Sekedar menjadi pengetahuan
bagi kita masing-masing bahwasanya cara hisab
(pertanggungjawaban amal) di hari kiamat kelak akan berbeda-beda pada
masing-masing individu. Hal ini dipengaruhi oleh seberapa besar amal
kebaikan yang diperbuat individu tersebut selama di dunia.
Karenanya dalam praktek hisab tersebut ada yang ringan, berat, dan ada
yang diproses secara sukar atapun mudah. Saat prosesi telah
dilakukan, ada yang berkesudahan dengan pujian dan ada pula yang
berakhir dengan hukuman.
Karena sebagai sarana
melakukan perhitungan sekaligus pertanggungjawaban akan seluruh perbuatan saat
hidup di dunia, maka hisab ini berlaku bagi seluruh makhluk yang muslim maupun
yang kafir. Dengan demikian, seluruh makhluk yang diperintah untuk beribadah
kepada Allah, yakni manusia dan jin diproses secara adil. Namun demikian, ada
pengecualian pada proses ini, yakni sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam bahwa ada golongan manusia dan jin yang dibebaskan dari hisab,
yaitu anak-anak dan orang gila (orang tidak berakal).
Diriwayatkan Ali radiyallahu 'anhu bahwa ia menceritakan dirinya sedang duduk bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pada suatu ketika. Saat itu Rasulullah sedang menceritakan tentang Bani Israil dan umat terdahulu. Pada akhir ceritanya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: "Wahai Ali! Allah mengutus malaikat Jibril untuk menceritakan perihal umatku. Menurutnya, di antara umatku ada yang menghadap kepada Allah di waktu hisab dan berbicara dengan-Nya, sebagaimana orang berbicara terhadap lawan bicaranya. Aku bertanya kepadanya, 'dapatkah setiap orang melakukan hal semacam itu?' Malaikat Jibril menjawab, ‘Aku akan beritahukan kepadamu tentang peristiwa tersebut setelah memperoleh izin dari Tuhanku.’
Maka malaikat Jibril pergi menghilang untuk sesaat, kemudian kembali lagi sambil tersenyum dan berkata, ‘Aku telah memperoleh cerita yang menakjubkan wahai Rasulullah.’ Aku pun menanyakan perihal kisah menakjubkan yang dimaksud. Dan malaikat Jibril akhirnya menceritakan, ‘Pertama, ketahuilah wahai Rasulullah bahwa di hari kiamat, Allah menyerahkan buku catatan amal seseorang. Saat menyerahkan buku catatan tersebut sambil memeriksa isinya, lalu Allah bertanya kepada orang tersebut, apakah benar seluruh amal yang tertera dalam buku catatan tersebut adalah perbuatannya. Mendengar pertanyaan Tuhan itu, ia menjawab bahwa dirinya sama sekali tidak tahu kalau perbuatan yang tertera dalam catatan amal itu adalah perbuatannya. Allah berfirman bahwa para malaikatlah yang mencatat semuanya. Kalaupun ia tidak merasa hal itu adalah perbuatannya maka hal tersebut menandakan bahwa ia tengah lengah dan tidak sadar. Kembali orang tadi menyatakan bahwa para malaikat pencatat itu adalah hamba-hamba Allah, mereka bisa mencatat apa-apa yang dikehendaki namun hanya Allah-lah hakim yang tidak menerima suatu pengaduan, selain dengan bukti yang nyata. Mendengar jawban tulus hamba-Nya ini maka Allah berfirman untuk menanyakan siapa yang dapat dijadikan saksi atas segala perbuatannya tersebut. Padahal yang mencatat amal hamba tersebut adalah malaikat yang telah mendapat mandat dari Allah. Sebagai alternatif, maka Allah menawarkan anggota tubuh sang hamba tersebut untuk menjadi saksi terhadap perbuatan yang telah lalu. Tawaran itu dapat diterima dan disetujui hamba tersebut. Sebagai saksi pertama, maka Allah mempersilahkan kepada lidah hamba itu untuk menjadi saksi atas segala perbuatan hamba itu. Tidak ada yag terlewatkan laporan yang disampaikan lidah sang hamba itu baik amal baik dan amal buruk.
Mendengar kesaksian lidahnya,
maka hamba itu berkata “Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui bahwa lidahku adalah
musuh selama hidup di dunia dan hampir pasti segala dosa terjadi berawal sebab
dan lantaran kelancangannya. Karena Engkau adalah hakim yang adil, maka
tentunya tidak akan menerima kesaksian musuh terhadap musuhnya sendiri.”
Dengan jawaban hamba-Nya
tersebut, kemudian Allah berfirman: “Baiklah, Aku panggil kedua tanganmu untuk
memberikan kesaksian.” Dengan izin Allah, maka berbicaralah kedua tangannya itu
menceritakan segala perbuatannya selama di dunia. Namun begitu selesai, orang
itu tetap menolak apa yang telah dikemukakan kedua tangannya. Dalam pandangan
ini, dengan alasan sebagaimana syariat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam
yang menyatakan bahwa keberadaan satu saksi tidaklah mencukupi bagi diterimanya
sebuah pengaduan atau juga kesaksian. Karenanya harus ada saksi yang kedua
untuk menguatkan kesaksian yang pertama. Padahal kedua tangan yang memberikan
kesaksian itu termasuk ke dalam satu saksi. Lalu Allah menerima alasan yang
dikemukakan hamba-Nya ini dan kemudian memerintahkan kedua kaki orang tersebut
untuk memberikan kesaksian. Dan sebagaimana pada kesaksian sebelumnya, dengan
izin Allah, kedua kaki orang ini berbicara sekaligus menceritakan segala amal
perbuatannya saat hidup di dunia
Dengan kesaksian yang
diberikan oleh kedua kakinya, terdiamlah orang ini dengan heran sekaligus
merasa takjub. Lalu ia menegur kepada anggota tubuhnya yang satu per satu
memberikan kesaksian, 'wahai anggota tubuhku, aku adalah kamu dan keberadaanmu
juga merupakan keberadaanku. Aku telah membelamu agar selamat dari api neraka,
tetapi kamu malah menjerumuskanku ke sana.' Mendengar perkataan orang ini, maka
seluruh anggota tubuhnya berkata: 'Kami diperintahkan untuk memberikan
kesaksian yang benar dan mengucapkan kata-kata yang benar.'
Akhirnya Allah memutuskan
agar malaikat Zabaniyah menyeret orang tersebut ke dalam neraka. Kemudian orang
ini berkata setelah mendengar vonis Allah: 'Dimanakah rahmat-Mu, wahai Yang
Maha Penyayang?' Allah berfirman: 'Rahmat-Ku hanya akan diberikan kepada
orang-orang yang beriman. Jika engkau mau mengakui kesalahanmu, Aku akan
mengampuni dosa-dosamu.' Orang itu selanjutnya berkata, 'Wahai Tuhanku, aku
mengaku bersalah, aku sangat takut terhadap api neraka.'
Lalu Allah berfirman kepada
para malaikat: 'Bawalah hamba-Ku ini ke surga, sebab Aku telah mengampuninya.'
Lalu oleh malaikat dia dibawa ke surga, dan berkatalah malaikat itu kepadanya 'Masuklah kamu ke surga dengan damai dan aman.'
Referensi: Saifulloh dan Abu Shofia (2003). Menyingkap Tabir Alam Malaikat. Surabaya: Karya Agung
Referensi: www.lampuislam.id
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Referensi: www.lampuislam.id
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar