Segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Dari dulu hingga sekarang,
perdebatan serta perbincangan seputar Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah
dan jalan dakwahnya, terus berkecamuk antara mereka yang pro dan yang kontra.
Dan yang mengherankan dari
dakwaan mereka yang kontra -yang melontarkan tuduhan-tuduhan kepada Syaikh-
adalah: omongan mereka yang kosong dari dalil berupa bukti dari perkataan Syaikh
atau tulisan beliau di dalam kitab-kitabnya, yang ada hanyalah tuduhan-tuduhan
yang dilontarkan oleh orang-orang yang terdahulu, lalu ‘difotokopi’ oleh para
pewaris mereka.
Kami
kira setiap orang yang obyektif sepakat bahwa jalan yang paling tepat untuk
mengenal hakikat pemikiran seseorang adalah dengan cara kembali langsung kepada
orang tersebut atau kepada referensi-referensi yang otentik.
Alhamdulillah
tulisan-tulisan serta ucapan-ucapan Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab -ed)
sampai saat ini masih ada dan mudah untuk didapatkan. Dengan menelaah
tulisan-tulisan tersebut, benar tidaknya isu-isu yang sementara ini tersebar di
masyarakat akan terlihat. Adapun tuduhan-tuduhan yang tanpa bukti, maka ini
bagaikan fatamorgana yang tidak ada hakikatnya.
Di tulisan ini, kami akan
memaparkan ucapan-ucapan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang kami nukil dengan
penuh amanah dari referensi-referensi otentik yang menghimpun
perkataan-perkataan beliau. Peran kami dalam buku ini hanyalah sebagai
penyusun.
Buku ini memuat jawaban-jawaban
Syaikh sendiri, atas tuduhan-tuduhan utama yang dilontarkan ‘para lawan’ dakwah
beliau. Kami amat yakin insya Allah dengan taufik dari Allah, tulisan ini akan
cukup untuk menjelaskan al-Haq bagi mereka yang memang menginginkannya.
Adapun mereka yang memusuhi dan
menentang perjuangannya, yang tidak henti-hentinya menebarkan tuduhan-tuduhan
dusta, maka kami katakan kepada mereka: ‘Sadarlah, karena sesungguhnya
kebenaran telah jelas, agama Allah ta’ala akan menang dan cahaya
matahari yang bersinar terang tidak bisa dihalangi dengan kedua telapak
tangan.’
Perkataan-perkataan beliau dalam
buku ini meluluhlantakkan tuduhan-tuduhan mereka. Jika mereka memiliki bukti
dari perkataan beliau yang menguatkan tuduhan tersebut maka keluarkanlah dan jangan
disembunyikan. Jika mereka tidak bisa mendatangkannya, maka kami menasihatkan,
“Telusurilah jalan Allah ta’ala dengan hati yang bersih dari hawa
nafsu dan kefanatikan terhadap suatu golongan. Mohonlah kepada-Nya agar Dia
menunjukkan kebenaran lalu ikutilah kebenaran itu. perhatikanlah
perkataan-perkataan beliau, kemudian renungkanlah; apakah beliau datang membawa
ajaran baru yang tidak ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah?
Kemudian renungkan kembali:
Adakah jalan keselamatan selain dengan mengucapkan kebenaran serta
membenarkannya?
Jika telah datang kebenaran
kepadamu maka terimalah dan ikutilah kebenaran tersebut; karena yang demikian
lebih baik dari pada bersikeras dalam kebatilan.
Hanya kepada Allah-lah semuanya
akan kembali…
Hakikat Dakwah Syaikh
Muhammad Bin Abdul Wahab
Alangkah baiknya kami paparkan
terlebih dahulu penjelasan singkat tentang hakikat dakwah yang beliau serukan.
Karena hingga saat ini ‘para musuh’ dakwah beliau masih terus membangun dinding
tebal di hadapan orang-orang awam, sehingga mereka terhalang untuk melihat
hakikat dakwah sebenarnya yang diusung oleh beliau.
Syaikh berkata,
“Segala puji dan karunia dari
Allah, serta kekuatan hanyalah bersumber dari-Nya. Sesungguhnya Allah ta’ala
telah memberikan hidayah kepadaku untuk menempuh jalan lurus, yaitu agama yang
benar; agama Nabi Ibrahim yang lurus, dan Nabi Ibrahim itu bukanlah termasuk
orang-orang yang musyrik. Alhamdulillah aku bukanlah orang yang
mengajak kepada ajaran sufi, ajaran imam tertentu yang aku agungkan atau ajaran
orang filsafat.
Akan tetapi aku mengajak kepada
Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengajak kepada sunnah Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam yang telah diwasiatkan kepada seluruh umatnya. Aku
berharap untuk tidak menolak kebenaran jika datang kepadaku. Bahkan aku jadikan
Allah, para malaikat-Nya serta seluruh makhluk-Nya sebagai saksi bahwa jika
datang kepada kami kebenaran darimu maka aku akan menerimanya dengan lapang
dada. Lalu akan kubuang jauh-jauh semua yang menyelisihinya walaupun itu
perkataan Imamku, kecuali perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam karena beliau tidak pernah menyampaikan selain kebenaran.” (Kitab ad-Durar
as-Saniyyah: I/37-38).
“Alhamdulillah, aku
termasuk orang yang senantiasa berusaha mengikuti dalil, bukan orang yang mengada-adakan
hal yang baru dalam agama.” (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab: V/36).
“Dan yang aku dakwahkan
sebenarnya adalah: Kita tidak boleh menyembah kecuali hanya Allah semata, tidak
ada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana firman-Nya,
فَلا تَدْعُو
مَعَ اللَّهِ أَحَداً
“Maka kamu janganlah
menyembah seorang pun di samping menyembah Allah.” (QS. Al-Jin: 18)
Allah ta’ala juga
memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
قُلْ إِنِّي
لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرّاً وَلا رَشَداً
“Katakanlah (wahai
Muhammad): Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun
kepadamu dan tidak ( pula)kuasa memberikan suatu kemanfaatan.” (QS.
Al-Jin: 21)
Inilah firman Allah ta’ala
yang telah disampaikan dan diwasiatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada kita… Inilah yang akan menjadi hakim antara kalian dan
diriku. Jika kalian mendengar tentang dakwahku selain yang kukatakan tadi, maka
ketahuilah bahwa hal itu adalah dusta.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah:
I/90-91).
Poin Pertama: Keyakinan Syaikh Muhammad Bin Abdul
Wahab Tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Di antara tuduhan besar yang
dilontarkan ‘musuh-musuh’ dakwah Syaikh kepada beliau dalam masalah ini adalah:
1. Beliau
dituduh tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah penutup Para Nabi dan Rasul.
Demikianlah tuduhan yang
tersebar, padahal semua kitab karangan beliau telah membuktikan dustanya
tuduhan ini. Di antara perkataan beliau yang membantah tuduhan tersebut:
“Aku beriman bahwa Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup Para Nabi dan Rasul.
Keimanan seseorang tidak dianggap sah hingga dia beriman dengan kenabian dan
kerasulannya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/32).
“Orang yang paling bahagia,
paling besar kenikmatannya dan paling tinggi derajatnya adalah orang yang
paling setia mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan mengamalkan ajaran beliau.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/21).
2. Beliau
dituduh tidak memenuhi hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam serta tidak memosisikan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagaimana mestinya.
Untuk menjelaskan hakikat
tuduhan ini, kami akan kutip perkataan Syaikh yang menjelaskan keyakinan beliau
tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau berkata, “Ketika Allah ta’ala
berkehendak untuk menampakkan Tauhid dan menyempurnakan agama-Nya di atas muka
bumi, serta meninggikan kalimat Allah dan merendahkan kalimat orang-orang
kafir; maka Allah ta’ala mengutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam sebagai penutup para rasul dan kekasih Rabb alam semesta. Beliau
senantiasa dikenal setiap masa, bahkan disebutkan pula dalam kitab Taurat Nabi
Musa ‘alaihis salam dan kitab Injil Nabi Isa ‘alaihis salam.
Hingga Allah ta’ala memunculkan mutiara tersebut di antara kabilah
Bani Kinanah dan Bani Zahrah. Allah mengutus beliau di masa-masa terputusnya
(pengiriman) rasul-rasul, lalu menunjukinya jalan yang lurus.
Sebelum beliau diutus menjadi
Rasul, telah tampak pada dirinya tanda-tanda kenabian yang tidak bisa ditiru
oleh siapapun yang hidup di zamannya. Allah ta’ala menumbuhkan beliau
dengan sebaik-baiknya hingga menjadi orang yang paling mulia akhlaknya, paling
tinggi budi pekertinya, paling tangguh kesabarannya, paling baik dengan para
tetangganya, serta paling jujur tutur katanya, sehingga kaumnya menjulukinya
sebagai al-amin (yang dipercaya); karena di dalam pribadinya terdapat
perilaku yang baik dan sifat-sifat yang terpuji.” (Kitab ad-Durar
as-Saniyyah: II/90-91).
“Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah pemimpin para pemberi syafaat, dan pemberi syafaat agung
(di padang mahsyar), Nabi Adam ‘alaihis salam dan keturunannya kelak
berada di bawah benderanya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/86).
“Rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis
salam, dan rasul yang terakhir dan yang paling utama adalah nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/143).
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menyampaikan risalah kepada umatnya dengan
sempurna dan menjelaskannya dengan sebaik-baiknya. Beliau adalah penasihat
terbaik bagi para hamba Allah, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin. Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, berjihad dengan
sebenar-benarnya di jalan Allah ta’ala, serta beribadah kepada Allah ta’ala
hingga ajalnya tiba.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/21).
Syaikh menjelaskan bahwa sabda Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Salah seorang dari kalian tidak dianggap
beriman hingga aku lebih dia cintai daripada orang tua dan anak-anaknya serta
seluruh manusia”, menunjukkan akan wajibnya mengedepankan kecintaan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kecintaan kepada diri
sendiri, keluarga dan harta bendanya. (Kitab at-Tauhid: hal. 108).
3. Beliau
dituduh mengingkari syafa’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Syaikh menjawab tuduhan ini
dengan berkata, “Mereka menuduh kami mengingkari syafaat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Subhanallah! ini adalah kedustaan yang besar.
Bahkan kami menjadikan Allah ta’ala sebagai saksi, bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang diberi izin
Allah ta’ala untuk memberikan syafaat dan pemilik syafaat agung (di
padang mahsyar). Kami memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah agar mengizinkan
beliau untuk memberikan syafaatnya kepada kita, dan semoga Allah ta’ala mengumpulkan
kita bersamanya kelak.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/63-64).
“Yang mengingkari adanya syafaat
adalah ahlul bid’ah dan orang yang sesat. Akan tetapi syafa’at tersebut tidak
akan bisa diraih kecuali setelah kita mendapatkan izin serta ridha dari Allah ta’ala.
Sebagaimana firman-Nya,
وَلا
يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى
“Dan mereka tiada memberi
syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (QS. Al-Anbiya’: 28)
Allah ta’ala juga
berfirman.
مَنْ ذَا
الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi
syafaat di sisi Allah tanpa seizin dari-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 255)
(Kitab ad-Durar as-Saniyyah:
I/31).
Kemudian beliau menjelaskan
sebab timbulnya tuduhan dusta tersebut, “Tatkala kusebutkan kepada mereka apa
yang difirmankan Allah ta’ala, apa yang disabdakan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam, serta apa yang dijelaskan para ulama dari berbagai
mazhab, tentang perintah untuk memurnikan ibadah untuk Allah ta’ala
semata serta larangan untuk menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani yang menjadikan
pendeta-pendeta dan rahib-rahib sebagai tuhan selain Allah ta’ala,
mereka pun berkata, “Kamu telah melecehkan para nabi, orang-orang shalih dan
para wali.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/50).
Poin Kedua: Tentang
Ahlul Bait (Keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Di antara tuduhan-tuduhan yang
dilontarkan kepada Syaikh: mereka mengatakan bahwa beliau membenci ahlul bait
serta tidak memenuhi hak-hak mereka sebagaimana mestinya.
Jawabannya: tuduhan tersebut
tidak sesuai dengan fakta; karena kenyataannya beliau mengakui kedudukan mereka
dan mencintai serta menghormati mereka, bahkan beliau mengingkari orang yang
benci terhadap mereka, beliau berkata, “Allah ta’ala telah mewajibkan
kepada umat ini untuk memenuhi hak-hak keluarga Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam, maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengabaikan
hak-hak mereka, dengan prasangka bahwa hal itu adalah bagian dari tauhid.
Keyakinan seperti itu termasuk dalam sikap ghuluw (berlebih-lebihan).
Yang kami ingkari adalah model pemuliaan ahlul bait dengan cara meyakini bahwa
dalam diri mereka terdapat sifat-sifat ketuhanan, juga aku mengingkari
orang-orang yang menghormati oknum-oknum yang mendakwakan hal tersebut.” (Kitab
Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: V/284).
Siapapun yang membaca biografi
beliau, niscaya dia akan mengetahui kebenaran apa yang diucapkannya. Cukuplah
sebagai bukti akan kebenaran ucapan beliau; tatkala beliau menamai enam dari
tujuh orang putra-putranya dengan nama-nama ahlul bait. Mereka adalah: Ali,
Abdullah, Husain, Hasan, Ibrahim dan Fatimah. Ini merupakan salah satu bukti
yang jelas tentang besarnya kecintaan beliau terhadap ahlul bait.
Poin Ketiga: Tentang
Karamah Para Wali
Sebagian orang menyebarkan isu
bahwa beliau mengingkari adanya karamah para wali.
Perkataan beliau di berbagai
pembahasan dalam kitab-kitabnya membuktikan dustanya tuduhan ini. Di antara
ucapan beliau, “Aku meyakini keberadaan karamah para wali.” (Kitab ad-Durar
as-Saniyyah: I/32).
Sungguh mengherankan, bagaimana
mungkin beliau dituduh demikian, padahal beliau adalah orang yang menyifati
golongan yang mengingkari karamah para wali dengan sebutan ahlul bid’ah dan
golongan sesat?! Beliau berkata, “Dan tiada yang mengingkari karamah para wali
melainkan ahlul bid’ah dan golongan yang sesat.” (Kitab Muallafat Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab: I/169).
Poin Keempat: Tentang
Pengkafiran
Di antara tuduhan terbesar yang
tersebar adalah: bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab beserta pengikutnya
mengkafirkan kaum muslimin, dan meyakini bahwa nikah dengan mereka hukumnya
tidak sah, kecuali jika menikah dengan orang yang sepaham dengannya atau orang
yang hijrah kepadanya.
Beliau
telah membantah tuduhan ini di berbagai bukunya, antara lain ucapannya,
“Tuduhan bahwa aku telah mengkafirkan kaum muslimin adalah dusta besar yang
diada-adakan orang yang memusuhiku; untuk menghalang-halangi orang dari agama
ini. Maka aku katakan, “Maha suci Engkau (wahai Rabbku), ini adalah kedustaan
yang besar.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/100).
“Bermacam-macam tuduhan telah
dilontarkan kepada kami, fitnah pun makin menjadi-jadi, mereka mengerahkan
pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki dari kalangan iblis untuk menyerang
kami. Dan di antara kebohongan yang mereka sebarkan, adalah tuduhan bahwa aku
mengkafirkan seluruh kaum muslimin kecuali pengikutku, dan nikah dengan mereka
hukumnya tidak sah. Untuk menukil tuduhan tersebut saja orang yang berakal
merasa malu, apalagi untuk mempercayainya. Bagaimana mungkin orang yang berakal
memiliki keyakinan seperti itu? Apakah mungkin seorang muslim meyakini
keyakinan demikian?. Aku berlepas diri dari tuduhan itu. Tuduhan itu tidaklah
dilontarkan melainkan dari orang yang tidak waras dan linglung. Semoga Allah ta’ala
memerangi orang-orang yang bermaksud jelek.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah,
I/80).
“Yang aku kafirkan adalah orang
yang telah mengerti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
lalu dia menghinanya, menghalangi manusia darinya, serta memusuhi penganutnya.
Inilah yang aku kafirkan, dan alhamdulillah kebanyakan umat ini
tidaklah demikian keadaannya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/73).
Poin Kelima: Tentang
Pemikiran Khawarij
Sebagaian orang menuduh Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab berpemikiran Khawarij, yaitu mengkafirkan orang yang
berbuat maksiat.
Beliau menjawab, “Aku tidak akan
mengatakan tentang seorang pun dari kaum muslimin bahwa dia pasti masuk surga
atau neraka, kecuali orang yang telah dipersaksikan demikian oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Aku berharap semoga orang yang baik masuk surga, dan
aku mengkhawatirkan orang yang berbuat jelek akan masuk neraka. Aku tidak
mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin, serta mengeluarkannya dari agama
ini, hanya karena dia terjerumus ke suatu perbuatan dosa.” (Kitab ad-Durar
as-Saniyyah, I/32).
Poin Keenam: Tentang
Menyifati Allah Ta’ala Dengan Sifat Tubuh,
Seperti Tubuhnya Makhluk
Di antara isu-isu yang tersebar
di publik, bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mensifati Allah ta’ala
dengan sifat tubuh, yakni menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat
makhluk-Nya.
Beliau telah menjelaskan
keyakinannya dalam masalah ini, dan kenyataannya beliau amat jauh dari
keyakinan batil di atas. Beliau berkata, “Termasuk bagian dari keimanan kepada
Allah ta’ala adalah: mengimani sifat-sifat-Nya yang telah disebutkan
dalam Kitab dan Sunnah, tanpa mengotori keimanan tersebut dengan tahrif
(merubah lafaz maupun makna) dan ta’thil (pengingkaran secara total
maupun parsial). Aku meyakini bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan
Allah subhanahu wa ta’ala, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. Aku tidak mengingkari sifat-sifat Allah yang disebutkan di dalam
al-Qur’an maupun Sunnah. Aku juga tidak menyelewengkan makna sifat-sifat
tersebut, atau berupaya untuk mereka-reka keadaan serta bentuk yang hakiki dari
sifat-sifat itu. Aku tidak menyerupakan sifat-sifat Allah ta’ala
dengan sifat-sifat makhluk-Nya; karena tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak
ada sekutu bagi-Nya dan Dia tidak dianalogikan dengan para makhluk-Nya.
Sesungguhnya Allah ta’ala
Maha Mengetahui Dzat-Nya serta makhluk-Nya juga Maha benar firman-Nya. Allah
telah berlepas diri dari keyakinan-keyakinan golongan takyif
(yang berupaya untuk mereka-reka keadaan serta bentuk yang hakiki dari
sifat-sifat Allah), maupun golongan tamtsil
(yang menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya).
Juga Allah telah berlepas diri dari keyakinan-keyakinan golongan tahrif
(yang merubah lafazh maupun makna sifat-sifat-Nya) maupun golongan ta’thil
(yang mengingkari sifat-sifat-Nya secara total maupun parsial). Allah ta’ala
berfirman,
سُبْحَانَ رَبِّكَ
رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ. وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ. وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (الصافات:180-182)
“Maha suci Rabb-mu yang
mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan
dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam”.
(QS.Ash-Shafat: 180-182).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/29).
“Sebagaimana telah maklum bahwa ta’thil
(pengingkaran sifat-sifat Allah secara total maupun parsial) adalah lawan dari tajsim
(menyifati Allah ta’ala dengan sifat jasmani seperti jasmani makhluk).
Dua keyakinan ini saling bermusuhan. Dan keyakinan yang benar adalah sikap yang
tengah di antara keduanya (yaitu: meyakini sifat-sifat Allah tanpa
menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya).” (Kitab ad-Durar
as-Saniyyah, III/11).
Poin Ketujuh: Tentang
Menyelisihi Pendapat Para Ulama
Sebagian orang mengatakan Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam dakwahnya telah menyelisihi para ulama, tidak
menghiraukan perkataan mereka, tidak pula merujuk kepada kitab-kitab mereka.
Bahkan beliau dituduh telah menciptakan ajaran baru dan membawa pemahaman
madzhab yang kelima.
Sebaik-baik bantahan atas
tuduhan ini adalah pengakuan beliau sendiri, “Aku adalah orang yang bertaqlid
kepada Kitab dan Sunnah, serta para salafus salih. Aku juga bergantung dengan
perkataan para imam madzhab yang empat; Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit,
Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin
Hanbal. Semoga Allah merahmati mereka semua.” (Kitab Muallafat Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab: V/97).
“Seandainya kalian mendapatkan
fatwaku menyelisihi ijma’ para ulama, maka tunjukkan padaku.” (Kitab ad-Durar
as-Saniyyah: I/53)
“Jika kalian mengira bahwa para
ulama telah menyelisihi apa yang aku ajarkan, sesungguhnya di hadapan kalian
ada kitab-kitab mereka, (bacalah dengan seksama dan bandingkan dengan apa yang
kuajarkan).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/58).
“Aku selalu membandingkan
perkataan orang yang bermadzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i maupun Hambali dengan
perkataan ulama yang mu’tamad (terpercaya) dalam madzhab tersebut.”
(Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/82).
“Walhasil yang aku ingkari
adalah pengkultusan terhadap selain Allah ta’ala. Maka jika ajaranku
bersumber dari pendapatku sendiri, atau dari buku yang tidak tepercaya, atau
semata-mata dari hasil taqlidku kepada para ulama mazhabku (mazhab
Hambali); maka buanglah jauh-jauh ajaranku. Namun jika ajaranku bersumber dari
Kitab dan Sunnah serta Ijma’ para ulama dari berbagai mazhab; maka tidak layak
bagi orang yang beriman terhadap Allah ta’ala dan hari akhir, untuk
menolaknya; hanya gara-gara kebanyakan orang di zamannya, atau di negerinya
menyelisihi ajaran tersebut.” (Kitab ad-Durar as-Saniyah: I/76).
Penutup
Di penghujung tulisan ini, kami
akan mempersembahkan nasihat yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab:
Nasehat pertama
adalah untuk orang-orang yang memusuhi dakwah ini dan para pengikutnya, yang
senantiasa berusaha untuk menghalanginya, serta melontarkan berbagai macam
tuduhan batil kepadanya.
Beliau berkata, “Aku ingatkan
orang-orang yang menyelisihiku: Seluruh manusia berkewajiban untuk mengikuti
apa yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada umatnya. Bukankah kitab-kitab agama ada pada kalian? Bacalah! Janganlah
kalian mengambil sedikitpun dari perkataanku! Namun jika kalian mendapatkan
hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam
kitab-kitab tersebut, maka amalkanlah! Meskipun kebanyakan manusia tidak
mengamalkannya…
Jangan kalian menaatiku! Namun
taatilah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah
disebutkan di dalam kitab-kitab kalian…
Ketahuilah bahwa tidak ada yang
bisa menyelamatkan kalian melainkan hanya berpegang teguh kepada tuntunan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hidup di dunia ini hanyalah
sementara. Tidak pantas bagi orang yang berakal untuk melupakan surga dan
neraka.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/89-90).
“Aku mengajak orang-orang yang
menyelisihiku untuk berpegang dengan empat perkara: Kitabullah, Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ para ulama. Jika
kalian tetap keras kepala, maka aku mengajak kalian untuk mubahalah
(masing-masing pihak di antara orang-orang yang berbeda pendapat berdoa kepada
Allah ta’ala dengan sungguh-sungguh, agar Allah ta’ala
menjatuhkan laknat kepada pihak yang salah).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah:
I/55).
Nasehat kedua adalah
bagi orang yang sedang merasa bingung, tidak mengerti mana yang benar dan mana
yang salah dalam perkara ini.
Syaikh berkata, “Mohonlah
(petunjuk) dengan sungguh-sungguh kepada Allah ta’ala, dengan
merendahkan diri kepada-Nya, terutama pada waktu-waktu yang mustajab; di
antaranya pada waktu sepertiga malam yang terakhir, di akhir shalat, dan antara
azan dengan iqamat.
Bacalah doa yang diajarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terutama yang tertera dalam
hadits shahih. Seperti doa yang senantiasa beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam baca,
اللهم رب
جبرائيل وميكائيل وإسرافيل, فاطر السماوات والأرض, عالم الغيب والشهادة, أنت تحكم
بين عبادك فيما كانوا فيه يختلفون, اهدني لما اختلف فيه من الحق بإذنك, إنك تهدي
من تشاء إلى صراط مستقيم.
“Wahai Rabb Jibril, Mikail
dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Maha Mengetahui yang ghaib dan yang
nampak. Engkaulah yang memutuskan perselisihan di antara hamba-hamba-Mu. Dengan
izin-Mu, tunjukkanlah kepadaku kebenaran yang mereka perselisihkan.
Sesungguhnya Engkaulah yang menunjuki orang yang Engkau kehendaki kepada jalan
yang lurus.”
Hendaknya engkau sering
memanjatkan doa tersebut, kehadirat Dzat yang mengabulkan doa orang yang sedang
tertimpa kesusahan. Dialah Yang menunjukkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
kepada kebenaran, meskipun menyelisihi seluruh manusia pada zamannya. Ucapkan
pula, “Wahai Dzat yang mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku.”
Dan jika kamu merasa berat
(ketika akan mengamalkan kebenaran) gara-gara menyelisihi masyarakatmu, maka
renungkanlah firman Allah ta’ala,
ثُمَّ
جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ. إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ
شَيْئاً وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَاللَّهُ وَلِيُّ
الْمُتَّقِينَ (الجاثـية: 18-19).
“Kemudian Kami jadikan kamu
berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah
syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui. Sesungguhnya mereka sama sekali tidak akan dapat melindungimu dari
(siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang dzalim itu sebagian mereka
menjadi penolong bagi yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al-Jatsiyah: 18-19).
Juga firman Allah ta’ala,
وَإِنْ تُطِعْ
أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ (الأنعام:116)
“Dan jika kamu menuruti
kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari
jalan Allah.” (QS. Al-An’am: 116)
Renungkanlah sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Islam pertama kali datang dianggap asing, dan (di
akhir zaman) akan kembali dianggap asing.”
Juga sabda beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah ta’ala tidak mencabut ilmu dari
muka bumi ini dengan begitu saja, akan tetapi mencabutnya dengan meninggalnya
para ulama. Jika tiada lagi ulama di muka bumi, maka manusia akan menjadikan
orang-orang bodoh sebagai pemuka agama; sehingga mereka sendiri sesat dan
menyesatkan.”
Begitu pula sabda beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasidin
sesudahku (Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin ‘Affan dan Ali
bin Abi Thalib).”
Dan sabda beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Dan jauhilah hal-hal baru dalam agama (bid’ah),
karena semua bid’ah dalam agama adalah sesat.” (Kitab ad-Durar
as-Saniyyah: I/42-43).
“Dan jika telah jelas bagimu
bahwa inilah kebenaran, yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya, maka wajib
bagimu untuk menyampaikan kebenaran itu kepada umat manusia dan mengajarkannya
kepada kaum muslimin dan muslimat.
Semoga Allah ta’ala
merahmati orang yang menunaikan kewajibannya, bertaubat kepada-Nya, dan
mengakui kesalahannya. Ketahuilah bahwa orang yang bertaubat dari suatu
kesalahan, bagaikan orang yang tidak memiliki dosa.
Semoga Allah ta’ala
menunjukkan kepada kami, kalian dan seluruh saudara-saudara kita jalan yang
dicintai dan diridhai-Nya. Wassalam.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah:
II/43).
Shalawat, salam serta barakah
Allah semoga tetap tercurahkan kepada hamba dan Rasul-Nya, Nabi kita dan
kekasih kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta seluruh
keluarga dan para sahabatnya.
Diambil dari Kitab Tashhihul
Mafahimil Khoti’ati
Karya: Syaikh DR. Shalih bin
Abdul Aziz As-Sindy
( Dosen Aqidah Universitas
Islam Madinah )
Diterjemahkan oleh: Nur Kholis
Kurdian, Lc.
(Dosen Sekolah Tinggi
Dirasat Islamiyah Imam Syafii, Jember, Jawa Timur)
Dikoreksi ulang oleh: Abdullah
Zaen, Lc. & Muhammad Yasir, Lc.Sumber: muslim.or.id
Referensi: www.lampuislam.org
facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar