Kita lihat sebagian organisasi memutuskan puasa dan hari raya secara
sepihak, tanpa mau menanti keputusan pemerintah. Padahal persatuan kaum
muslimin jika lebih dipentingkan akan mendatangkan banyak manfaat.
Dalam syariat ini dibahas tentang hukum orang yang hanya melihat
hilal seorang diri, apakah ia tetap berpuasa atau berhari raya seorang
diri?
Ada tiga pendapat dalam masalah ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berikut ini.
Jika seseorang melihat hilal seorang diri baik hilal awal Ramadhan
untuk memulai puasa dan hilal Idul Fithri, apakah ia tetap berpuasa
dengan hasil penglihatan hilalnya? Atau ia berhari raya dengan
penglihatannya tersebut? Atau ia mengikuti kaum muslimin untuk berpuasa
atau berhari raya? Ada tiga pendapat dalam masalah ini dari Imam Ahmad.
Pertama, ia tetap berpuasa, namun untuk berbuka (berhari raya) dilakukan secara diam-diam. Inilah pendapat dari Imam Syafi’i.
Kedua, ia tetap berpuasa, namun
untuk berhari raya dilakukan dengan kaum muslimin (tidak seorang diri).
Inilah pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad, Imam Malik dan Imam Abu
Hanifah.
Ketiga, ia berpuasa dan berhari raya tetap bersama kaum muslimin. Pendapat terakhir inilah yang lebih kuat.
Pendapat terakhir tersebut berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Hendaklah kalian berpuasa bersama kaum muslimin dan berhari raya
(Idul Fithri) pula bersama mereka, begitu pula dalam merayakan Idul
Adha.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi. Ia mengatakan
bahwa hadits ini hasan ghorib. Diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan Ibnu
Majah, namun cuma disebutkan Idul Fithri dan Idul Adha saja. Begitu
pula diriwayatkan dari hadits ‘Abdullah bin Ja’far, dari ‘Utsman bin
Muhammad, dari Al Maqbari, dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطَرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Hendaklah kalian berpuasa dan berhari raya Idul Fithri maupun Idul Adha bersama dengan kaum muslimin.”
Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan ghorib. Sebagian ulama
menafsirkan hadits tersebut bahwa yang dimaksudkan adalah berpuasa dan
berhari raya dengan al jama’ah (pemerintah) dan kaum muslimin. (Majmu’ Al Fatawa, 25: 115)
Kalau kita melihat pendapat ulama yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah
di atas telah terbukti bahwa kalau telah melihat hilal seorang diri,
maka minimalnya berbukanya (berhari rayanya) dilakukan secara diam-diam
(tidak terang-terangan). Kalau puasa, tak mengapa ia melakukan seorang
diri. Ini yang disebutkan dalam dua pendapat yang pertama. Artinya di
sini para ulama tetap masih memandang persatuan mesti diprioritaskan.
Sampai-sampai jika benar-benar berselisih, maka cukup tidak lakukan
terang-terangan.
Kita dapat ambil pelajaran bahwa jangan sampai fanatik pada
organisasi Islam tertentu, malah membuat kita terlalu ngotot untuk
menampakkan perbedaan dengan kaum muslimin lainnya. Apalagi Ibnu
Taimiyah berpendapat bahwa yang lebih baik tetaplah berpuasa dan berhari
raya dengan kaum muslimin yang ada (yaitu bersama pemerintah kaum
muslimin). Persatuan sekali lagi yang tentu jadi tujuan. Wallahu a’lam.
Sumber: rumaysho
Referensi: www.LampuIslam.blogspot.com
Page Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar