syaukani dan Imam As Shan’any, dari India Syekh Mas’ud An-Nadawy, dari Irak
Syaikh Muahmmad Syukri Al Alusy.
Syaikh Muhammad Syukri Al Alusy
berkata setelah beliau menyebutkan berbagai tuduhan bohong yang disebar oleh
musuh-musuh terhadap dakwah tauhid dan pengikutnya: “Seluruh tuduhan tersebut
adalah kebohongan, fitnah dan dusta semata dari musuh-musuh mereka, dari
golongan pelaku bid’ah dan kesesatan, bahkan kenyataannya seluruh perkataan dan
perbuatan serta buku-buku mereka menyanggah tuduhan itu semua.” (al Alusy, Tarikh
Nejd, hal: 40)
Begitu pula Syaikh Mas’ud
An-Nadawy dari India berkata: “Sesungguhnya kebohongan yang amat nyata yang
dituduhkan terhadap dakwah Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab adalah penamaannya dengan wahabi, tetapi
orang-orang yang rakus berusaha mempolitisir nama tersebut sebagai agama di
luar Islam, lalu Inggris dan turki serta Mesir bersatu untuk menjadikannya
sebagai lambang yang menakutkan, yang mana setiap muncul kebangkitan Islam di
berbagai negeri, lalu orang-orang Eropa melihat akan membahayakan mereka,
mereka lalu menghubungkannya dengan wahabi, sekalipun keduanya saling
bertentangan.” (Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhluum,
hal: 165)
Begitu pula Raja Abdul Aziz
dalam sebuah pidato yang beliau sampaikan di kota Makkah di hadapan jamaah haji
tgl 11 Mei 1929 M dengan judul “Inilah Aqidah Kami”: “Mereka menamakan kami
sebagai orang-orang wahabi, mereka menamakan mazhab kami wahabi, dengan
anggapan sebagai mazhab khusus, ini adalah kesalahan yang amat keji, muncul
dari isu-isu bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan
tertentu, dan kami bukanlah pengikut mazhab dan aqidah baru, Muhammad bin Abdul
Wahab tidak membawa sesuatu yang baru, aqidah kami adalah aqidah salafus
sholeh, yaitu yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa
yang menjadi pegangan salafus sholeh. Kami memuliakan imam-imam yang empat,
kami tidak membeda-bedakan antara imam-imam; Malik, Syafi’i , Ahmad dan Abu
Hanifah, seluruh mereka adalah orang-orang yang dihormati dalam pandangan kami,
sekalipun kami dalam masalah fikih berpegang dengan mazhab hambaly.” (al
Wajiz fi Sirah Malik Abdul Aziz, hal: 216)
Dari sini terbukti lagi kebohongan
dan propaganda yang dibuat oleh musuh Islam dan musuh dakwah Ahlussunnah bahwa
teroris diciptakan oleh wahabi. Karena seluruh buku-buku aqidah yang menjadi
pegangan di kampus-kampus tidak pernah luput dari membongkar kesesatan teroris
(Khawarij dan Mu’tazilah). Begitu pula tuduhan bahwa Mereka tidak menghormati
para wali Allah atau dianggap membikin mazhab yang kelima. Pada kenyataannya
semua buku-buku yang dipelajari dalam seluruh jenjang pendidikan adalah
buku-buku para wali Allah dari berbagai mazhab. Pembicara sebutkan di sini
buku-buku yang menjadi panduan di Universitas Islam Madinah.
- Untuk mata kuliah Aqidah: kitab “Syarah Aqidah Thawiyah” karangan Ibnu Abdil ‘iz Al Hanafi, “Fathul Majiid” karangan Abdurahman bin Hasan Al hambaly. Ditambah sebagai penunjang, “Al Ibaanah“ karangan Imam Abu Hasan Al Asy’ari, “Al Hujjah” karangan Al Ashfahany Asy Syafi’i, “Asy Syari’ah” karangan Al Ajurry, Kitab “At Tauhid” karangan Ibnu Khuzaimah, Kitab “At Tauhid” karangan Ibnu Mandah, dll.
- Untuk mata kuliyah Tafsir: Tafsir Ibnu Katsir Asy Syafi’i, Tafsir Asy Syaukany. Ditambah sebagai penunjang: Tafsir At Thobary, Tafsir Al Qurtuby Al Maliky, Tafsir Al Baghawy As Syafi’i, dan lainnya.
- Untuk mata kuliyah Hadits: Kutub As Sittah beserta Syarahnya seperti: “Fathul Bary” karangan Ibnu Hajar Asy Syafi’i, “Syarah Shahih Muslim” karangan Imam An Nawawy Asy Syafi”i, dll.
- Untuk mata kuliyah fikih: “Bidayatul Mujtahid” karangan Ibnu Rusy Al maliky, “Subulus Salam” karangan Ash Shan’any. Ditambah sebagai penunjang: “al Majmu’” karangan Imam An Nawawy Asy Syafi”i, kitab “Al Mughny” karangan Ibnu Qudamah Al Hambali, dll. Kalau ingin untuk melihat lebih dekat lagi tentang kitab-kitab yang menjadi panduan mahasiswa di Arab Saudi silakan berkunjung ke perpustakaan Universitas Islam Madinah atau perpustakaan mesjid Nabawi, di sana akan terbukti segala kebohongan dan propaganda yang dibikin oleh musuh Islam dan kelompok yang berseberangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama’ah seperti tuduhan teroris dan wahabi.
Selanjutnya kami mengajak para
hadirin semua apabila mendengar tuduhan jelek tentang dakwah Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab, atau membaca buku yang menyebarkan tuduhan jelek tersebut,
maka sebaiknya ia meneliti langsung dari buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab atau buku-buku ulama yang seaqidah dengannya, supaya ia mengetahui
tentang kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut, sebagaimana perintah Allah kepada
kita:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ
تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bila seorang fasik datang kepadamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kamu tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan, sehingga kamu menjadi menyesal terhadap apa yang kamu lakukan.”
Karena buku-buku Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab bisa didapatkan dengan sangat mudah terlebih-lebih pada musim
haji dibagikan secara gratis, di situ akan terbukti bahwa beliau tidak mengajak
kepada mazhab baru atau kepercayaan baru yang menyimpang dari pemahaman Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, namun semata-mata ia mengajak untuk beramal sesuai dengan
kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, sesuai dengan mazhab Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, meneladani Rasulullah dan para sahabatnya serta generasi terkemuka
umat ini, serta menjauhi segala bentuk bid’ah dan khurafat.
Ringkasan:
- Seorang da’i hendaklah membekali dirinya dengan ilmu yang cukup sebelum terjun ke medan dakwah.
- Seorang da’i hendaklah memulai dakwah dari tauhid, bukan kepada politik, selama umat tidak beraqidah benar selama itu pula politik tidak akan stabil.
- Seorang da’i hendaklah sabar dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantang dalam menegakkan dakwah.
- Seorang da’i yang ikhlas dalam dakwahnya harus yakin dengan pertolongan Allah, bahwa Allah pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya.
- Tuduhan wahabi adalah tuduhan yang datang dari musuh dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dengan tujuan untuk menghalangi orang dari mengikuti dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
- Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah sebagai pembawa aliran baru atau ajaran baru, tetapi seorang yang berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
- Perlunya ketelitian dalam membaca atau mendengar sebuah isu atau tuduhan jelek terhadap seseorang atau suatu kelompok, terutama merujuk pemikiran seseorang tersebut melalui tulisan atau karangannya sendiri untuk pembuktian berbagai tuduhan dan isu yang tersebar tersebut.
Penutup
Sebagai penutup kami mohon maaf
atas segala kekurangan dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini, semua itu
adalah karena keterbatasan ilmu yang kami miliki, semoga apa yang kami
sampaikan ini bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi hadirin semua, semoga Allah
memperlihatkan kepada kita yang benar itu adalah benar, kemudian menuntun kita
untuk mengikuti kebenaran itu, dan memperlihatkan kepada kita yang salah itu
adalah salah, dan menjauhkan kita dari mengikuti yang salah itu.
Sumber: muslim.or.id (1) dan muslim.or.id (2)
Referensi: www.lampuislam.org
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi