Dalam kultur masyarakat jahiliah, melahirkan anak perempuan dianggap sebagai suatu bencana. Ibu adalah pembawa aib dan bencana bagi keluarga, kabilah, dan sukunya. Karenanya, mereka mengubur bayi-bayi perempuan mereka hidup-hidup. Hal ini sudah menjadi pemandangan sehari-hari yang sangat menyakitkan dan menyesakkan dada orang-orang yang sehat akalnya.
Banyak
di antara mereka yang melakukannya karena terpaksa. Mereka takut tercoreng nama
baiknya karena memiliki bayi perempuan. Sehingga pada prakteknya, anak
perempuan yang baru lahir itu ditunggu sampai berumur kira-kira 6 tahun,
kemudian diberi pakaian yang indah dan dirias agar tampak cantik. Kemudian anak
perempuan itu akan diajak ke gurun oleh ayahnya untuk menggali lubang. Setelah
lubangnya agak dalam, anak yang tak berdosa itu disuruh masuk dengan alasan
untuk bermain-main. Dan selanjutnya, sulit dibayangkan apa yang terjadi. Si
ayah pun mengubur anak perempuannya hidup-hidup.
Di
tengah-tengah masyarakat yang seperti inilah, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wassalam diutus dengan membawa agama yang mengajarkan bahwa perempuan wajib
dihormati, baik sebagai istri, ibu, saudara, atau anak. Sejak sebelum diangkat
menjadi rasul, Rasulullah telah memperlihatkan kepada masyarakatnya betapa anak
perempuan juga punya hak untuk mengecap kasih sayang orangtuanya sebagaimana
anak laki-laki.
Kalau
tiba-tiba datang Fatimah, putrinya, Rasulullah dengan mesra menuntunnya dan
menciumnya. Beliau kemudian menggendongnya sambil bercanda mesra dan
mendudukkannya di pangkuannya. Ketika kedua putrinya, Ummu Kultsum dan Ruqayyah
diceraikan oleh Utbah dan Utaibah (anak dari Abu Lahab), dimana Abu Lahab
menyuruh mereka bercerai secara paksa, Rasulullah sabar menghadapi kenyataan
ini. Ditambah lagi Allah telah menyatakan “perang” terhadap Abu Lahab dengan
firman-Nya, “Tabbat yadaa Abi Lahab...”
Nabi Muhammad tidak bergeming walau hatinya perih merasakan bagaimana putrinya
berpisah dengan suaminya karena terpaksa. Beliau tetap setia dalam berdakwah,
sampai akhirnya Allah memberi jalan keluar yaitu hijrah.
Di
antara gambaran kemesraan Nabi Muhammad dengan putri-putrinya adalah riwayat
dari Aisyah yang berkata, “Kami istri-istri Rasulullah berkumpul di rumah
beliau, tiba-tiba datang Fatimah berjalan persis seperti berjalannya
Rasulullah. Begitu Rasulullah melihatnya, beliau menyambutnya dengan gembira
seraya berkata, ‘Selamat datang putriku’, kemudian mendudukkannya di samping
beliau.” (H.R. Muslim)
Ketika
Fatimah dan suaminya sudah siap-siap untuk tidur, Rasulullah mendatangi mereka
sehingga keduanya bangun. Namun Rasulullah mencegahnya, kemudian beliau duduk
di antara mereka dan berkata,
“Kutunjukkan pada kalian sesuatu yang lebih
baik dari pembantu. Kalau kalian akan tidur, bertakbirlah sebanyak 34 kali,
bertasbih sebanyak 33 kali, dan bertahmidlah 33 kali. Nah... ini lebih baik
buat kalian dari sekadar pembantu.” (H.R.
Bukhari)
Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim
(2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insani
Referensi blog: www.lampuislam.blogspot.comPage Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar