Bismillah
as salatu wassalamu ala rasulullah. Ada dua masalah yang
dialami sebagian umat Muslim. Masalah pertama adalah ada yang berkata bahwa dia
tidak bisa shalat 5 waktu sehari. Dan saya tidak percaya pada orang yang
berkata seperti itu. Kenapa begitu? Karena saya percaya pada Allah dan
firman-Nya. Allah s.w.t berfirman “La Yukallifullahu
Nafsan Illa Wus’aha (Allah tidak membebani seseorang melebihi daripada yang
dapat ditanggungnya).” Bagi orang yang berkata bahwa dia tidak bisa bertanggung
jawab atas apa yang Allah perintahkan, saya tidak percaya padanya. Misalnya anda
berkata “Aku tidak bisa shalat 5 waktu. Bagiku, ini terlalu berat” sedangkan
Allah berfirman “Ya, kamu bisa!” Jadi saya bisa memilih antara mempercayai perkataan
anda atau mempercayai Allah.
Dan mungkin anda
tidak sadar bahwa anda sedang membohongi diri sendiri. Mungkin anda membohongi
diri sendiri karena kemalasan anda, karena kurang kemauan, sehingga anda tidak
mau shalat 5 kali sehari, atau mungkin masalahnya anda malu shalat di depan
non-Muslim.
Apakah masuk
akal bahwa anda dapat beristirahat selama 15 menit untuk merokok di tempat
kerja, tapi anda tidak bisa shalat 5 kali dalam sehari? Subhanallah. Saya dulu bekerja di kota New York, Amerika Serikat, dan
saya seringkali melihat Muslim shalat dimanapun mereka berada. Saya melihat
seorang satpam yang sedang bertugas, tapi dia tetap shalat di pinggir jalan 5th
Avenue karena sudah masuk waktunya. Dan juga ketika di kampus, saya masuk ke
ruang fotokopi di perpustakaan, dan saya melihat 3 orang sedang shalat disana.
Seorang Muslim
haruslah shalat dan tidak ada tawar-menawar. Jadi itulah masalah yang pertama.
Allah berfirman bahwa anda mampu shalat. Allah telah memerintahkan anda untuk
melakukannya, dan anda pasti bisa melakukannya. Berdo’alah pada Allah agar Dia
memudahkannya.
Masalah yang
kedua adalah: "Apakah Allah benar-benar peduli kalau aku shalat atau
tidak?" Dan pertanyaan ini sebenarnya lebih tentang “Apakah Allah butuh
shalatku atau tidak?” Jika anda bertanya seperti itu, maka anda telah lupa
bahwa shalat bukanlah untuk Allah. Shalat berguna untuk diri anda sendiri. Jika
semua orang di dunia di sepanjang hidup mereka hanya digunakan untuk shalat,
itu takkan membuat Allah lebih kaya dan tidak akan menambah kebesaran-Nya,
karena Dia sudah Maha Besar. Dan jika tak seorang pun di seluruh dunia yang
berdzikir kepada Allah, hal itu tidak akan mengurangi kebesaran-Nya sama sekali.
Allah tidak butuh kita, kitalah yang butuh Allah.
Jadi
pertanyaannya adalah: Apakah anda merasa bahwa shalat adalah kebutuhan anda? Dan
jika anda merasa tidak perlu meminta bantuan pada Allah, tidak perlu mendekat
kepada Allah dan tunduk pada perintah-Nya, maka ada masalah serius dalam
keimanan anda. Keimanan anda berarti lemah, dan hal ini terjadi karena anda
telah menjauh dari Allah untuk waktu yang sangat lama,
sehingga setan
datang kepada anda dan berkata “Ya, aku tahu dulu kamu menyesal karena tak
beribadah, mari kita buang rasa penyesalan itu dan ganti dengan perasaan “Lagipula
aku tak butuh shalat.” Itulah fase selanjutnya dari penyakit keimanan. Pada
awalnya anda masih merasa menyesal karena tidak shalat. Penyesalan itu adalah
karunia dari Allah.
Ketika
penyesalan itu telah pergi, anda pun berpikir “Allah lagipula tidak butuh
shalatku. Jadi aku tidak perlu melakukannya selama aku berbuat baik.”
Masalahnya, siapa yang menentukan apa saja yang baik? Ada dua jenis kebaikan di
dunia ini: Ada kebaikan etika seperti berbaik hati kepada tetangga, jujur di
tempat kerja, tidak mencuri, tidak curang dalam berdagang. Semua ini adalah kebaikan
etika. Dan juga ada kebaikan religius misalnya berhaji, berzakat, shalat 5
waktu, puasa Ramadhan. Jadi ada dua jenis kebaikan: kebaikan religius dan
kebaikan etika/moral.
Apa yang
seringkali terjadi pada seorang Muslim adalah kita seringkali membedakan
keduanya. Jadi di antara umat Muslim anda akan melihat orang-orang yang baik
secara etika, misalnya baik pada tetangga, baik pada keluarga, mengurus
anak-anak, mengurus rumah, jujur di tempat kerja, tapi mereka tidak taat
beragama. “Aku tidak butuh agama untuk jadi orang baik”, itulah kata mereka.
Dan di sisi
lain, anda melihat orang-orang yang shalat, berhaji, berzakat, memanjangkan
jenggot, berpakaian sangat agamis, namun mereka jahat kepada keluarga, berbuat
curang dalam berdagang, sangat tidak bermoral dan beretika.
Yang terjadi
adalah kita memisahkan dua dimensi kebaikan: Kebaikan etika/moral dan kebaikan
religius. Sedangkan yang Allah lakukan dalam Quran adalah menyatukan keduanya. Dalam
sebuah ayat yang bernama Ayatul Birr
(ayat kebaikan), dijelaskan apa makna kebaikan. Jika anda mempelajari ayat itu,
disana dijelaskan bahwa kebaikan adalah kombinasi dari dua hal. Kebaikan adalah
kombinasi dari prinsip-prinsip etika seperti menepati janji, bersabar, tetap
teguh, dan juga kebaikan religius seperti menjaga shalat, berzakat, puasa, dsb.
Jadi jika anda berpikir bahwa anda yang berhak menentukan definisi kebaikan, maka
anda akan cendrung hanya melakukan kebaikan etika/moral, sementara anda akan
mengesampingkan kebaikan religius.
Tapi yang Allah
inginkan adalah agar kita baik secara etika dan religius. Inilah kebaikan yang
sejati. Jika anda baik hanya pada salah satunya, maka anda tidak benar-benar
baik. Anda hanya mendefinisikan kebaikan bagi diri sendiri, dan anda menolak
definisi Allah tentang kebaikan.
Sekian artikel ini, semoga kita dapat menjaga shalat kita dan menjadi
Muslim yang lebih baik.
Referensi: www.LampuIslam.blogspot.com
Page Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar