Nama resmi Valentine Day adalah "Saint Valentine's Day", bukan
"Valentine's Day." Artinya, Valentine's Day ini adalah hari peringatan
seorang TOKOH, bukan sebuah NILAI. Tidak benar kalau dikatakan bahwa Valentine's
Day adalah hari kasih sayang. Bukan value
itu yang dirayakan, melainkan tokoh St. Valentine-nya. Di beberapa negara, Valentine
Day tidak identik dengan kasih sayang, melainkan persahabatan. Perayaan Valentine
Day pun tidak selau pada tanggal 14 Februari. Ada juga yang merayakannya pada
Juni dan Juli. Ada yang dua kali dalam setahun. Kok bisa dua kali dalam
setahun? Ya, soalnya tokoh yang namanya St. Valentine minimal ada dua orang. Keduanya
adalah tokoh Kristen. Beberapa sekte Kristen seperti Anglikan secara resmi
merayakan Valentine's Day sebagai hari besar keagamaannya. Meski sebagian besar
umat Kristiani tidak menjadikannya hari besar keagamaan, tapi Valentine's Day
adalah bagian dari sejarah Kristen.
St. Valentine adalah pahlawan Kristen yang memperjuangkan nilai-nilai
dalam agama Kristen. Marilah bertanya, bagaimana sikap seorang Muslim
semestinya terhadap Valentine's Day ? Apakah wajar bagi seorang Muslim merayakan
kepahlawanan seorang St. Valentine yang memperjuangkan agamanya sendiri?
Pernahkah kita melihat umat lain merayakan kepahlawanan seseorang yang jadi
pahlawan hanya bagi umat Muslim? Ini bukan kebencian terhadap agama lain. Hanya
saja, kepahlawanan memang subyektif. Singapura saja marah-marah karena RI
hendak menamakan sebuah kapal perang dengan nama pahlawannya. Mengapa? Karena
yang RI bilang pahlawan itu dianggap penjahat oleh Singapura. Kepahlawanan
memang subyektif.
Kalau sudah jelas bahwa Valentine's Day adalah hari raya umat Kristiani,
bagaimana sikap umat Muslim? Kita berkaca saja pada Natal. Sama-sama hari raya
umat lain kan? Dahulu, MUI pernah memfatwakan haram hukumnya bagi seorang
Muslim untuk ikut merayakan Natal. Karena kejadian itu, Buya Hamka sebagai
Ketua MUI ditekan oleh pemerintah. Umat Muslim haram merayakan Natal tidak lain
karena Natal adalah hari raya umat lain. Dengan demikian, hukum merayakan Valentine's
Day pun sebenarnya sama. Karena sama-sama hari raya umat lain.
Karena Buya Hamka adalah Ketua MUI pada masa itu, banyak yang mengira
pendapat beliau sama dengan fatwa MUI. Sebenarnya, Buya Hamka berpendapat bahwa
Muslim yang merayakan Natal itu bukan haram hukumnya, tapi MURTAD. Adapun Fatwa
MUI 'dilunakkan' menjadi haram karena pertimbangan dakwah. Kalau kita mengikuti
alur berpikir Buya Hamka, maka merayakan Valentine's Day itu statusnya pun
MURTAD, bukan sekedar haram. Jelas ya bedanya.
Mungkin ini yang tidak disadari oleh banyak muda-mudi yang merayakan Valentine's
Day. Mereka tidak tahu bahwa ada konsekuensi aqidah yang sangat serius sebab mereka
berpikir Valentine's Day adalah Hari Kasih Sayang, padahal ini hari peringatan
seorang pahlawan Kristen. Konsep kasih sayang pun kemudian dirusak lagi menjadi
kasih sayang kepada pasangan di luar nikah. Ujung-ujungnya ke seks. Selain
bunga, kartu ucapan dan coklat, yang laku keras saat Valentine's Day adalah
kondom. Tiap tahun, Valentine's Day semarak dengan berita penggerebekan pasangan-pasangan
tak menikah di hotel. Bahkan sejumlah pemuka agama Kristen pun menganggap bahwa
perayaan Valentine Day justru mencoreng perjuangan St. Valentine.
Versi paling terkenal dari kisah St. Valentine adalah bagaimana ia
mengawinkan para prajurit yang dilarang nikah oleh Romawi. Mengapa ia lakukan
itu? Ya, karena St. Valentine tidak percaya pada hubungan di luar nikah!
Sekarang, Valentine's Day justru dirayakan kebanyakan oleh pasangan yang tidak/belum
menikah. Valentine's Day sama seperti kondom; sama-sama populer di kalangan para
pezina, bukan di kalangan pasangan yang syah. Dan Valentine's Day pun senasib
dengan kondom; sama-sama sumber kucuran uang bagi para pelaku industri. Maka,
Muslim yang merayakan Valentine's Day pun terjerumus dua kali. Pertama, aqidahnya
terancam bahaya. Kedua, ia hanya jadi permainan bagi para penguasa industri. No love; it' s all about the money (Tidak
ada cinta, ini semua hanya tentang uang). Semoga kita semua terhindar dari
kerancuan berpikir yang demikian. Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin...
Referensi: www.lampuislam.org
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar