Selasa, 15 Maret 2016

SIFAT PEMAAF NABI MUHAMMAD SAW



Sifat keras, kasar, dan kejam sangat dibenci oleh Nabi Muhammad. Beliau menganjurkan kita untuk mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran dengan jalan yang baik dan lemah lembut. Sebab, dengan berbuat baik kepada orang lain, kecil kemungkinannya orang berkeinginan untuk berbuat jahat kepada kita. Kalau bisa, walaupun kita disakiti, jangan dibalas, bahkan balaslah dengan kebaikan. Inilah sifat hilm yang dianjurkan Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad tidak pernah membalas dendam pribadi, tidak pernah memukul kecuali dalam perang. (H.R. Ahmad) Diriwayatkan dari Anas, “Aku berjalan bersama Rasulullah, beliau memakai kain sorban tebal buatan Najran yang beliau lilitkan di lehernya. Tiba-tiba ada orang desa menarik sorban tersebut dengan keras dan kasar, sehingga aku melihat bekasnya di bahu beliau. Lalu orang itu berkata, ‘Wahai Muhammad! Berilah padaku harta Allah yang ada padamu!’ Rasulullah menoleh dan tertawa, kemudian menyuruh untuk memberi uang pada orang tersebut.” (Muttafaq ‘alaih)

Sewaktu beliau pulang dari perang Hunain, orang-orang Badui desa mengikutinya dan meminta sesuatu dari Nabi Muhammad, sampai-sampai beliau berkata, “Demi Allah. Seandainya aku punya ternak sebanyak kayu-kayu kecil ini, aku bagikan semuanya kepada kalian, sehingga kalian tidak menemukan aku pelit, penakut, dan pembohong.” (H.R. al-Baghawi)
Nabi Muhammad tidak cepat marah dan memaklumi orang yang berbuat salah karena tidak tahu atau lupa. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa suatu hari orang Badui desa datang ke masjid dan pipis di dalamnya. Orang-orang yang melihatnya marah dan berhambur mau memukulnya, tetapi dicegah oleh Rasulullah yang bersabda, “Biarkan dia, dan siramlah air bekas pipisnya. Kita diutus bukan untuk memberatkan tapi untuk mempermudah.” Inilah contoh dari sifat rifq.
Kesabaran Nabi Muhammad dalam berjihad dan berdakwah sudah teruji dengan baik. Kita patut mencontoh beliau untuk sabar tidak dalam kepentingan pribadi. Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Dia berkata, ‘Apakah ada saat bagimu yang lebih keras dari Perang Uhud?’ Aku menjawab, ‘Ada. Yaitu permusuhan kaummu (Quraisy) di Aqabah.’ Ketika kutawarkan diriku pada Ibnu Abdi Jalail bin Abdi Kilal, ia tidak menerima diriku. Lalu aku pergi dalam keadaan sedih, lalu aku melihat di atas awan, Jibril memanggilku, ‘Sesungguhnya Allah mendengar apa yang dikatakan kaummu kepadamu. Dan apa yang telah mereka lakukan terhadapmu. Aku diutus kepadamu untuk memerintahkan malaikat penjaga gunung untuk patuh pada perintahmu. Lalu malaikat penjaga gunung itu mengucap salam kepadaku dan berkata, ‘Wahai Muhammad. Allah telah mendengar apa yang dikatakan oleh kaummu kepadamu. Aku ditugaskan oleh Allah untuk memenuhi perintahmu. Kalau engkau suka, dua gunung ini akan kubalikkan dan kukubur mereka.’” Namun, Rasulullah menjawab, “Jangan. Aku hanya berharap semoga di antara anak cucu mereka ada yang mau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.’” (Muttafaq ‘alaih)
Masya Allah! Betapa kasih sayang beliau begitu besar. Kadang-kadang para penyeru dakwah tergesa-gesa dan tidak sabar dengan dakwah mereka. Karenanya, banyak dakwah yang gagal karena kurangnya keteguhan hati dan kesabaran akan perintah Allah. Ingatlah, 13 tahun Nabi Muhammad menanggung beban berat di Mekkah sampai akhirnya pindah ke Madinah.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, “Aku melihat Rasulullah seakan-akan seperti seorang nabi yang dipukul oleh kaumnya sampai berdarah, kemudian membersihkan darah dari wajahnya sambil berkata, “Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak tahu.”
Suatu hari seorang Yahudi datang kepada Nabi Muhammad, sedangkan beliau berada di tengah-tengah para Sahabat. Yahudi itu bernama Zaid bin Su’nah. Dia datang menagih hutang, lalu mencengkram kerah Rasulullah dan selendangnya. Dia menatapnya dengan tajam dan kasar, “Wahai Muhammad, apakah kamu tidak mau membayar hakku?” Umar marah dan matanya seperti bola api. Umar pun berkata dengan sengit, “Wahai musuh Allah, kamu berkata begitu kepada Rasulullah dan memperlakukannya seperti yang kulihat ini. Demi Dia yang mengutus beliau dengan kebenaran, seandainya Rasulullah tidak melarangku, niscaya kupenggal kepalamu dengan pedang ini.”
Nabi Muhammad kemudian memandang Umar dengan tenang dan berkata, “Wahai Umar, aku dan dia perlu yang lebih dari ini, yaitu kau menyuruhku menepati pembayaran dan kau menyuruhnya menagih dengan baik. Pergilah wahai Umar dan cukupilah (bayarlah) haknya dan tambahkanlah kepadanya 20 sha’ kurma.”
Ketika tahu bahwa Umar melebihinya 20 sha’, orang Yahudi itu berkata, “Untuk apa tambahan ini wahai Umar?” Umar menjawab, “Aku diperintahkan oleh Rasulullah untuk menambahkannya kepadamu karena kecongkakanmu.” Lalu orang Yahudi itu berkata, “Apakah kamu mengenalku?” “Tidak. Siapa kamu?”, tanya Umar. “Aku Zaid bin Su’nah.” Umar tercengang, “Pendeta Yahudi?! Apa yang membuatmu berbuat seperti ini?” Zaid menjawab, “Wahai Umar, aku memang sengaja berbuat begini untuk mengetahui kenabiannya. Aku melihat dua hal, lalu aku tahu bahwa dia benar-benar seorang nabi. Pertama, beliau mengedepankan sifat hilm-nya dari yang lain. Kedua, semakin aku kasar, beliau semakin sabar dan meladeni. Dan sekarang wahai Umar, saksikanlah bahwa aku rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad adalah nabi! Dan aku akan memberi separuh hartaku untuk kepentingan umat Islam.” Umar berkata, “Kepada sebagian umat, karena kalau untuk seluruh umat Islam tidak mencukupi.” Lalu Zaid menemui Rasulullah dan mengucapkan dua kalimat syahadat. (H.R. Bukhari)
Inilah sifat-sifat beliau yang penuh dengan kesabaran, kerendahan hati, mengalah, dan bersahabat. Dalam sebuah hadits, Aisyah meriwayatkan, “Aku berumrah bersama Rasulullah dari Madinah ke Mekkah. Ketika sampai di Mekkah, aku berkata, ‘Dengan bapak ibuku sebagai tebusan wahai Rasulullah, aku menggabungkan shalatku dan menyempurnakannya, aku berbuka dan aku puasa.’ Rasulullah hanya mengomentari, ‘Bagus, kalau begitu.’ Dan tidak melarang atau menegurku.” (H.R. Nasa’i).
 

Minggu, 06 Maret 2016

Do'a - Do'a yang Rasulullah SAW Panjatkan



Do’a adalah ibadah yang sangat agung yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Berdo’a adalah cermin dari rasa tunduk dan rendah diri serta ketidakberdayaan dan melepaskan diri dari rasa memiliki dan berkuasa. Berdo’a merupakan simbol penghambaan, sarana untuk merasakan kerendahan diri kita sebagai manusia yang lemah dan tidak ada daya apapun di hadapan Allah. Di dalam do’a, ada pujian kepada Allah, ada permohonan yang tulus dari lubuk hati yang terdalam, dan ada perasaan yang terfokus pada kemurahan Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda “do’a adalah inti dari suatu ibadah.” (H.R. Tirmidzi)

Dalam setiap kesempatan, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam senantiasa bermunajat dengan do’a dan ber-tadarru (merasa rendah di hadapan Allah), serta menampakkan ketergantungan kepada Allah. Hal ini terutama dilakukan oleh beliau pada waktu-waktu yang mustajab (waktu dimana suatu do’a dikabulkan) seperti di tengah malam pada saat shalat tahajjud, pada hari Arafah, di multazam, dan sebagainya.
Di antara do’a-do’a yang beliau panjatkan adalah,
Ya Allah, perbaikilah oleh-Mu urusan agamaku karena ia adalah kendali segala urusanku. Perbaikilah urusan duniaku karena ialah tempat penghidupanku. Perbaikilah urusan akhiratku karena ialah tempat kembaliku yang abadi. Jadikanlah kehidupanku sebagai tambahan bagiku untuk memperoleh segala kebaikan. Dan jadikanlah kematian sebagai akhir dari segala keburukan.” (H.R. Muslim)
Beliau juga sering berdo’a setiap pagi dan sore,
Ya Allah, Dzat yang mengetahui segala sesuatu yang ghaib dan yang tampak, yang menciptakan langit dan bumi, pemilik dan raja segala sesuatu, aku bersaksi tiada tuhan selain Engkau. Aku berlindung kepadamu dari kejahatan diri dan nafsuku dan dari kejahatan setan dan sekutunya, dan dari perbuatan jelek atau yang menyebabkan kejelekan kepada sesama Mulim.(H.R. Abu Daud)
Di antara do’a beliau,
Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal dari yang haram. Dan jadikanlah aku kaya hanya dengan karunia-Mu, tidak dari yang lain.” (H.R. Tirmidzi)
Begitu juga do’a beliau yang menyentuh saat akan dipanggil menghadap-Nya,
Ya Allah, ampunilah kau, dan kasihanilah aku, serta tempatkanlah aku di sisi-Mu.” (Muttafaq ‘alaih)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam banyak memanjatkan do’a kepada Allah di setiap kesempatan dan kondisi yang berbeda. Di waktu senang, susah, dan perang. Bahkan dalam perang Badar, ketika melihat kekuatan musuh yang demikian besarnya, beliau shalallahu ‘alaihi wassalam berdo’a lama sekali di dalam tendanya, sampai-sampai selendang beliau jatuh dari bahunya. Hal ini beliau lakukan untuk memohon pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala agar kemenangan dapat diraih oleh pasukan Muslim. Dan Allah pun mengabulkan do’a yang beliau panjatkan dengan mengirimkan pasukan-pasukan malaikat yang turun dari langit sehingga umat Muslim memenangkan perang Badar. Rasulullah berdo’a tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk keluarganya, sahabatnya, serta seluruh umat Muslim dimanapun mereka berada.

Referensi: www.lampuislam.blogspot.com 
page facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi

Meneladani Rasulullah SAW dalam Membela Kehormatan Orang Lain



Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam adalah seorang pribadi yang memiliki akhlaq mulia. Beliau senantiasa membela kehormatan orang lain dan tidak menyukai apabila ada yang melanggar hak orang lain. Beliau juga seringkali berkumpul bersama para sahabat di majelis taklim dan dzikir. Hal ini dikarenakan majelis taklim dan dzikir adalah tempat berkumpul yang paling mulia. Bahkan para malaikat pun ikut berkumpul di majelis-majelis dimana umat manusia mengagungkan dan mengingat Allah subhanahu wa ta’ala. Di majelis itu beliau seringkali memberikan petunjuk, pengajaran, dan nasihat-nasihat yang berharga kepada para sahabat. Para sahabat yang hadir disana mendengarkan beliau dengan penuh antusias karena butiran-butiran nasihat yang beliau sampaikan adalah sesuatu yang sangat berharga dan penuh dengan manfaat. Dalam majelis itu beliau meluruskan kesalahan, mengingatkan yang lupa, dan memberikan segala petunjuk kebaikan. Dalam majelis itu beliau shalallahu ‘alaihi wassalam melarang gosip, bergunjing, dan adu domba. Beliau tidak rela bila ada seseorang yang menceritakan aib orang lain.

Ada sebuah kejadian yang diriwayatkan oleh Utbah bin Malik, “Rasulullah berdiri untuk shalat kemudian berkata, ‘Dimana Malik Ibnu Dakhsyam?’ Seseorang menjawab, ‘Dia adalah munafik yang tidak suka kepada Allah dan rasul-Nya.’ Kemudian Rasulullah berkata, ‘Jangan begitu, bukankah dia telah mengatakan tiada tuhan selain Allah dengan mengharapkan ridha Allah? Sesungguhnya, Allah mengharamkan masuk neraka bagi orang yang mengatakan laa ilaaha illa Allah untuk meraih keridhaan Allah.’ (Muttafaq ‘alaih). Beliau mengulanginya sampai tiga kali.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memperingatkan agar kita jangan sampai memberikan kesaksian palsu dan berbuat dzalim terhadap hak orang lain. Kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kewajiban kita dan memenuhi hak orang lain, di antaranya dengan menepati janji, berbakti kepada kedua orang tua, dan menghargai orang lain. Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq bahwa Nabi Muhammad bersabda, “Maukah kalian kuberitahu tentang dosa yang paling besar?” Kami mengiyakan, lalu beliau berkata, “Yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada orangtua.” Waktu itu beliau sedang bersandar ke dinding lalu duduk dan berkata, “Ingatlah juga, kesaksian palsu (berdusta).” Beliau terus-menerus mengulanginya sampai kami berkata, “Mudah-mudahan beliau diam.” (Muttafaq ‘alaih)
Walaupun beliau shalallahu ‘alaihi wassalam sangat mencintai istrinya, namun beliau tetap tidak rela apabila ada di antara mereka yang bergunjing atau bergosip. Aisyah meriwayatkan, “Aku berkata kepada Rasulullah, ‘Cukuplah bagimu tentang Shafiyah begini dan begitu...’” Sebagian perawi menjelaskan bahwa Aisyah mengatakan Shafiyah adalah orang yang bertubuh pendek. Lalu Rasulullah bersabda, “Kamu telah mengatakan suatu kalimat yang seandainya bisa dicampur dengan air laut, maka akan kucampur.” (H.R. Abu Daud)
Rasulullah juga memberi kabar gembira kepada orang yang membela kehormatan orang lain melalui sabdanya, “Barangsiapa yang membela saudaranya yang sedang digunjingkan, maka orang itu berhak untuk dibebaskan oleh Allah dari neraka.”

Saya menyarankan agar para membaca juga melihat artikel-artikel lainnya tentang Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam. Hal ini dimaksudkan agar kita lebih mengenal pribadi beliau sehingga tumbuhlah rasa cinta kepada beliau. Silahkan klik artikel-artikel berikut ini untuk mengenal Nabi Muhammad lebih jauh:

Referensi: www.lampuislam.blogspot.com 
page facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi

Di Kala Rasulullah SAW Beristigfar.



Ada suatu hal yang tidak pernah bisa dipisahkan antara Nabi Muhammad shalallahu ‘alahi wassalam dengan tersambungnya hati beliau dengan Allah. Hal ini beliau lakukan melalui dzikir. Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam adalah seorang nabi yang tidak pernah membuat waktu terbuang begitu saja tanpa mengingat Allah, memuji, bersyukur, dan memohon ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Padahal kita tahu bahwa beliau sudah diampuni segala dosa dan kesalahannya oleh allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan beliau dijanjikan akan mendapatkan derajat yang tertinggi di surga kelak. Namun tetap saja Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam selalu menjadi hamba yang senantiasa memohon ampunan kepada Rabb-Nya. Beliau adalah contoh keteladanan dengan akhlaq yang terpuji, yang senantiasa mensyukuri nikmat dan karunia dari Allah yang diberikan kepadanya dan keluarganya. Beliau adalah seorang rasul yang tahu bagaimana caranya menghargai waktu dan senantiasa mengisinya dengan ibadah-ibadah baik itu dengan dzikir, shalat, puasa, bersedekah, dan lain-lain.

Bahkan dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah senantiasa bangun di malam hari untuk melaksanakan shalat qiyamul lail, sampai-sampai kaki beliau bengkak karena beliau berdiri begitu lama dalam shalatnya. Dalam shalatnya, beliau seringkali menangis karena hatinya bergetar mengingat Allah. Beliau menyadari posisinya sebagai seorang hamba Allah dan menyadari bahwa ada tanggung jawab yang harus dipikul sebagai seorang nabi. Seringkali Rasulullah berduka karena memikirkan keadaan kaumnya dan umatnya. Rasulullah ingin agar umat manusia berada di jalan yang lurus, yaitu berada dalam agama Islam yang telah diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Karena itulah seringkali beliau bermunajat kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar umat manusia patuh kepada perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Aisyah radiyallahu ‘anha pernah berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam selalu mengingat dan menyebut nama Allah di setiap waktu.” (H.R. Muslim)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu bahwasanya, “Kami menghitung istighfar Rasulullah dalam satu majelis adalah sebanyak seratus kali. Belliau selalu beristighfar, “Tuhanku ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang.” (H.R. Abu Daud)
Dikatakan oleh Abu Hurairah, “Aku pernah mendengar Rasulullah shalallahu ‘alahi wassala bersabda, “Demi Allah, aku mohon ampun dan bertaubat lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari.” (H.R. Bukhari)
Ummu Salamah meriwayatkan betapa seringnya Rasulullah berdo’a ketika bersamanya. Do’a beliau adalah sebagai berikut, “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati. Tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.” (H.R. Tirmidzi)
Masya Allah. Begitu mengangumkannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Bayangkan dan renungkanlah! Seorang nabi paling mulia, manusia paling sempurna di muka bumi ini, dimana dirinya sudah dijamin masuk surga oleh Allah subhanahu wa ta’ala, namun beliau tetap senantiasa beristighfar kepada Allah. Lalu bagaimana dengan kita? Seberapa seringkah kita beristighfar kepada Allah? Semoga kita juga bisa meneladani dan mencontoh apa yang beliau lakukan, yaitu senantiasa beristighfar kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Referensi: www.lampuislam.blogspot.com 
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi

Senin, 29 Februari 2016

Sifat Terpuji Nabi Muhammad dalam Memperlakukan Orang Lain



Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam adalah manusia pilihan Allah yang mempunyai sifat lemah lembut dan kasih sayang terhadap sesama. Beliau memperlakukan orang lain dengan penuh kelembutan. Itulah mengapa beliau dicintai oleh orang-orang di sekitarnya, bahkan para non-Muslim mencintai beliau shalallahu ‘alaihi wassalam, dan banyak di antara mereka yang akhirnya memeluk agama Islam. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai sifat mulia beliau.
Perlakuan Rasulullah Terhadap Tetangga
Betapa beruntungnya bila menjadi tetangga Rasulullah. Di mata beliau, tetangga mempunyai tempat dan kedudukan yang tinggi. Beliau bersabda,
Jibril selalu saja mewasiatkan padaku akan hak tetangga, sampai-sampai aku menyangka bahwa dia akan mewarisi aku.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah juga berwasiat kepada Abu Dzar al-Ghifari,
Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak gulai, perbanyaklah airnya dan bagikanlah kepada tetanggamu.” (H.R. Muslim)
Rasulullah sering mengingatkan agar tidak menyakiti tetangga,
Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman karena ulah perbuatannya.” (H.R. Muslim)
Dan sebagai penghormatan dan penghargaan kepada tetangga, beliau bersabda,
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya.” (H.R. Muslim)
Pergaulan yang Baik
Aisyah radiyallahu ‘anha berkata, “Kalau Rasulullah mendengar atau mendapat informasi tentang seseorang (kejelekannya), beliau tidak berkata, “Untuk apa si fulan berkata begini...” melainkan beliau berkata, “Untuk apa orang-orang berkata begini, begitu...” (H.R. Tirmidzi)
Diceritakan oleh Anas bin Malik bahwa seseorang menghadap Rasulullah, sedangkan di wajahnya ada bekas sesuatu yang kekuning-kuningan. Rasulullah jarang menjumpai hal yang serupa itu karena beliau tidak senang dengan orang yang tidak memperhatikan kebersihan. Setelah orang itu pergi, Rasulullah berkata, “Seandainya kalian menyuruhnya untuk membersihkan wajahnya terlebih dulu, hal itu lebih baik bagi kalian.” (H.R. Abu Daud dan Ahmad)
Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu berkata bahwa “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
Akankah aku beritahukan kalian orang yang haram masuk neraka, atau orang yang neraka dilarang untuk membakar tubuhnya? Yaitu kerabat dekat yang lemah lembut, terbuka, ramah, dan mudah bergaul.”
Hak-Hak yang Harus Dipenuhi
Hak-hak yang harus dipenuhi oleh manusia banyak sekali. Hak Allah, hak orang lain, dan hak diri kita sendiri. Nah, bagaimana Rasulullah membagi dan mengatur serta memenuhi hak-hak tersebut?
Anas menceritakan, “Telah datang tiga (kelompok) orang ke rumah Rasulullah menanyakan tentang ibadah beliau. Setelah mereka diberitahu, seakan-akan mereka sukar mempercayainya. Mereka berkata, ‘Apalah artinya kita jika dibandingkan dengan Rasulullah, sedangkan beliau telah diampuni segala dosanya?’
Salah seorang di antara mereka berkata, ‘Aku akan selalu bangun dan shalat di tengah malam selamanya.’ Yang seorang lagi berkata, ‘Aku akan berpuasa sepanjang masa tanpa berbuka.’ Sedangkan yang satu lagi berkata, ‘Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah.’ Kemudian datanglah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam kepada mereka dan bersabda,
Kalian yang telah mengatakan begini dan begitu? Ketahuilah, demi Allah aku orang yang paling bertakwa di antara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan tidur, dan aku menikah. Maka barangsiapa yang tidak setuju dengan sunnahku maka dia bukan dari golonganku.” (Muttafaq ‘alaih).

Referensi:  www.lampuislam.blogspot.com
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi

Keberanian Rasulullah dalam Berdakwah



Dalam diri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam terdapat keberanian yang luar biasa sebagai sarana utama untuk memperjuangkan agama dan menjunjung tinggi kalimat Allah. Rasulullah menjadikan segala nikmat yang diperolehnya untuk ditempatkan dan disalurkan pada tempat yang benar. Aisyah radiyallahu ‘anhu berkata, “Belum pernah Rasulullah memukul seseorang dengan tangannya kecuali dalam peperangan dan belum pernah beliau memukul seorang pembantu atau seorang wanita.” (H.R. Muslim)

Contoh paling nyata dari keberanian Nabi Muhammad adalah ketika beliau seorang diri menyeru kaumnya yang terdiri dari pemimpin dan tokoh-tokoh kaum kafir Quraisy serta mengajak mereka untuk masuk ke dalam ajaran Islam. Dan beliau percaya bahwa Allah akan menolongnya karena sejak semula beliau percaya kepada Allah dan bertawakal dalam melaksanakan tugas dakwahnya.

Dalam peperangan, Nabi Muhammad adalah orang yang paling berani. Ketika orang-orang lari ketakutan, Nabi Muhammad tetap berdiri tegak seorang diri melawan musuh-musuhnya.
Beliau beribadah dalam kesunyian Gua Hira selama bertahun-tahun tanpa mendapatkan rintangan dan permusuhan dari kaum Quraisy. Namun ketika beliau mulai mengajak kaumnya untuk bertauhid kepada Allah, pada saat itulah kaum Quraisy mulai menentangnya.
Allah berfirman,
Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang menciptakan pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusanmu?’ Maka mereka akan menjawab, ‘Allah.’ Maka katakanlah, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa?’” (Qs. Yunus: 31)
Orang-orang Quraisy itu menjadikan berhala-berhala sebagai perantara antara mereka dengan Allah sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an,
Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berhala), ‘Kami tidak menyembah mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.’” (Qs. az-Zumar: 3)
Seandainya mereka tidak begitu, niscaya mereka telah mengakui Allah sebagai tuhan mereka. Allah berfirman,
Katakanlah, siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Katakanlah, ‘Allah.’” (Qs. Saba’: 24)
Cobalah kita renungkan, betapa syirik sudah merajalela di tengah-tengah kaum Muslim; meminta kepada orang leluhur, bernazar, takut kualat, dan berharap kepada mereka. Dengan begitu, tali-tali penghubung kepada Allah telah putus disebabkan syirik dan meminta-minta kepada berhala atau orang yang telah mati.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang menyekutukan Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya adalah neraka.” (Qs. Al-Maa’idah: 72)
Dari rumah Nabi Muhammad, kita layangkan pandangan ke arah utara pada sebuah gunung yang bernama Uhud, sebagai saksi bisu atas keberanian dan kesabaran serta keteguhan beliau. Nabi Muhammad mengalami luka yang cukup parah dalam peperangan yang terjadi di kaki gunung Uhud. Wajahnya berdarah, gigi geraham beliau pecah, serta kepalanya berdarah-darah.

Sahal bin Sa’ad menceritakan tentang luka-luka beliau dan berkata, “Ketahuilah demi Allah, aku mengetahui siapa yang membersihkan luka Rasulullah dan siapa yang menyirami dengan air dan dengan apa beliau diobati. Yang membersihkan adalah Fatimah sedangkan yang menyirami dengan air adalah Ali bin Abi Thalib. Ketika Fatimah melihat darah semakin banyak keluar, dia menyobek sepotong tikar, membakarnya dan membalutkannya, dan kemudian darah berhenti mengalir. Namun, gigi geraham dan bagian atas kepala beliau serta wajah beliau tampak terluka cukup parah.” (H.R. Bukhari)
Al-Abbas bin Abdul Muthalib menceritakan keteguhan Nabi Muhammad dalam perang Hunain, “Ketika pasukan Muslim mundur, Rasulullah tetap mengarahkan kudanya ke arah musuh dan aku memegang tali kekangnya supaya tidak berlari cepat. Waktu itu kudengar Rasulullah berkata, ‘Aku nabi bukan seorang pembohong, aku cucu Abdul Muthalib.’” (H.R. Muslim)
Seorang pahlawan muda yang tangguh dan pemberani serta penunggang kuda yang handal dan teruji ketangguhannya di segala medan tempur, Ali bin Abi Thalib, menceritakan keberanian Rasulullah sebagai berikut, “Ketika perang sedang berkecamuk dan dua pasukan telah saling membunuh, kami para sahabat berlindung dibalik Rasulullah dan tidak ada seorang pun yang lebih dekat kepada musuh kecuali beliau.” (H.R. al-Baghawi dan Muslim)
Karena kesabaran Rasulullah dalam berdakwah, Allah menjadikan agama Islam ini tersebar luas sampai ke negara-negara Asia Tengah bahkan sampai timur jauh. Pasukan berkuda umat Muslim sudah terbiasa mengelilingi Jazirah Arab dan negara Syam, sehingga tidak ada satu tempat pun yang tidak mereka jamah.
Rasulullah bersabda,
Sesungguhnya aku takut kepada Allah dan tidak takut kepada siapapun selain Dia. Aku ditakuti karena Allah dan tidak ada seorang pun yang ditakuti karena Allah selain aku. Dan aku telah disakiti di jalan Allah dan tidak seorang pun disakiti selain aku. Aku telah mengalami selama tiga puluh hari siang dan malam, sedangkan aku ataupun Bilal sama-sama tidak punya apa-apa untuk dimakan kecuali apa yang menutupi ketiak Bilal (sangat sedikit).” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)
Walaupun beliau berkuasa dan menaklukkan berbagai negeri, harta rampasan perang melimpah, dan zakat menggunung, beliau tidak mewariskan apa-apa kecuali agama dan ajaran Islam. Itulah yang disebut warisan Rasulullah. Maka, siapapun yang belajar agama, dia telah memperoleh warisan dari Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Aisyah,
Rasulullah tidak meninggalkan warisan dinar atau dirham, kambing atau unta, dan tidak mewasiatkan sesuatu.” (H.R. Muslim).

Referensi: www.lampuislam.blogspot.com
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi 

Kelembutan Rasulullah Pada Anak-Anak


 

Hati yang keras yang tidak mengenal kasih sayang dan cinta adalah batu karang. Hati yang lembut adalah hati penuh cinta, penuh kasih sayang, dan pengertian kepada siapapun. Hati yang keras bisa dilatih agar menjadi lembut. Kelembutan hati adalah hati idaman setiap manusia, dambaan setiap makhluk yang penuh rindu. Seseorang dengan pribadi yang lembut senantiasa menunjukkan cinta kasih kepada sesama. Anas berkata,
Rasulullah selalu mengambil dan merangkul putranya, Ibrahim, lalu mengecup dan menciumnya.” (H.R. Muslim)

Kasih sayang beliau tidak terbatas pada keluarganya saja, melainkan pada semua orang, termasuk anak-anak tetangga dan seluruh Sahabat. Berkata Asma binti Umais istri ja’far bin Abi Thalib yang tewas di perang Mut’ah, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam masuk ke dalam rumahku dan memanggil anak-anak Ja’far. Aku melihat beliau mencium mereka. Lalu air matanya berjatuhan. Aku bertanya, ‘Apakah ada kabar tentang Ja’far suamiku?’ Beliau menjawab, ‘Ya, dia gugur pada hari ini.’ Lalu kami pun menangis. Lalu beliau pulang dan berkata pada orang-orang, ‘Buatlah makanan untuk kelarga Ja’far karena mereka ditimpa sesuatu.’” (H.R. Ibnu Said, Tirmidzi, dan Ibnu Majah) Dan ketika air mata beliau masih meleleh karena kematian sahabatnya, ditanya oleh Sa’ad bin Ubadah, ‘Apa ini wahai Rasulullah?’ Beliau berkata, ‘Air mata ini adalah rahmat yang diberikan Allah ke dalam hati hamba-Nya. Allah hanya mengasihi orang yang mengasihi orang lain.’” (H.R. Bukhari)
Ketika air mata Rasulullah berjatuhan di waktu putranya, Ibrahim meninggal dunia, Abdur Rahman bin Auf heran, “Anda menangis wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Wahai bin Auf, ini adalah rahmat bagi orang yang mengikutinya dengan yang lain. Sesungguhnya mata bisa menangis, hati berduka, dan kita tidak berkata kecuali yang diridhai Allah, sungguh kami sangat sedih ditinggalkan olehmu wahai Ibrahim.” (Muttafaq ‘alaih)
Di zaman sekarang, sulit kita mengasihi anak kecil, padahal mereka adalah generasi penerus kita. Kita berikan pada mereka segala sesuatu kecuali kasih sayang dan kemesraan. Kita buang kunci hati kita terhadap mereka.
Anas bin Malik, kalau kebetulan lewat dan bertemu dengan anak-anak kecil, mengucap salam kepada mereka. Dia berkata, “Ini selalu dilakukan oleh Rasulullah.” (H.R. Bukhari) Anak-anak kecil memang nakal dan manja. Ini hal yang biasa. Namun, Rasulullah tidak pernah marah kepada mereka atau membentak atau menghardik mereka.
Aisyah radiyallahu ‘anha berkata, “Sekelompok anak kecil dibawa ke hadapan Rasulullah, lalu beliau berdo’a dan menggendong anak kecil itu. Lalu anak itu pipis membasahi baju beliau. Lalu beliau minta air dan disiramkan ke bajunya.” (H.R. Bukhari)
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bercanda dengan cucunya, Hasan bin Ali sambil menjulurkan lidahnya sehingga kelihatan merahnya. Hasan pun tertawa. [1]
Anas berkata,
Rasulullah mencandai anak kecil, Zainab putri Ummi Salamah, sambil berkata manja, ‘Wahai Zuwainab, Zuwainab, wahai Zuwainab (panggilan sayang).[2]
Sampai-sampai walaupun di waktu shalat, beliau masih memperhatikan kasih sayang terhadap anak kecil. Pernah beliau shalat sambil menggendong Umamah putri Zainab (cucu beliau). Dan pada saat beliau bersujud, Umamah didudukkan di sampingnya. (H.R. Bukhari)
Mahmud ibnur Rabi meriwayatkan, “Ketika aku masih berumur 5 tahun, aku ingat Rasulullah menyemburkan air ke wajahku dari sebuah sumur di rumahku.” (H.R. Muslim)
Beliau juga suka memberi pelajaran kepada anak kecil. Ibnu Abbas berkata, “Suatu hari aku berada di belakang Rasulullah. Lalu Rasulullah berkata, ‘Hai anak, kuajarkan kamu beberapa kalimat, jagalah Allah maka Dia akan menjagamu. Jagalah Allah maka Dia berada di depanmu. Kalau kamu minta sesuatu, mintalah kepada Allah. Dan jika kamu minta tolong, minta tolonglah kepada Allah.’” (H.R. Tirmidzi)
Mari kita sayangi anak kecil karena ini adalah teladan dari Rasulullah, mari jadikan rumah kita sebagai tempat bermain dan belajar bagi mereka, sebagai tempat yang teduh bagi mereka sehingga mereka kelak bisa menjadi pemimpin-pemimpin yang shaleh.

Referensi: www.lampuislam.blogspot.com 
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi