Hidangan lezat dan mewah mengalir dari rumah ke rumah di antara orang-orang kaya dan para pemimpin dari abad ke abad. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam dikenal sebagai seorang pemimpin. Seringkali datang kepada beliau unta-unta yang penuh dengan muatan, zakat, emas, dan perak. Dengan kekuasaan yang sangat besar ini, bagaimanakah cara makan dan minum Nabi Muhammad? Samakah dengan para pemimpin dan raja pada umumnya? Jangan heran bahwa sebenarnya Rasulullah tidak pernah kenyang. Makan hanya sekadarnya saja, bahkan beliau sering kekurangan makanan sehingga memaksanya untuk berpuasa. Anas bin Malik bercerita kepada kita, sesungguhnya tidak pernah terdapat dalam makan siang Rasulullah atau makan malamnya, roti dan daging, kecuali sangat sedikit dan kekurangan.” (H.R. Tirmidzi)
Diriwayatkan
dari Aisyah radiyallahu ‘anha sebagai berikut,
“Keluarga Muhammad belum pernah kenyang dari
roti dan gandum selama dua hari berturut-turut sampai Rasulullah meninggal.” (H.R. Muslim)
Dalam
riwayat lainnya dikatakan,
“Tidak pernah keluarga Muhammad itu merasakan
kenyang, sejak beliau tiba di Madinah, dari makanan yang layak, sampai beliau
dipanggil Yang Mahakuasa.” (Muttafaq ‘alaih)
Bahkan,
kerap kali beliau tidur tanpa ada sesuatu pun yang mengisi perutnya. Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu,
“Rasulullah melewatkan malam-malamnya bersama
keluarga tanpa makan malam, kalaupun ada roti, itu pun roti kering yang terbuat
dari gandum.” (H.R. Muslim)
Masalahnya
bukanlah kekurangan. Akan tetapi, seringkali harta melimpah datang, baik
melalui rampasan perang maupun lainnya, namun karena Allah telah membimbing
beliau kepada kesempurnaan akhlaq, yang berbicara kemudian adalah kemurahan dan
kedermawanan beliau. Harta-harta beliau dibagi-bagikan kepada orang-orang fakir
miskin dan demi kepentingan umat.
Berkata
Ibnu Harits, “Rasulullah shalat Ashar bersama kami kemudian beliau bergegas
masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian beliau keluar dan kami pun bertanya.
Lalu beliau menjawab, ‘Di rumah aku meninggalkan emas dari hasil sedekah, maka
aku enggan untuk menyimpannya sampai aku membagi-bagikannya.’” (H.R. Muslim)
Sungguh
suatu kedermawanan yang luar biasa, melalui tangan beliau yang agung. Seperti
yang diceritakan oleh Anas bahwa Rasulullah tidak pernah menolak permintaan
seseorang. Pernah suatu kali datang seorang laki-laki kemudian Nabi Muhammad
memberinya sekumpulan kambing di antara dua bukit. Lalu laki-laki itu pulang
menemui kaumnya dan berteriak lantang, “Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam
Islam, sesungguhnya Muhammad memberikan pemberian kepada seseorang dan dia
tidak takut menjadi fakir.” (H.R. Muslim)
Walaupun
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam adalah pribadi yang dermawan dan suka
bersedekah, akan tetapi keadaan beliau sendiri sangat patut untuk kita
renungkan. Anas bin Malik berkata,
“Tidak pernah Rasulullah duduk menghadapi
meja makan yang penuh hidangan, sampai beliau wafat. Dan tidak pernah beliau
makan roti yang enak dan lembut sampai wafat.” (H.R. Bukhari)
Aisyah
menuturkan bahwa suatu hari Rasulullah datang kepadanya lalu berkata, “Apakah
ada sesuatu yang bisa dimakan?” Aisyah menjawab, “Tidak ada.” Rasulullah
berkata, “Kalau begitu aku berpuasa.” (H.R.
Muslim) Diriwayatkan pula bahwa kadang-kadang beliau bersama keluarga
selama sebulan penuh hanya mengisi perutnya dengan kurma dan air. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dengan
makanan yang sangat sedikit ini beliau banyak bersyukur kepada Allah dan segala
nikmat yang diberikan-Nya. Beliau juga berterima kasih kepada orang-orang yang
telah membuat makanan itu dan belum pernah Rasulullah menegur mereka kalau
bersalah. Oleh karena itu, disebutkan dalam berbagai riwayat bahwa beliau tidak
pernah mencela makanan, tidak pernah menegur tukang masak, tidak pernah menolak
makanan yang disediakan, dan tidak pernah meminta sesuatu yang tidak ada.
Beliau seorang nabi yang tidak mementingkan perutnya.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, “Belum pernah Rasulullah mencela suatu makanan. Kalau beliau
suka, makanan itu dimakannya, dan kalau beliau tidak suka, ditinggalkannya.” (Muttafaq
‘alaih)
Berkata
Ibnu Taimiyyah, “Adapun tentang makanan dan pakaian, maka sebaik-baik petunjuk
tentang hal tersebut adalah petunjuk dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam. Akhlaq beliau dalam hal makanan adalah makan sedikit dari yang beliau
suka, tidak menolak makanan yang disediakan, tidak mencari-cari yang tidak
disediakan. Beliau makan daging dan roti yang dihidangkan, beliau juga memakan
kurma yang dihidangkan. Namun, apabila terdapat dua makanan dengan warna yang
berbeda, beliau hanya makan satu saja. Beliau juga tidak menolak makanan yang
manis dan lezat. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Aku puasa dan aku berbuka, aku
tidur dan aku bangun, aku makan daging dan aku menikahi wanita. Maka
barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku, dia bukan termasuk golonganku.”
Allah
menyuruh agar kita memakan makanan yang baik-baik dan bersyukur kepada-Nya.
Maka barangsiapa yang mengharamkan makanan yang baik, maka dia telah melampaui
batas, dan barangsiapa yang tidak bersyukur, dia telah mengambil hak Allah.
Metode Rasulullah dalam hal makanan adalah tidak bermewah-mewahan dan tidak terlalu
irit seperti seorang pertapa, sedangkan Islam tidak menganjurkan seseorang
untuk menjalani kehidupan bertapa.
Setiap
yang halal adalah baik dan setiap yang baik adalah halal. Allah menghalalkan
kepada kita segala sesuatu yang baik dan mengharamkan segala sesuatu yang
buruk. Allah mengharamkan segala sesuatu yang berdampak negatif kepada kita dan
membolehkan segala sesuatu yang bermanfaat bagi kita.
Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim
(2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insani
Referensi blog: www.lampuislam.blogspot.com
Page Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar