Al-Bazzar adalah al-Imam al-Hafizh Abu Bakar Ahmad Ibn Amr Ibn Abdul
Khaliq al-Bashri, beliau menulis kitab al-Musnad al-Kabir dan al-‘Ilal,
mengambil hadits dari al-Thabrani, dan wafat pada tahun 292 H di Ramlah. Beliau
adalah salah seorang ulama besar, hingga dikatakan setelah Ali Ibn
al-Madini tidak ada yang lebih alim tentang hadits dari padanya. Ia
menjadi rujukan para hafizh Baghdad.
Di dalam kitab Dzail Thabaqat Hanabilah, Ibnu Rajab menyebutkan
biografi al-Qadhi Abu Bakar al-Anshari al-Bazzar, bahwa dia berkata:
“Ketika itu akan tinggal di samping kota Makkah –mudah-mudahan Allah
Ta’ala senantiasa menjaganya-, suatu hari aku sangat lapar, sementara
aku tidak mendapati sesuatu yang bisa kugunakan untuk mengganjal rasa
lapar.
Dia berkata: “Akupun mengambil kantong tersebut, dan aku bawa ke
rumahku. Akupun membuka ikatannya, ternyata di dalamnya aku mendapati
seuntai kalung mutiara yang aku belum pernah melihatnya seumur hidupku.”
Dia berkata: “Akupun mengikatnya kembali, dan kukembalikan seperti
sediakala. Kemudian aku keluar untuk mencari makanan. Tiba-tiba ada
seorang kakek yang menyeru: “Barang siapa menemukan sebuah bungkusan,
ciri-cirinya demikian dan demikian, maka baginya 500 dinar emas.” Maka
aku berkata di dalam hati: “Sesungguhnya aku orang yang membutuhkan
dan kelaparan, apakah aku akan mengambil dinar-dinar tersebut untuk
kugunakan manfaatnya dan kukembalikan padanya kantongnya?"
Maka kukatakan kepadanya: “Kemarilah. Lalu aku membawanya ke rumahku, aku menanyainya tentang ciri-ciri kantongnya, serta ciri-ciri mutiara serta jumlah mutiara yang tersimpan di dalamnya, ternyata ciri-cirinya sama seperti kantong sutra berisi mutiara yang kutemukan.”
Dia berkata: “Akupun mengeluarkannya, kemudian kuserahkan kepadanya,
lalu dia menyerahkan kepadaku 500 dinar sebagai hadiah sebagaimana telah
dia sebutkan.”
Maka kukatakan kepadanya: “Sudah menjadi kewajibanku untuk
mengembalikannya kepadamu, dan aku tidak akan mengambil balasan
untuknya.” Diapun berkata: “Engkau harus mengambilnya...” dan banyak
kalimat lain. Padahal aku dalam kondisi paling membutuhkan saat itu. Maka kukatakan: “Demi dzat yang tidak ada sesembahan
yang haq selain-Nya, aku tidak akan mengambil balasan apapun dari
seorangpun selain dari Allah.” Akupun tidak menerima dinar-dinar
tersebut, maka diapun meninggalkanku. Berlalulah hari demi hari,
pulanglah kakek tersebut ke negerinya setelah musim haji.
Adapun tentangku, maka aku keluar dari kota Mekkah dengan menumpang
pada sebuah kapal ditengah ombak yang bergulung-gulung lagi menakutkan.
Pecahlah kapal tersebut, manusiapun tenggelam, dan sirnalah harta.
Dia berkata: “Allah Ta’ala menyelamatkanku, aku tetap tinggal dengan
berpegangan diatas sebuah potongan papan kapal, dia membawaku ke kanan
dan kekiri, aku tidak tahu kemana dia pergi membawaku. Akupun tinggal
beberapa waktu di tengah lautan. Ombak mengombang-ambingkanku dari satu
tempat ke tempat lain hingga mendamparkan aku di sebuah pulau yang di
dalamnya banyak orang ummi, yakni yang tidak bisa membaca dan menulis.”
Dia berkata: “Akupun duduk di masjid mereka, dan mulailah aku membaca
al-Qur`an. Maka tidak ada seorangpun yang melihatku dari penghuni
masjid kecuali mereka berkumpul mengerumuni aku. Maka tidak tertinggal
seorangpun dari pulau tersebut kecuali berkata: “Ajari aku al-Qur`an.”
Dia berkata: “Maka akupun mengajari mereka al-Qur`an, maka akupun
mendapatkan kebaikan yang sangat banyak sebagai balasan dari itu semua.”
Dia berkata: “Kemudian aku melihat sebuah mushaf di dalam masjid yang sudah robek, maka akupun mengambilnya dan lembaran-lembarannya untuk kubaca dengannya.” Maka mereka berkata: “Apakah engkau bisa menulis?” Kujawab: “Ya.” Mereka berkata: “Ajari kami menulis.”
Kukatakan: “Tidak masalah.” Maka merekapun datang dengan anak-anak
dan remaja-remaja mereka. Maka ketika itu akulah yang mengajari mereka.
Dan akupun mendapatkan banyak kebaikan.”
Merekapun sangat berharap kepadanya, dan mereka berkata kepadanya
setelah itu bahwa mereka ingin agar dia tinggal bersama mereka. Mereka
berkata kepadanya: “Kami memiliki seorang anak wanita yatim, dan dia
memiliki peninggalan harta, kami ingin menikahkannya denganmu, dan
engkau tinggal bersama kami di pulau ini.”
Dia berkata: “Akupun berupaya menolaknya, tapi mereka mendesakku dan
memaksaku, akhirnya aku penuhi permintaan mereka. Maka merekapun
mempersiapkannya untukku, dan mahram wanita tersebut menikahkanku
dengannya. Akupun duduk bersama mereka, maka tatkala aku melihat
kepadanya, aku melihat kalung yang dulu aku telah melihatnya di Makkah
tengah tergantung di lehernya. Akupun tercengang, akupun sibuk melihat
kepada kalung tersebut.
Maka berkatalah mahramnya: “Wahai syaikh, engkau telah menghancurkan
hati wanita yatim tersebut, engkau tidak melihat kepadanya tapi engkau
melihat kepada kalungnya.”
Maka kukatakan: “Sesungguhnya aku memiliki kisah dengan kalung
tersebut.” Mereka bertanya: “Kisah apa itu?” Maka kuceritakan kisah
kalung tersebut kepada mereka. Maka merekapun bersuara keras mengucapkan
tahlil, takbir, dan tasbih hingga suara mereka mencapai setiap penjuru
pulau.
Kukatakan: “Subhanallah, ada apa dengan kalian?” Mereka menjawab:
“Sesungguhnya kakek yang engkau lihat, dan telah mengambil kalung darimu
di Mekkah adalah ayah dari wanita yatim ini. Dulu dia berkata
sekembalinya dari haji, dan terus mengulang-ulang perkataannya: “Demi
Allah, aku belum pernah melihat sekali pun di muka bumi ini seorang
pemuda Muslim seperti orang yang telah mengembalikan kalung ini kepadaku
di Mekkah, Ya Allah, kumpulkanlah antara aku dengannya hingga aku
nikahkan dia dengan putriku.” Laki-laki tersebut telah meninggal, dan
sekarang Allah telah mengabulkan do’anya.”
Dia berkata: “Akupun tinggal bersamanya selama beberapa masa, dan dia
adalah sebaik-baik wanita. Aku diberi rizqi dua orang putra darinya.
Kemudian dia meninggal. Mudah-mudahan Allah Ta’ala merahmatinya, aku
dan
kedua anakkupun mewarisi kalung tersebut darinya.”
Dia berkata: “Kemudian satu persatu putraku meninggal.” Dia berkata:
“Akupun mewarisi kalung tersebut dari mereka.” Dia berkata: “Kalung
tersebut lalu kujual dengan harga 100 ribu dinar.”
Setelah beberapa waktu dia berkata: “Dan ini adalah sisa dari harga
kalung tersebut.” Mudah-mudahan rahmat Allah dilimpahkan kepada
semuanya.
Sumber: Facebook Majalah Qiblati