Senin, 13 Februari 2017

Katakan Tidak Pada Hari Valentine



 
 
 
 
Oleh: Akmal Sjafril || Twitter: twitter.com/malakmalakmal
Nama resmi Valentine Day adalah "Saint Valentine's Day", bukan "Valentine's Day." Artinya, Valentine's Day ini adalah hari peringatan seorang TOKOH, bukan sebuah NILAI. Tidak benar kalau dikatakan bahwa Valentine's Day adalah hari kasih sayang. Bukan value itu yang dirayakan, melainkan tokoh St. Valentine-nya. Di beberapa negara, Valentine Day tidak identik dengan kasih sayang, melainkan persahabatan. Perayaan Valentine Day pun tidak selau pada tanggal 14 Februari. Ada juga yang merayakannya pada Juni dan Juli. Ada yang dua kali dalam setahun. Kok bisa dua kali dalam setahun? Ya, soalnya tokoh yang namanya St. Valentine minimal ada dua orang. Keduanya adalah tokoh Kristen. Beberapa sekte Kristen seperti Anglikan secara resmi merayakan Valentine's Day sebagai hari besar keagamaannya. Meski sebagian besar umat Kristiani tidak menjadikannya hari besar keagamaan, tapi Valentine's Day adalah bagian dari sejarah Kristen.

St. Valentine adalah pahlawan Kristen yang memperjuangkan nilai-nilai dalam agama Kristen. Marilah bertanya, bagaimana sikap seorang Muslim semestinya terhadap Valentine's Day ? Apakah wajar bagi seorang Muslim merayakan kepahlawanan seorang St. Valentine yang memperjuangkan agamanya sendiri? Pernahkah kita melihat umat lain merayakan kepahlawanan seseorang yang jadi pahlawan hanya bagi umat Muslim? Ini bukan kebencian terhadap agama lain. Hanya saja, kepahlawanan memang subyektif. Singapura saja marah-marah karena RI hendak menamakan sebuah kapal perang dengan nama pahlawannya. Mengapa? Karena yang RI bilang pahlawan itu dianggap penjahat oleh Singapura. Kepahlawanan memang subyektif.
Kalau sudah jelas bahwa Valentine's Day adalah hari raya umat Kristiani, bagaimana sikap umat Muslim? Kita berkaca saja pada Natal. Sama-sama hari raya umat lain kan? Dahulu, MUI pernah memfatwakan haram hukumnya bagi seorang Muslim untuk ikut merayakan Natal. Karena kejadian itu, Buya Hamka sebagai Ketua MUI ditekan oleh pemerintah. Umat Muslim haram merayakan Natal tidak lain karena Natal adalah hari raya umat lain. Dengan demikian, hukum merayakan Valentine's Day pun sebenarnya sama. Karena sama-sama hari raya umat lain.
Karena Buya Hamka adalah Ketua MUI pada masa itu, banyak yang mengira pendapat beliau sama dengan fatwa MUI. Sebenarnya, Buya Hamka berpendapat bahwa Muslim yang merayakan Natal itu bukan haram hukumnya, tapi MURTAD. Adapun Fatwa MUI 'dilunakkan' menjadi haram karena pertimbangan dakwah. Kalau kita mengikuti alur berpikir Buya Hamka, maka merayakan Valentine's Day itu statusnya pun MURTAD, bukan sekedar haram. Jelas ya bedanya.
 
Mungkin ini yang tidak disadari oleh banyak muda-mudi yang merayakan Valentine's Day. Mereka tidak tahu bahwa ada konsekuensi aqidah yang sangat serius sebab mereka berpikir Valentine's Day adalah Hari Kasih Sayang, padahal ini hari peringatan seorang pahlawan Kristen. Konsep kasih sayang pun kemudian dirusak lagi menjadi kasih sayang kepada pasangan di luar nikah. Ujung-ujungnya ke seks. Selain bunga, kartu ucapan dan coklat, yang laku keras saat Valentine's Day adalah kondom. Tiap tahun, Valentine's Day semarak dengan berita penggerebekan pasangan-pasangan tak menikah di hotel. Bahkan sejumlah pemuka agama Kristen pun menganggap bahwa perayaan Valentine Day justru mencoreng perjuangan St. Valentine.
Versi paling terkenal dari kisah St. Valentine adalah bagaimana ia mengawinkan para prajurit yang dilarang nikah oleh Romawi. Mengapa ia lakukan itu? Ya, karena St. Valentine tidak percaya pada hubungan di luar nikah! Sekarang, Valentine's Day justru dirayakan kebanyakan oleh pasangan yang tidak/belum menikah. Valentine's Day sama seperti kondom; sama-sama populer di kalangan para pezina, bukan di kalangan pasangan yang syah. Dan Valentine's Day pun senasib dengan kondom; sama-sama sumber kucuran uang bagi para pelaku industri. Maka, Muslim yang merayakan Valentine's Day pun terjerumus dua kali. Pertama, aqidahnya terancam bahaya. Kedua, ia hanya jadi permainan bagi para penguasa industri. No love; it' s all about the money (Tidak ada cinta, ini semua hanya tentang uang). Semoga kita semua terhindar dari kerancuan berpikir yang demikian. Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin...
Sumber: http://www.chirpstory.com/id/malakmalakmal
Referensi: www.lampuislam.org 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar