Jumat, 29 Januari 2016

SIKAP TAWADHU' (RENDAH HATI) RASULULLAH SAW



“Akhlaq beliau adalah Al-Qur’an.” (H.R. Muslim) Begitulah kata Aisyah ketika ditanya tentang akhlaq Rasulullah. Siapapun pasti mengakui bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang paling baik akhlaqnya dibandingkan dengan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau pernah bersabda,
Aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” (H.R. Ahmad)

Walaupun begitu, Rasulullah sangat rendah hati (tawadhu’). Diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab bahwa beliau bersabda,
Janganlah kalian menjunjung aku seperti halnya orang Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah bahwa aku adalah hamba Allah dan rasul-Nya.” (H.R. Abu Daud)
Anas bin Malik meriwayatkan, “Orang-orang memanggil Rasulullah dengan sebutan, ya Rasulullah, wahai yang paling mulia, anak dari orang yang paling baik, junjungan kita. Lalu beliau pun bersabda,
“Wahai sekalian manusia, berkatalah dengan bahasa kalian, jangan mau diperdaya setan. Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat aku di atas kedudukan yang diturunkan Allah kepadaku.” (H.R. Nasa’i)
Sebagian orang mengkultuskan Nabi Muhammad sampai setinggi langit, sampai berkeyakinan bahwa beliau mengetahui semua hal yang ghaib, mengabulkan do’a, menyembuhkan berbagai penyakit, bisa mendatangkan manfaat dan mudharat, dan sebagainya. Padahal, Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Katakanlah Muhammad, ‘Aku tidak mempunyai manfaat dan mudharat kecuali atas kehendak Allah. Dan seandainya aku mengetahui hal ghaib, niscaya aku memperbanyak diri dari kebaikan dan tidak akan datang kepadaku keburukan.” (Qs. al-A’raaf: 188)
Nabi Muhammad adalah sosok yang rendah hati. Bersama memikul beban, berjuang berpeluh debu bersama para Sahabat. Beliaulah raja bagi para pendekar rendah hati. Diriwayatkan bahwa Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu berkata, “Para Sahabat yang mau berdiri menyambut kedatangan Rasulullah tidak jadi berdiri ketika tahu bahwa Rasulullah tidak mau dihormati seperti itu.” (H.R. Ahmad)
Pernah pada suatu hari, seperti diceritakan Anas, beliau meladeni seorang wanita tua yang miskin dengan penuh perhatian. Wanita itu datang dan berkata, “Aku mempunyai keperluan denganmu.” Rasulullah menjawab, “Duduklah dimanapun kau suka, dan aku akan meladenimu untuk keperluanmu.” (H.R. Abu Daud) Beliau juga pernah bersabda, “Kalau aku diundang atau diajak untuk makan kaki kambing, aku datang. Dan jika dihadiahkan kepadaku kaki kambing, aku terima.” (H.R. Bukhari)
Lihatlah betapa beliau tidak memilih-milih undangan, siapapun orang yang mengundangnya, baik kaya atau miskin. Walaupun hanya disuguhi kaki kambing. Inilah peringatan kepada orang-orang yang sombong dan congkak, terutama pemimpin-pemimpin yang angkuh dan memilih-milih undangan. Beliau sangat benci kepada orang yang sombong. Dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya ada setitik kesombongan.” (H.R. Muslim)
Kesombongan adalah jalan pintas menuju neraka. Na’udzubillah! Sampai-sampai walaupun kesombongan itu hanya sebesar biji zarrah, pelakunya tidak akan masuk surga! Renungkanlah, betapa besar akibat dari kesombongan dan kecongkakan baik di dunia maupun di akhirat.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam bersabda,
Ketika seseorang berjalan dengan sombongnya dan takjub kepada dirinya sendiri dan dengan rambut yang disisir, berlagak dalam jalannya, maka Allah tiba-tiba membenamkannya ke tanah, sehingga turun dan tenggelam sampai hari kiamat.” (Muttafaq ‘alaih)

Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim (2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insan.
referensi blog: www.lampuislam.blogspot.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar