Oleh: Drs. H.
Ahmad Yani || Email: ayani_ku@yahoo.co.id
Setiap manusia
tentu membutuhkan rizki berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal,
kendaraan dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Untuk itu, manusia harus
mencari nafkah dengan berbagai usaha yang halal. Bagi seorang muslim, mencari
rizki secara halal merupakan salah satu prinsip hidup yang sangat mendasar.
Kita tentu menghendaki dalam upaya mencari rizki, banyak yang bisa kita
peroleh, mudah mendapatkannya, dan halal status hukumnya.
Namun seandainya
sedikit yang kita dapat dan susah pula mendapatkannya, selama status hukumnya
halal, maka hal itu jauh lebih baik daripada mudah mendapatkannya, banyak
perolehannya, namun status hukumnya tidak halal. Yang lebih tragis lagi adalah
bila seseorang mencari nafkah dengan susah payah, sedikit mendapatkannya,
status hukumnya juga tidak halal, bahkan resikonya sangat berat. Inilah
sekarang yang banyak terjadi. Kita dapati di masyarakat kita ada orang yang
mencuri sandal atau sepatu di masjid, mencopet di bus kota, dan sebagainya.
Korban penganiayaan dari masyarakat sudah banyak yang berjatuhan akibat
pencurian semacam itu.
Dalam satu
hadits, Rasulullah saw menyebutkan tentang kecintaan Allah swt kepada orang
yang mencari rizki secara halal meskipun ia bersusah payah dalam
mendapatkannya, beliau bersabda:
ِإنَّ
للهَ تَعَالىَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى تَعِبًا فىِ طَلَبِ الْحَلاَلِ
“Sesungguhnya Allah cinta (senang) melihat
hamba-Nya lelah dalam mencari yang halal.” (HR. Ad Dailami).
Salah satu cara mencari harta yang tidak terhormat adalah dengan meminta atau mengemis kepada orang lain. Karena itu, sebagai muslim jangan sampai meminta atau mengemis agar kita mendapat jaminan surga dari Rasulullah saw sebagaimana sabdanya:
مَنْ
يَتَكَفَّلُ لِى أَنْ لاَ يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا وأَتَكَفَّلُ لََهُ
بالْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menjamin kepadaku bahwa ia
tidak meminta sesuatu kepada orang, aku menjamin untuknya dengan surga.”
(HR. Abu Daud dan Hakim).
Mengemis
Yang Dibolehkan
Pada dasarnya,
mengemis termasuk cara mencari harta yang diharamkan oleh Allah swt, karena
itu, mengemis tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim kecuali bila sangat
terpaksa, Rasulullah saw bersabda:
عَنْ
قَبِيْصَةَ بْنِ مُخَارِقِ الْهِلاَلِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: تَحَمَّلَتُ
حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ
فِيْهَا, فَقَالَ: أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ, فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا.
قَالَ: ثُمَّ قَالَ: يَا قَبِيْصَةُ, إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ
ِلأَحَدٍ ثَلاَثَةٍ: رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ
حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ, وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ احْتَاجَتْ
مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ
قَالَ: سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ
ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لقدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاَقَةٌ
فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ قَالَ:
سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ,
سُحْتًا يًأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا
Qabishah
bin Mukhariq al Hilal ra berkata: “aku pernah memikul tanggungan berat (diluar
kemampuan), lalu aku datang kepada Rasulullah saw untuk mengadukan hal itu.
Kemudian beliau bersabda: “Tunggulah sampai ada sedekah yang datang kepada kami
lalu kami perintahkan agar sedekah itu diberikan kepadamu”. Setelah itu beliau
bersabda: Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh kecuali bagi
salah satu dari tiga golongan, yaitu (1) orang yang memikul beban tanggungan
yang berat (diluar kemampuannya), maka dia boleh meminta-minta sehingga setelah
cukup lalu berhenti, tidak meminta-minta lagi. (2) Orang yang yang tertimpa
musibah yang menghabiskan hartanya, maka dia boleh meminta sampai dia
mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. (3). Orang yang tertimpa kemiskinan
sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya
benar-benar miskin, makia dia boleh meminta sampai dia memperoleh sekadar
kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari tiga golongan tersebut hai Qabishah,
maka meminta-minta itu haram yang hasilnya bila dimakan juga juga haram
(HR. Muslim).
Dari hadits di
atas, dapat kita pahami bahwa mengemis yang dibolehkan adalah mengemis yang
sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupan seseorang, itupun tidak
boleh menjadi pekerjaan atau profesi, karena situasi darurat seharusnya tidak
berlangsung lama. Lebih jelas, ada tiga sebab atau keadaan dibolehkannya
mengemis bagi seseorang. Pertama, orang yang memiliki beban hidup yang tidak
mampu ditanggungnya sehingga dengan kesungguhan dan kerja keras ia dapat
berusaha dengan cara lain yang halal untuk bisa memenuhi kebutuhannya.
Dalam kehidupan
sekarang, para pengemis bisa jadi berada dalam keadaan memiliki tanggungan yang
berat, namun karena dari mengemis ternyata banyak yang diperolehnya meskipun
tanpa kerja keras, maka ia malah keasyikan sehingga tidak mau berusaha yang
lain. Padahal seandainya seorang ibu yang kita lihat di jalan-jalan untuk
mengemis mau jadi pembantu rumah tangga saja; makan, minum, dan tempat tinggal
sudah terjamin, itupun masih mendapatkan upah setiap bulan. Kalau para preman
yang suka memalak mau berusaha dengan cara berdagang minuman ringan dan makanan
kecil saja, maka ia sudah bisa memperoleh uang, kalau orang cacat diberikan
pendidikan ketrampilan yang membuatnya bisa berusaha dan berkarya, tentu ia
tidak akan menunggu belas kasihan orang lain.
Oleh karena itu,
setiap orang seharusnya bisa memahami dan menyadari bahwa semakin lama beban
hidup memang semakin besar sehingga seseorang dituntut untuk meningkatkan
semangat bekerja dan berusaha, termasuk di dalamnya dengan memperbanyak
ketrampilan karena semakin banyak ketrampilan yang dikuasainya, semakin banyak
pula pintu rizki yang bisa dibuka.
Kedua yang
dibolehkan mengemis adalah orang yang tertimpa musibah seperti bencana alam
yang menghabiskan hartanya, bahkan untuk sementara ia pun tidak bisa berusaha
sebagaimana biasanya. Di negeri kita, bencana datang silih berganti bahkan ada
bencana yang sudah bisa diperkirakan seperti banjir, tanah longsor, berbagai
penyakit yang muncul akibat perubahan musim dan sebagainya. Kalau pemerintah tanggap
dalam masalah ini, apalagi dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat, mestinya
orang yang tertimpa musibah tidak akan sampai mengemis, anggaran negara dan
pemerintah daerah harus disediakan dalam jumlah yang banyak untuk menghadapi
situasi darurat akibat bencana alam.
Ketiga,
Kemiskinan yang diakui oleh masyarakat di sekitarnya bahwa dia memang miskin
sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok saja seperti makan dan minum ia tidak
sanggup lagi memenuhinya. Bila tidak ada pilihan lain, maka orang yang ditimpa
kemiskinan dibolehkan mengemis sekadar untuk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.
Namun, kemiskinan idealnya tidak sampai membuat seseorang menjadi pengemis,
tapi orang yang berkemampuan apalagi pemerintah harus segera membantu
masyarakat yang miskin dengan mendidik masyarakat dan membuka lapangan kerja
yang luas.
Disamping itu,
ketika seseorang mau berusaha lalu membutuhkan modal, maka permodalan bisa
diberikan atau dipinjamkan dari dana zakat, infak, sedekah, atau memang dana
yang disediakan oleh pemerintah sehingga seseorang bisa berusaha dengan cara
yang baik dan tidak lagi menjadi pengemis.
Dengan demikian
dalam situasi terpaksa, seseorang dibolehkan mengemis hanya untuk mendapatkan
rizki sekadar bisa memenuhi kebutuhan pokok, bukan dengan mengemis itu ia
menjadi kaya apalagi sampai menipu orang lain agar ada belas kasihan kepadanya.
Orang yang selama ini menjadi pengemis harus meninggalkan cara mengemis dan
secara serius pemerintah harus memberi perhatian dalam masalah ini.
Oleh karena itu,
motivasi dan memberi pemahaman yang utuh untuk membantu yang lemah harus
dibangun kembali, sedangkan mereka yang mengalami kesulitan hidup harus mau
berusaha semaksimal mungkin dan tidak menjadikan keadaan dirinya sebagai alasan
keterpaksanaan untuk mendapatkan rizki dengan cara yang tidak terhormat.
Sumber: eramuslim.com
Referensi: www.LampuIslam.blogspot.com
Page Facebook: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar