Manusia selalu menuntut pemenuhan kebutuhan baik materi maupun ruhani. Hal ini berlaku dalam setiap strata kehidupan baik pada level individu, keluarga, tetangga, ataupun masyarakat.
Salah
satu tali pengikat kebutuhan akan persahabatan dan persaudaraan adalah hadiah.
Masalah hadiah mendapat perhatian yang serius dari Rasulullah. Aisyah berkata,
“Rasulullah suka menerima hadiah dari orang
lain dan membalasnya (memberi hadiah pula).” (H.R. Muslim)
Hadiah
erat kaitannya dengan rasa syukur. Keduanya termasuk kemuliaan diri dan
kejernihan hati serta kemurahan. Karena, sebagaimana kita tahu, sebagian dari
akhlaq para nabi dan rasul adalah kedermawanan. Rasulullah pernah bersabda,
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari kiamat, hendaklah dia menghormati tamunya, hak tamu sebagai hadiah adalah
sehari semalam. Dan hak orang bertamu itu selama tiga hari, selebihnya adalah
sedekah. Dan (seseorang) tidak boleh melakukan sesuatu yang membuat kesal tuan
rumah.” (H.R. Bukhari)
Sungguh
belum pernah ada di tanah Hijaz dan semenanjung Arab bahkan di seluruh dunia
sekalipun, orang yang mulia akhlaqnya seperti junjungan kita Nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wassalam.
Rasulullah
tidak pernah menolak permintaan. Apapun yang orang minta, beliau selalu
berkata, “Ya.” Sahal bin Sa’ad meriwayatkan bahwa seorang wanita datang kepada
Rasulullah sambil membawa sebuah kain bersulam yang indah dan bagus. Kemudian
wanita itu berkata, “Aku menyulamnya sendiri dengan tanganku. Pakailah ini ya
Rasulullah.” Nabi Muhammad pun menerimanya dengan senang hati dan penuh terima
kasih seakan-akan beliau sangat membutuhkannya. Kemudian, dipakainya (di lain
waktu) sebagai sarung, lalu datang seseorang dan berkata, “Berikanlah sarung
itu padaku wahai Rasulullah, betapa indahnya!” Rasulullah berkata, “Ya.” Kemudian
beliau pulang untuk merapikan dan melipatkan kain itu. Kemudian beliau datang
dan memberikannya kepada orang tersebut. Orang-orang berkata, “Alangkah
indahnya kain itu, telah dipakai Rasulullah dan engkau minta. Kita tahu
Rasulullah tidak akan menolak permintaanmu.” Lalu orang itu berkata, “Demi
Allah, aku memintanya bukan untuk aku pakai, tetapi akan aku jadikan sebagai
kain kafanku nanti apabila aku meninggal dunia.” Sahal berkata, “Dan benar,
setelah orang itu meninggal, dia dikafani dengan kain tersebut.” (H.R. Bukhari)
Kita
tahu bahwa akhlaq Rasulullah itu adalah Al-Qur’an. Dan jelas, Allah sendiri
yang membimbing beliau dan menjadikannya sebagai panutan dan teladan yang
paling baik. Jadi, tidak ada alasan lain untuk menolak. Hakim bin Hizam meriwayatkan,
“Aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah dan beliau memberi. Lalu aku
minta lagi dan diberi. Lalu aku minta lagi dan diberi lagi. Lalu beliau
bersabda,
“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau
dan manis. Maka, barangsiapa yang mendapatkannya dengan kelapangan jiwa dan
kemurahan, akan diberkahi. Barangsiapa yang mendapatkannya dengan serba
kekurangan, akan diberkahi. Seperti orang makan yang tidak pernah kenyang.
Merasa kurang terus. Dan ketahuilah, bahwa tangan di atas (memberi) lebih baik
daripada tangan di bawah (meminta).” (Muttafaq ‘alaih)
Diriwayatkan
dari Jabir bin Abdullah, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam kalau diminta
oleh sesama tidak pernah menolak atau mengatakan tidak.” (H.R. Bukhari)
Kemurahan
dan kedermawanan beliau adalah kemurahan yang disertai dengan kebersihan jiwa
dan keramahan serta ketulusan cinta. Untuk apa kedermawanan, suka memberi,
kalau selalu bersungut dan bermuka masam?
Salah
satu kebiasaan Nabi Muhammad adalah tersenyum dengan tulus kepada siapapun yang
dijumpainya serta yang ada di sampingnya. Sampai-sampai ada orang yang ada di
dekatnya mengira bahwa dialah yang paling akrab dengan Rasulullah sehingga
setiap sahabat mengira dia begitu.
Jarir
bin Abdullah berkata, “Belum pernah aku melihat Rasulullah atau Rasulullah
melihatku sejak aku masuk Islam, kecuali beliau dalam keadaan tersenyum.” (H.R. Bukhari) Begitu juga Abdullah
ibnul-Harits memberi kesaksian, ”Belum
pernah aku menemukan orang yang paling banyak tersenyum seperti Rasulullah.”
(H.R. Tirmidzi)
Rasulullah
sendiri pernah bersabda, “Senyumanmu
ketika bertemu saudaramu adalah sedekah.” (H.R. Tirmidzi)
Sedangkan
pembantu beliau, Anas bin Malik, menggambarkan sifat-sifat beliau yang jarang
dimiliki oleh sekelompok orang sekalipun, “Rasulullah adalah orang yang paling
peka perasaannya, mudah tersentuh, belum pernah ada orang yang bertanya sesuatu
kecuali beliau mendengarkannya dan tidak meninggalkannya sampai dia sendiri
yang pergi meninggalkan Rasulullah. Dan belum pernah bersalaman kecuali beliau
yang lebih dulu bersalaman dan tidak melepaskannya sebelum orang lain
melepaskan tangannya.” (H.R. Abu Nua’im)
Namun, walaupun beliau lembut dan penuh perhatian kepada umatnya, beliau tegas
dan menolak kemungkaran yang terjadi. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa beliau
pernah melihat sahabat memakai cincin emas. Lalu beliau mencopot dan
membuangnya, kemudian berkata,
Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim
(2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insan
Referensi blog: www.lampuislam.blogspot.com
Page Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar