Selasa, 13 Desember 2016

Para Malaikat yang Memikul Singgasana Allah

‘Arasy adalah tempat yang paling tinggi dan lebih luas dan besar dari sesuatu bangunan apapun yang pernah ada. Seakan ingin menegaskan pernyataan di atas, Imam al-Qusyairi menyatakan bahwa ada salah satu hadits yang menceritakan bahwa seorang malaikat bertanya kepada Allah untuk diperkenankan melihat ‘Arasy. Ternyata keinginan itu diperkenankan. Maka untuk mendukung keingintahuan sang malaikat, Allah memberinya tiga puluh sayap. Dengan sejumlah sayap yang diberikan itu akhirnya sang malaikat terbang dengan jarak tempuh selama tiga puluh ribu tahun lamanya.
Setelah itu Allah bertanya kepada malaikat tersebut: “Sudahkah engkau melihat ‘Arasy?” Malaikat itu menjawab, “Aku belum mencapai sepersepuluh dari jarak tempuh menuju ‘Arasy.” Karena itu, sadar dengan jauh dan lebarnya ‘Arasy, maka ia pun meminta izin untuk kembali ke tempatnya.

Ats-Tsa’labi pernah menyatakan kabar yang ia peroleh dari Ja’far, yang juga diperoleh dari Muhamad, sedangkan Muhammad mendapatkannya dari ayahnya. Dan sang ayah pun memperoleh informasi tersebut dari neneknya. Sang nenek berkata bahwa ‘Arasy merupakan sumber inspirasi dari segala benda yang ada di bumi. Semua yang ada di dunia, sumber inspirasinya berasal dari ‘Arasy. Hal ini sebagaimana firman Allah yang menyatakan: “Tiada sesuatu melainkan dari Kami khazanahnya.”
Ali bin Al-Husain pernah menyatakan bahwa ‘Arasy diciptakan dari bermacam-macam cahaya, namun berbeda dengan cahaya yang kita saksikan selama di dunia. Karena seperti disebutkan di atas, bahwa ‘Arasy merupakan sumber segala inspirasi apapun yang ada di dunia. Demikian pula hal ini berlaku pada warna-warna yang ada. Warna hijau di ‘Arasy menjadi sumber dari warna hijau yang ada di dunia. Kuning sebagai sumber dari seluruh warna kuning, merah juga menjadi sumber dari seluruh warna merah. Sedangkan warna putih di ‘Arasy menjadi sumber dari cahaya siang hari. Dan dari warna ini kemudian dijadikan tujuh puluh juta lapis. Dari sekian lapis warna yang ada, semuanya melakukan tasbih, tahmid, dan mensucikan nama-nama Allah dengan berbagai macam suara.

Sebagai salah seorang ulama terkenal dalam hal tafsir, Imam Qurthubi mengatakan bahwa ‘Arasy itu berbentuk tahta yang dipikul oleh para malaikat. Dengan demikian, bangunan ini memang diciptakan oleh Allah dengan mendapatkan dukungan dari para malaikat yang bertugas antara lain memikul, beribadah dengan memuliakan, dan berthawaf di sekelilingnya. Kondisi ini sama dengan bangunan suci di bumi yang bernama Baitullah. Allah bahkan memerintahkan kepada segenap manusia untuk melakukan ibadah thawaf (mengelilingi Baitullah) dengan tanpa ditentukan waktunya. Ibadah ini dapat dilakukan setiap saat dan bernilai pahala. Bangunan ini menjadi sentral peribadatan umat Islam. Ibadah shalat yang dikerjakan seluruh umat Muslim kapanpun dan dimanapun harus
menghadap ke arahnya. Inilah bentuk kemuliaan Baitullah. Dan ketika di akhirat, perlakuan serupa akan diberikan penduduk akhirat kepada ‘Arasy.
Dalam sebuah ayat Al-Qur’an, Allah menggambarkan dengan sangat jelas bagaimana kondisi di ‘Arasy tersebut sebagai berikut:
Mereka (para malaikat) pemikul ‘Arasy dan yang berada di sekitarnya menyuarakan pujian kepada Tuhannya, beriman kepada-Nya, dan memintakan ampunan bagi orang-orang yang beriman, ‘Oh Tuhan kami, begitu luasnya rahmat dan ilmu-Mu, meliputi segala-galanya. Karena itu berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu, peliharalah mereka dari siksa api neraka yang menyala-nyala.
Wahai Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn, yang Engkau janjikan kepada mereka, dan orang-orang shaleh di antara bapak, istri, dan anak keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa dan Bijaksana. Peliharalah mereka dari perbuatan-perbuatan jahat. Sebab orang-orang yang Engkau pelihara dari perbuatan jahat itulah yang telah memperoleh rahmat-Mu pada hari kiamat. Itulah suatu keberuntungan yang paling besar.” (Qs. Al-Mu’min: 7-9)
Dalam sebuah riwayat pernah dikemukakan bahwa Ali radiyallahu 'anhu mengemukakan bahwa pemangku (pendukung) ‘Arasy ada empat malaikat. Tiap malaikat memiliki empat wajah. Landasan tapak kaki mereka berada di bawah bumi ketujuh, yang kalau diukur dengan waktu di dunia sejauh perjalanan lima ratus tahun.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pada keterangan berbeda dikemukakan bahwasanya Abdullah bin Abbas radiyallahu 'anhu pernah menyatakan bahwa setelah Allah menciptakan ‘Arasy, lalu Allah memerintahkan para malaikat untuk memikulnya. Namun kendati demikian, mereka merasa bahwa beban yang dipikulnya sangatlah berat. Ketika itu diberikanlah amalan bacaan berupa kalimat subhaanallaah. Ternyata dengan membaca kalimat ini, beban yang awalnya sulit untuk dipikul ternyata menjadi lebih ringan. Maka bacaan itu senantiasa dibaca secara terus-menerus hingga sampai terciptanya Adam. Ketika ruh Adam dimasukkan, dan beliau membaca alhamdulillah, lalu dijawab oleh Allah dengan yarhamukallaah. Mendengar itu, para malaikat yang bertugas mendukung ‘Arasy mengemukakan bahwa kalimat yang telah ada merupakan kalimat mulia. Oleh karenanya kalimat-kalimat itu tidak pernah ditinggalkan untuk selalu dibaca dalam tugas mereka. Maka sejak itu mereka mengucapkan Subhaanallaah walhamdulillaah. Keajaiban dari rangkaian kalimat ini ternyata mampu memberikan keringanan terhadap beban yang mereka pikul.
Dan ketika Allah mengutus Nabi Nuh, beliau merupakan nabi pertama yang diutus untuk menyerukan kaumnya agar membaca Laa ilaaha illallaah. Rupanya kalimat ini tidak semata-mata didengar serta menjadi rangkaian do’a dari kaum Nuh. Malaikat yang bertugas memikul beban ‘Arasy rupanya berkeinginan menggabungkannya menjadi satu rangkaian kalimat untuk selalu dibaca. Para malaikat ini mengemukakan bahwa kalimat yang diajarkan Nabi Nuh merupakan kalimat ketiga yang harus disambungkan dengan kalimat-kalimat sebelumnya.
Karena itu mereka kemudian senantiasa mengucapkan Subhaanallaah walhamdulillaahi walaa ilaaha illallaah. Rangkaian kalimat ini menjadi bacaan resmi mereka hingga diutusnya Nabi ibrahim untuk menyembelih putranya. Waktu itu nabi Ibrahim menyaksikan malaikat membawa seekor domba untuk disembelih sebagai pengganti dari putranya dengan mengucapkan Allaahu Akbar. Mendengar ucapan itu, para malaikat pendukung ‘Arasy ada ide untuk merangkaikan tambahan kalimat itu menjadi sebuah keutuhan bacaannya. Mereka mengatakan bahwa ini merupakan kalimat keempat yang patut disambungkan dengan kalimat yang telah diucapkan sebelumnya. Lalu setelah para malaikat pendukung ‘Arasy itu menyambungkannya, maka jadilah kalimat itu Subhaanallaah walhamdulillaahi walaa ilaaha illallaahu Allaahu Akbar.
Sewaktu malaikat Jibril menceritakan hal itu kepada Nabi Muhammad pada perjalanan Isra’ dan Mi’raj, beliau merasa takjub. Dengan spontan, Rasulullah mengucapkan kalimat Laa haula walaa quwata illaa billahil ‘aliyyil ‘azhiim. Mendengar ucapan Rasulullah itu, malaikat Jibril pada akhirnya juga memiliki ide untuk merangkaikannya dengan kalimat-kalimat para malaikat yang telah lama dibaca menjadi sebuah rangkaian yang utuh dan kemudian diinformasikan kepada para malaikat pendukung ‘Arasy. (Dalam kitab Tanbihul Ghafilin)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan sebuah tiang di sisi ‘Arasy. Dan ketika ada seorang hamba yang mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah muhammad rasulullaah, berguncanglah tiang itu. Lalu Allah berfirman, “Wahai tiang, diamlah!” Mendengar perintah Allah ini, maka tiang tersebut menjawab, “Bagaimana aku bisa tenang kembali sedangkan Engkau belum mengampuni dosa pembacanya?” Lalu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Aku telah mengampuni dosanya.” Setelah itu barulah tiang penyangga itu dapat tenang seperti semula. (Dalam kitab Zubdatul Wa’idin)
Malaikat di Sudut ‘Arasy

Dalam keterangan yang telah disampaikan dalam berbagai sumber, telah dijelaskan bahwa tugas dan keberadaan malaikat adalah di langit dan bumi. Namun khusus untuk sudut ‘Arasy, Allah telah menciptakan malaikat khusus. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Ketika aku melakukan Isra’ Mi’raj ke langit, aku telah melihat ‘Arasy terdiri dari tiga ratus enam puluh sudut. Jarak antara sudut yang satu dengan yang lainnya adalah sejauh perjalanan tiga ratus ribu tahun. Di bawah tiap-tiap sudut terdapat dua belas ribu padang pasir. Luas tiap padang pasir adalah seluas masyriq dan maghrib. Di masing-masing padang pasir terdapat delapan puluh ribu malaikat pembaca surat Al-Ikhlash yang pahalanya dihibahkan kepada orang-orang yang membacanya dari umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, baik laki-laki maupun perempuan.
Mendengar cerita ini, para Sahabat merasa heran. Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya bahwa “qul huwallaahu ahad” tertulis di sayap malaikat Jibril, ayat “allaahush shamad” tertulis di sayap malaikat Mikail, dan ayat “lam yalid walam yuulad” tertulis di sayap malaikat ‘Izrail. Sedangkan “walam yakullahu kufuwan ahad” tertulis di sayap malaikat Israfil alaihissalam.
Maka barangsiapa dari umatku yang membaca surat al-Ikhlash maka diberi oleh Allah pahala seperti membaca kitab Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an.
Kemudian Rasulullah bersabda lagi, ‘Wahai Sahabatku, apakah kalian merasa heran?’ Mereka menjawab, ‘Betul ya Rasulullah.’
Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam meneruskan sabdanya, ‘Sesungguhnya “qul huwallaahu ahad” itu tertulis di tempurung kepala Abu Bakar Ash-Shiddiq, “allaahush shamad” tertulis di tempurung kepala Umar Al-Faruq, “lam yalid walam yuulad” tertulis di tempurung kepala Utsman Dzin Nuraini, sedangkan “walam yakullahu kufuwan ahad” tertulis di tempurung kepala Ali As-Sakhiyyi.
Maka barangsiapa yang membacanya akan diberikan pahala sama seperti yang telah dianugrahkan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu anhum ajma’iin. (Dalam kitab Hayatul Quluub).
 
Referensi: Saifulloh dan Abu Shofia (2003). Menyingkap Tabir Alam Malaikat. Surabaya: Karya Agung 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar