Setelah
itu Allah bertanya kepada malaikat tersebut: “Sudahkah engkau melihat ‘Arasy?”
Malaikat itu menjawab, “Aku belum mencapai sepersepuluh dari jarak tempuh
menuju ‘Arasy.” Karena itu, sadar dengan jauh dan lebarnya ‘Arasy, maka ia pun
meminta izin untuk kembali ke tempatnya.
Ats-Tsa’labi
pernah menyatakan kabar yang ia peroleh dari Ja’far, yang juga diperoleh dari
Muhamad, sedangkan Muhammad mendapatkannya dari ayahnya. Dan sang ayah pun
memperoleh informasi tersebut dari neneknya. Sang nenek berkata bahwa ‘Arasy
merupakan sumber inspirasi dari segala benda yang ada di bumi. Semua yang ada
di dunia, sumber inspirasinya berasal dari ‘Arasy. Hal ini sebagaimana firman
Allah yang menyatakan: “Tiada sesuatu melainkan dari Kami khazanahnya.”
Sebagai
salah
seorang ulama terkenal dalam hal tafsir, Imam Qurthubi mengatakan bahwa
‘Arasy itu berbentuk tahta yang dipikul oleh para malaikat. Dengan
demikian, bangunan ini memang diciptakan oleh Allah dengan mendapatkan
dukungan
dari para malaikat yang bertugas antara lain memikul, beribadah dengan
memuliakan, dan berthawaf di sekelilingnya. Kondisi ini sama dengan
bangunan suci di bumi yang bernama Baitullah. Allah bahkan memerintahkan
kepada segenap manusia untuk
melakukan ibadah thawaf (mengelilingi Baitullah) dengan tanpa ditentukan
waktunya.
Ibadah ini dapat dilakukan setiap saat dan bernilai pahala. Bangunan ini
menjadi sentral peribadatan umat Islam. Ibadah shalat yang dikerjakan
seluruh
umat Muslim kapanpun dan dimanapun harus
menghadap ke arahnya. Inilah bentuk kemuliaan Baitullah. Dan ketika di akhirat, perlakuan serupa akan diberikan penduduk akhirat kepada ‘Arasy.
menghadap ke arahnya. Inilah bentuk kemuliaan Baitullah. Dan ketika di akhirat, perlakuan serupa akan diberikan penduduk akhirat kepada ‘Arasy.
Dalam
sebuah ayat Al-Qur’an, Allah menggambarkan dengan sangat jelas bagaimana
kondisi di ‘Arasy tersebut sebagai berikut:
“Mereka (para malaikat) pemikul ‘Arasy dan
yang berada di sekitarnya menyuarakan pujian kepada Tuhannya, beriman
kepada-Nya, dan memintakan ampunan bagi orang-orang yang beriman, ‘Oh Tuhan
kami, begitu luasnya rahmat dan ilmu-Mu, meliputi segala-galanya. Karena itu
berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu,
peliharalah mereka dari siksa api neraka yang menyala-nyala.
Wahai Tuhan kami, masukkanlah mereka ke
dalam surga ‘Adn, yang Engkau janjikan kepada mereka, dan orang-orang shaleh di
antara bapak, istri, dan anak keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha
Perkasa dan Bijaksana. Peliharalah mereka
dari perbuatan-perbuatan jahat. Sebab
orang-orang yang Engkau pelihara dari perbuatan jahat itulah yang telah
memperoleh rahmat-Mu pada hari kiamat. Itulah suatu keberuntungan yang paling
besar.” (Qs. Al-Mu’min: 7-9)
Dalam
sebuah riwayat pernah dikemukakan bahwa Ali radiyallahu 'anhu mengemukakan bahwa
pemangku (pendukung) ‘Arasy ada empat malaikat. Tiap malaikat memiliki empat
wajah. Landasan tapak kaki mereka berada di bawah bumi ketujuh, yang kalau
diukur dengan waktu di dunia sejauh perjalanan lima ratus tahun.
Pada
keterangan berbeda dikemukakan bahwasanya Abdullah bin Abbas radiyallahu 'anhu
pernah menyatakan bahwa setelah Allah menciptakan ‘Arasy, lalu Allah memerintahkan
para malaikat untuk memikulnya. Namun kendati demikian, mereka merasa bahwa
beban yang dipikulnya sangatlah berat. Ketika itu diberikanlah amalan bacaan
berupa kalimat subhaanallaah.
Ternyata dengan membaca kalimat ini, beban yang awalnya sulit untuk dipikul
ternyata menjadi lebih ringan. Maka bacaan itu senantiasa dibaca secara
terus-menerus hingga sampai terciptanya Adam. Ketika ruh Adam dimasukkan, dan beliau
membaca alhamdulillah, lalu dijawab
oleh Allah dengan yarhamukallaah. Mendengar itu, para malaikat yang bertugas
mendukung ‘Arasy mengemukakan bahwa kalimat yang telah ada merupakan kalimat
mulia. Oleh karenanya kalimat-kalimat itu tidak pernah ditinggalkan untuk
selalu dibaca dalam tugas mereka. Maka sejak itu mereka mengucapkan Subhaanallaah walhamdulillaah. Keajaiban
dari rangkaian kalimat ini ternyata mampu memberikan keringanan terhadap beban
yang mereka pikul.
Dan
ketika Allah mengutus Nabi Nuh, beliau merupakan nabi pertama yang diutus untuk
menyerukan kaumnya agar membaca Laa
ilaaha illallaah. Rupanya kalimat ini tidak semata-mata didengar serta
menjadi rangkaian do’a dari kaum Nuh. Malaikat yang bertugas memikul beban
‘Arasy rupanya berkeinginan menggabungkannya menjadi satu rangkaian kalimat
untuk selalu dibaca. Para malaikat ini mengemukakan bahwa kalimat yang
diajarkan Nabi Nuh merupakan kalimat ketiga yang harus disambungkan dengan
kalimat-kalimat sebelumnya.
Karena
itu mereka kemudian senantiasa mengucapkan Subhaanallaah
walhamdulillaahi walaa ilaaha illallaah. Rangkaian kalimat ini menjadi
bacaan resmi mereka hingga diutusnya Nabi ibrahim untuk menyembelih putranya.
Waktu itu nabi Ibrahim menyaksikan malaikat membawa seekor domba untuk
disembelih sebagai pengganti dari putranya dengan mengucapkan Allaahu Akbar. Mendengar ucapan itu,
para malaikat pendukung ‘Arasy ada ide untuk merangkaikan tambahan kalimat itu
menjadi sebuah keutuhan bacaannya. Mereka mengatakan bahwa ini merupakan
kalimat keempat yang patut disambungkan dengan kalimat yang telah diucapkan
sebelumnya. Lalu setelah para malaikat pendukung ‘Arasy itu menyambungkannya,
maka jadilah kalimat itu Subhaanallaah
walhamdulillaahi walaa ilaaha illallaahu Allaahu Akbar.
Sewaktu malaikat Jibril menceritakan hal itu kepada Nabi
Muhammad pada perjalanan Isra’ dan Mi’raj, beliau merasa takjub. Dengan spontan,
Rasulullah mengucapkan kalimat Laa haula
walaa quwata illaa billahil ‘aliyyil ‘azhiim. Mendengar ucapan Rasulullah
itu, malaikat Jibril pada akhirnya juga memiliki ide untuk merangkaikannya
dengan kalimat-kalimat para malaikat yang telah lama dibaca menjadi sebuah
rangkaian yang utuh dan kemudian diinformasikan kepada para malaikat pendukung
‘Arasy. (Dalam kitab Tanbihul Ghafilin)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan sebuah
tiang di sisi ‘Arasy. Dan ketika ada seorang hamba yang mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah muhammad rasulullaah,
berguncanglah tiang itu. Lalu Allah berfirman, “Wahai tiang, diamlah!”
Mendengar perintah Allah ini, maka tiang tersebut menjawab, “Bagaimana aku bisa
tenang kembali sedangkan Engkau belum mengampuni dosa pembacanya?” Lalu Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman, “Aku telah mengampuni dosanya.” Setelah itu
barulah tiang penyangga itu dapat tenang seperti semula. (Dalam kitab Zubdatul Wa’idin)
Referensi: Saifulloh dan Abu Shofia (2003). Menyingkap Tabir Alam Malaikat. Surabaya: Karya Agung
Dalam keterangan yang telah disampaikan dalam berbagai
sumber, telah dijelaskan bahwa tugas dan keberadaan malaikat adalah di langit
dan bumi. Namun khusus untuk sudut ‘Arasy, Allah telah menciptakan malaikat
khusus. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Ketika aku
melakukan Isra’ Mi’raj ke langit, aku telah melihat ‘Arasy terdiri dari tiga
ratus enam puluh sudut. Jarak antara sudut yang satu dengan yang lainnya adalah
sejauh perjalanan tiga ratus ribu tahun. Di bawah tiap-tiap sudut terdapat dua
belas ribu padang pasir. Luas tiap padang pasir adalah seluas masyriq dan
maghrib. Di masing-masing padang pasir terdapat delapan puluh ribu malaikat
pembaca surat Al-Ikhlash yang pahalanya dihibahkan kepada orang-orang yang
membacanya dari umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, baik laki-laki
maupun perempuan.
Mendengar cerita ini,
para Sahabat merasa heran. Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam
bersabda, ‘Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya bahwa “qul huwallaahu
ahad” tertulis di sayap malaikat Jibril, ayat “allaahush shamad” tertulis di
sayap malaikat Mikail, dan ayat “lam yalid walam yuulad” tertulis di sayap
malaikat ‘Izrail. Sedangkan “walam yakullahu kufuwan ahad” tertulis di sayap
malaikat Israfil alaihissalam.
Maka barangsiapa dari
umatku yang membaca surat al-Ikhlash maka diberi oleh Allah pahala seperti
membaca kitab Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an.
Kemudian Rasulullah
bersabda lagi, ‘Wahai Sahabatku, apakah kalian merasa heran?’ Mereka menjawab,
‘Betul ya Rasulullah.’
Beliau shalallahu
‘alaihi wassalam meneruskan sabdanya, ‘Sesungguhnya “qul huwallaahu ahad” itu
tertulis di tempurung kepala Abu Bakar Ash-Shiddiq, “allaahush shamad” tertulis
di tempurung kepala Umar Al-Faruq, “lam yalid walam yuulad” tertulis di
tempurung kepala Utsman Dzin Nuraini, sedangkan “walam yakullahu kufuwan ahad”
tertulis di tempurung kepala Ali As-Sakhiyyi.
Maka barangsiapa yang
membacanya akan diberikan pahala sama seperti yang telah dianugrahkan kepada
Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu anhum ajma’iin. (Dalam kitab Hayatul Quluub).Referensi: Saifulloh dan Abu Shofia (2003). Menyingkap Tabir Alam Malaikat. Surabaya: Karya Agung
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar