Oleh: Syekh Abdurraheem Green
Al’Quran bukanlah satu-satunya
petunjuk bagi umat muslim. Kita juga perlu hadist Nabi Muhammad. Jadi sekarang
kita akan membahas bagaimana caranya para ulama Islam menjaga keaslian hadist
Nabi Muhammad.
Untuk sekadar mengingatkan, pada
zaman Nabi Muhammad S.A.W. dan para sahabatnya, sebagaimana juga ditulis oleh
Michael Zwettler:
"Pada
zaman dahulu, tulisan jarang digunakan. Jadi orang-orang menggunakan metode
penghafalan dan menyebarkannya secara lisan.” (Michael
Zwettler)
Kebiasaan orang-orang pada zaman
dahulu adalah menghafal dan menyebarkan perkataan nenek moyang mereka dari
mulut ke mulut, dan mereka jarang menuliskannya. Dengan begitu, kemampuan
menghafal umat manusia pada zaman itu lebih kuat daripada zaman sekarang.
Banyak orang pada zaman sekarang
yang terheran-heran karena kita tidak terbiasa menghafal. Oleh karenanya,
ingatan kita cenderung lemah. Sebagai contoh, kita lebih memilih untuk mencatat
suatu hal yang perlu diingat di dalam laptop atau pada secarik kertas. Namun
pada zaman itu, orang-orang lebih suka menghafal.
Hadist jika diterjemahkan berarti
"kisah". Sebenarnya Al-Qur'an juga disebut sebagai Al-hadist,
bahkan Al-Qur'an adalah hadist terbaik, kisah atau narasi yang paling baik.
Umumnya, dalam Islam, sabda Nabi Muhammad dicatat dalam hadist. Jadi hadist
adalah istilah untuk tulisan-tulisan di mana tindakan dan sabda Nabi Muhammad
S.A.W. dicatat.
Namun tidak demikian halnya dengan
hadist atau sabda Nabi. Oleh karena itu, ada banyak kitab hadist. Memang ada
sekumpulan hadist yang sangat dapat dipercaya dan otentik. Kitab ini dianggap
sebagai kitab kedua yang paling otentik setelah Al-Qur'an. Kitab ini adalah
Hadist Sahih Al Bukhari. Kata "Sahih" berarti "otentik."
Dan Al-Bukhari adalah nama Imam yang mengumpulkan berbagai sabda Nabi Muhammad
S.A.W. dan membukukannya. Kumpulan hadist paling otentik setelah hadist Sahih
Al-Bukhari adalah hadist Sahih Muslim.
Kitab hadist Sahih Muslim disusun oleh Imam Muslim. Dia seorang ulama yang sangat terkenal. Allah berfirman:
Dan ada banyak kitab hadist karena
ada banyak hal yang disabdakan/dilakukan Nabi Muhammad S.A.W. selama periode
kerasulannya
Karena ada begitu banyak hadist,
maka timbul satu masalah. Setelah Nabi Muhammad S.A.W. wafat, banyak orang yang
mulai mengarang-ngarang dan berbohong tentang Rasulullah. Misalnya para penjual
beras, mereka berpikir agar berasnya semakin laku adalah dengan
mengarang-ngarang “Nabi menganjurkan kita makan nasi, karena beras baik
untuk kesehatan kalian.” Jadi jika semua orang berpikir beras itu
menyehatkan dan ini juga dianjurkan Rasulullah, maka makin banyak orang yang akan
membeli beras. Begitu juga para penguasa-penguasa Arab mencoba untuk menutupi
kesalahan mereka dengan mengarang-ngarang sabda Rasulullah.
Perlu diketahui, bahwa otentifikasi
hadist Nabi Muhammad berbeda dengan cara menjaga keaslian Al’Quran. Hal ini disebabkan
karena: Pertama, Al-Qur'an dihafalkan oleh ribuan umat Islam dari masa awal
Islam. Dan teks Al’Quran juga telah dikumpulkan & disusun sejak awal masa
Islam. Jadi jika ada yang membuat kesalahan, jika ada kelompok tertentu yang
ingin mengarang-ngarang ayat Al’Quran, mereka tidak akan bisa melakukannya
karena teks Al’Quran telah dihafal dan telah disepakati semua orang.
Kitab hadist Sahih Muslim disusun oleh Imam Muslim. Dia seorang ulama yang sangat terkenal. Allah berfirman:
"ya
ayyuhal ladzina amanu ati' ullaha wa ati' urrosul"
(Wahai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan para Rasul)
Dan memang banyak ibadah yang paling penting Islam
tidak sepenuhnya dijelaskan di dalam Al-Qur'an.
Misalnya tentang shalat lima waktu. Allah berfirman di
dalam Al-Qur'an: "Akki musallah" yang berarti “Dirikanlah
Shalat”, tapi cara-caranya tidak dijelaskan dalam Al-Qur'an. Demikian pula,
ada banyak hal dalam Al-Qur'an yang tidak mampu kita pahami kecuali Nabi
Muhammad S.A.W. pernah bersabda dan mencontohkannya. Jika anda ingin tahu
bagaimana cara melakukan shalat lima waktu, maka anda juga harus tahu hal-hal
berikut:
- Kapan waktunya shalat?
- Apa yang seharusnya kita ucapkan saat shalat?
- Berapa banyak raka’at dalam tiap-tiap shalat?
- Apa yang harus diucapkan dalam setiap gerakan shalat?
- Apa saja gerakannya?
- Apa urutan gerakan dalam shalat?
Semua ini tidak disebutkan dalam
Al-Qur'an. Satu-satunya cara untuk mengetahui semua ini adalah melalui hadist
Nabi Muhammad. Beliau juga bersabda "Shalatlah seperti engkau melihat
aku shalat."
Karena itulah, kita selalu mencoba
untuk meniru perbuatan dan sikap Nabi Muhammad S.A.W. SunnahNabi diterapkan
dalam segala bidang kehidupan manusia. Sunnah Nabi tidak hanya untuk
dihafal, namun juga untuk dilaksanakan secara nyata. Misalnya, Nabi Muhammad
S.A.W. bersabda:
Bahkan Allah sendiri berulang kali
menekankan pentingnya mengacu kepada hadist Nabi Muhammad S.A.W. Dalam salah
satu ayat, Allah bersumpah demi diri-Nya sendiri.
"Tidak,
Demi Allah, mereka tidak beriman, kecuali mereka menjadikanmu Muhammad, seorang
hakim dalam semua perselisihan antara mereka, & sehingga tidak ada
penolakan di dalam hati mereka & mereka tunduk dengan sebenar-benar
tunduk.”
Jadi ayat di atas menjelaskan bahwa sunnah Nabi
Muhammad merupakan bagian dari agama Islam. Allah S.W.T. juga berfirman dalam
Al-Qur'an, bahwa apa pun yang Nabi Muhammad sabdakan, maka kita harus
menerimanya, dan apa pun perintah yang Nabi larang maka kita harus
meninggalkannya.
Sekarang mari kita bahas bagaimana caranya para ulama
menjaga keaslian sunnah Nabi Muhammad.
Pertama-tama, bagi umat Islam, Nabi Muhammad adalah
suri tauladan yang terbaik. Bahkan Al-Qur'an berfirman dalam surat Al-Ahzab
ayat 21 yang berbunyi:
"Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah." (Al-Ahzab:21)
Jadi Al-Qu'ran berfirman bahwa
perbuatan dan pola hidup Nabi Muhammad S.A.W. merupakan suri tauladan yang
baik, yang harus diikuti bagi siapa saja yang beriman kepada Allah.
"Kalau
tidak menjadi sesuatu yang menyulitkan bagi umatku, aku akan menyuruh
penggunaan siwak sebagai kewajiban atas umat Muslim."
Dan Nabi sendiri sering menggunakan
siwak. Ia menggunakannya di pagi dan malam hari, sebelum keluar dari rumah,
sebelum shalat, dan sahabat-sahabatnya juga mengikuti perbuatan itu. Anak-anak
para sahabat Nabi juga mengikutinya. Dan cucu-cucu mereka juga mengikutinya,
sehingga mereka pun sering berkata: "Kami melihat Nabi Muhammad
melakukan hal ini dan hal itu, dia memberitahu kepada kami agar kami
melakukannya." Jadi dengan cara inilah Sunnah Nabi dapat terus
terjaga.
Sebagai contoh, saya ingat bahwa
ayah saya, Gavin Green, mengajarkan saya tentang frase kecil yang berbunyi:
R.A.U. yang merupakan akronim dari “Return After Use" (kembalikan
setelah dipakai). Ini berarti ketika saya telah menggunakan sesuatu, maka saya
harus menaruh kembali benda tersebut di tempatnya. Dan dia bercerita bahwa
kakek saya yang mengajarinya & kemungkinan kakek buyut saya yang mengajari
kakek saya.
Jadi sebenarnya ini adalah rantai
penyampaian. Saya belajar dari ayah saya, yang bernama Gavin Green, yang belajar
dari kakek saya, jadi rantai ini membentang lebih dari seratus tahun. Jika anda
menghitungnya, ayah saya berumur 86 pada saat ini, jadi jika anda menghitung
kembali ke zaman kakek saya, maka jaraknya lebih dari seratus tahun. Itu waktu
yang cukup lama. Dan jika saya juga mengajarkan anak-anak saya tentang frase
ini, kemudian mereka mengajarkannya kembali pada anak-anak mereka, maka inilah
yang kita sebut sebagai rantai penyampaian.
Jadi para sahabat berkata: "Kami
ingin tahu siapa yang mengatakan hal itu. Darimana kau mendengar bahwa Nabi
pernah mengucapkannya? Berikan kepada kami isnadnya." Maka
berkembanglah sebuah ilmu tentang rantai periwayatan. Dari sanalah para ulama
mulai mempelajarinya dan ada beberapa syarat yang harus dipertimbangkan untuk
mengesahkan suatu hadist: "Apakah si Fulan memang benar pernah bertemu
dengan si Fulan? Apakah dia yakin dengan ucapannya? Apakah dia jujur? Apakah
dia memiliki ingatan yang baik? Apakah dia orang saleh?” Mereka
memeriksa sifat dan kepribadian setiap orang dalam rantai periwayatan.
Rantai penyampaian disebut "isnad”
dalam istilah Islam. Dan isnad sangat penting dalam menjaga keaslian
sabda Nabi Muhammad. Dan salah satu sabda Nabi yang paling kuat, disampaikan
melalui penyampaian Mutawatir, dan kita sudah membahas
definisi Mutawatir dalam tulisan sebelumnya.
Sekarang kita kembali kepada
pembahasan kita sebelumnya dimana banyak orang mulai mengarang-ngarang dan
berbohong tentang ucapan Nabi.
Jadi beberapa sahabat memutuskan
untuk memeriksa orang-orang yang berkata bahwa dirinya mendengar Nabi
mengucapkan hal ini dan itu. Mereka ingin mengecek, dari sahabat Nabi yang
manakah orang itu mendengarnya? Kemudian setelahnya mereka akan pergi dan
mengecek sahabat itu "Apakah anda mengatakan ini? Apakah anda yakin
bahwa Nabi Muhammad S.A.W. mengatakannya?” Jika mereka tahu bahwa orang itu
telah berbohong, maka mereka akan dan mengumumkannya di depan orang banyak:
"Orang ini berbohong tentang Nabi, jangan percaya padanya, ia telah
mengarang-ngarang sabda Nabi."
Dan Nabi Muhammad sendiri pernah
bersabda “Siapa yang menciptakan kebohongan tentangku dengan sengaja, maka
mereka akan masuk neraka." Jadi tidak ada seorangpun yang boleh
berbohong dan mengarang-ngarang tentang sabda Nabi.
Tentu saja ini benar-benar sebuah
ilmu yang sangat luas. Untuk belajar ilmu isnad, seseorang harus belajar
dalam jangka waktu yang lama, sehingga mereka dapat dengan pasti
mengotentifikasi sabda Nabi Muhammad.
Dan banyak ulama sepanjang sejarah
Islam yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk mempelajari ilmu isnad.
Para ulama tersebut telah menyusun kitab-kitab hadist yang otentik, misalnya
seperti Hadist Sahih Al-Bukhari, Sahih Al-Muslim, Sunnah Abu Dawud, Sunnah
An-Nasa'i, dan sebagainya. Jadi seperti yang saya katakan, ini adalah ilmu yang
sangat luas dan ilmu ini bertujuan untuk memastikan sunnah Nabi Muhammad S.A.W.
Referensi: www.lampuislam.org
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar