Kamis, 11 Februari 2016

Kemurahan Hati Rasulullah



Manusia selalu menuntut pemenuhan kebutuhan baik materi maupun ruhani. Hal ini berlaku dalam setiap strata kehidupan baik pada level individu, keluarga, tetangga, ataupun masyarakat.
Salah satu tali pengikat kebutuhan akan persahabatan dan persaudaraan adalah hadiah. Masalah hadiah mendapat perhatian yang serius dari Rasulullah. Aisyah berkata,
Rasulullah suka menerima hadiah dari orang lain dan membalasnya (memberi hadiah pula).” (H.R. Muslim)

Hadiah erat kaitannya dengan rasa syukur. Keduanya termasuk kemuliaan diri dan kejernihan hati serta kemurahan. Karena, sebagaimana kita tahu, sebagian dari akhlaq para nabi dan rasul adalah kedermawanan. Rasulullah pernah bersabda,
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah dia menghormati tamunya, hak tamu sebagai hadiah adalah sehari semalam. Dan hak orang bertamu itu selama tiga hari, selebihnya adalah sedekah. Dan (seseorang) tidak boleh melakukan sesuatu yang membuat kesal tuan rumah.” (H.R. Bukhari)
Sungguh belum pernah ada di tanah Hijaz dan semenanjung Arab bahkan di seluruh dunia sekalipun, orang yang mulia akhlaqnya seperti junjungan kita Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam.
Rasulullah tidak pernah menolak permintaan. Apapun yang orang minta, beliau selalu berkata, “Ya.” Sahal bin Sa’ad meriwayatkan bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah sambil membawa sebuah kain bersulam yang indah dan bagus. Kemudian wanita itu berkata, “Aku menyulamnya sendiri dengan tanganku. Pakailah ini ya Rasulullah.” Nabi Muhammad pun menerimanya dengan senang hati dan penuh terima kasih seakan-akan beliau sangat membutuhkannya. Kemudian, dipakainya (di lain waktu) sebagai sarung, lalu datang seseorang dan berkata, “Berikanlah sarung itu padaku wahai Rasulullah, betapa indahnya!” Rasulullah berkata, “Ya.” Kemudian beliau pulang untuk merapikan dan melipatkan kain itu. Kemudian beliau datang dan memberikannya kepada orang tersebut. Orang-orang berkata, “Alangkah indahnya kain itu, telah dipakai Rasulullah dan engkau minta. Kita tahu Rasulullah tidak akan menolak permintaanmu.” Lalu orang itu berkata, “Demi Allah, aku memintanya bukan untuk aku pakai, tetapi akan aku jadikan sebagai kain kafanku nanti apabila aku meninggal dunia.” Sahal berkata, “Dan benar, setelah orang itu meninggal, dia dikafani dengan kain tersebut.” (H.R. Bukhari)
Kita tahu bahwa akhlaq Rasulullah itu adalah Al-Qur’an. Dan jelas, Allah sendiri yang membimbing beliau dan menjadikannya sebagai panutan dan teladan yang paling baik. Jadi, tidak ada alasan lain untuk menolak. Hakim bin Hizam meriwayatkan, “Aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah dan beliau memberi. Lalu aku minta lagi dan diberi. Lalu aku minta lagi dan diberi lagi. Lalu beliau bersabda,
Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau dan manis. Maka, barangsiapa yang mendapatkannya dengan kelapangan jiwa dan kemurahan, akan diberkahi. Barangsiapa yang mendapatkannya dengan serba kekurangan, akan diberkahi. Seperti orang makan yang tidak pernah kenyang. Merasa kurang terus. Dan ketahuilah, bahwa tangan di atas (memberi) lebih baik daripada tangan di bawah (meminta).” (Muttafaq ‘alaih)
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam kalau diminta oleh sesama tidak pernah menolak atau mengatakan tidak.” (H.R. Bukhari)
Kemurahan dan kedermawanan beliau adalah kemurahan yang disertai dengan kebersihan jiwa dan keramahan serta ketulusan cinta. Untuk apa kedermawanan, suka memberi, kalau selalu bersungut dan bermuka masam?
Salah satu kebiasaan Nabi Muhammad adalah tersenyum dengan tulus kepada siapapun yang dijumpainya serta yang ada di sampingnya. Sampai-sampai ada orang yang ada di dekatnya mengira bahwa dialah yang paling akrab dengan Rasulullah sehingga setiap sahabat mengira dia begitu.
Jarir bin Abdullah berkata, “Belum pernah aku melihat Rasulullah atau Rasulullah melihatku sejak aku masuk Islam, kecuali beliau dalam keadaan tersenyum.” (H.R. Bukhari) Begitu juga Abdullah ibnul-Harits memberi kesaksian, ”Belum pernah aku menemukan orang yang paling banyak tersenyum seperti Rasulullah.” (H.R. Tirmidzi)
Rasulullah sendiri pernah bersabda, “Senyumanmu ketika bertemu saudaramu adalah sedekah.” (H.R. Tirmidzi)
Sedangkan pembantu beliau, Anas bin Malik, menggambarkan sifat-sifat beliau yang jarang dimiliki oleh sekelompok orang sekalipun, “Rasulullah adalah orang yang paling peka perasaannya, mudah tersentuh, belum pernah ada orang yang bertanya sesuatu kecuali beliau mendengarkannya dan tidak meninggalkannya sampai dia sendiri yang pergi meninggalkan Rasulullah. Dan belum pernah bersalaman kecuali beliau yang lebih dulu bersalaman dan tidak melepaskannya sebelum orang lain melepaskan tangannya.” (H.R. Abu Nua’im) Namun, walaupun beliau lembut dan penuh perhatian kepada umatnya, beliau tegas dan menolak kemungkaran yang terjadi. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa beliau pernah melihat sahabat memakai cincin emas. Lalu beliau mencopot dan membuangnya, kemudian berkata,
Seseorang di antara kamu telah memasang bara api neraka di tangannya.(H.R. Muslim)


Referensi: Abdul Malik Ibnu M. al-Qasim (2000). Sehari di Rumah Rasulullah. Jakarta: Gema Insan
Referensi blog: www.lampuislam.blogspot.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar