Abdullah bin Al-Mubarak
meriwayatkan dengan isnadnya dari seorang laki-laki, dimana laki-laki tersebut
berkata kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu: “Terangkanlah kepadaku
suatu hadits yang engkau dengar dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.” [1] Laki-laki itu meneruskan
riwayatnya, “Maka Mu’adz menangis, sehingga aku menyangka bahwa dia tidak akan
diam. Kemudian dia berkata kepadaku, “Aku mendengar Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam bersabda kepadaku:
“Hai Mu’adz, sesungguhnya aku
menyampaikan hadits kepada engkau. Jika engkau hafal, niscaya bermanfaat bagi
engkau di sisi Allah. Dan jika engkau sia-siakan dan tidak engkau hafal,
niscaya terputuslah hujjahmu (alasanmu) di sisi Allah pada hari kiamat.
Hai Mu’adz, sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Lalu tiap-tiap langit diutus seorang malaikat sebagai penjaga pintunya, dimana ia telah mengagungkannya dengan kebesarannya.
Lalu naiklah para malaikat
penjaga amal manusia mulai pagi hingga sore. Amal itu berjalan diiringi cahaya
seperti cahaya matahari. Sehingga apabila para malaikat penjaga amal itu naik
dengan membawa amal tadi ke langit dunia, maka dipujinya dan diperbanyaknya
amal itu.
Lalu malaikat penjaga pintu
langit itu berkata kepada malaikat penjaga amal itu: ‘Pukulkan amal ini kepada
wajah pemiliknya. Akulah malaikat pengurus umpatan. Aku ditugaskan oleh
Tuhanku, bahwa tidak boleh membiarkan amal orang berupa umpatan melewati aku
kepada malaikat yang lainnya.’
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam meneruskan haditsnya:
“Para malaikat penjaga amal itu naik lagi dengan membawa amal seorang hamba, dimana amal itu gilang-gemilang dengan nuur (cahaya) dari sedekah, shalat, dan puasa, dimana ini membuat takjub malaikat penjaga amal. Dengan amal tadi, mereka melewati langit ketiga. Kemudian malaikat di langit ketiga berkata pada malaikat penjaga amal, ‘Berhenti! Pukulkan amal itu kepada wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat yang mengurus takabbur. Aku ditugaskan oleh Tuhanku supaya tidak membiarkan amal ini melewatiku. Pemilik amal ini suka bersikap takabbur (sombong) kepada manusia di majelis-majelis mereka.”
“Kemudian datang malaikat
penjaga amal, dengan membawa amal shaleh dari seorang hamba Allah. Maka amal
tersebut dibawa sekaligus dipuji, sehingga sampailah malaikat penjaga amal itu
ke langit kedua. Lalu malaikat penjaga langit berkata kepada penjaga amal:
‘Berhenti! Pukulkan amal ini kepada wajah pemiliknya. Sesungguhnya dengan
amalnya pemilik amal ini berkeinginan (bermaksud) hanya untuk mendapatkan
kehidupan dunia. Aku ditugaskan oleh Tuhanku bahwa tidak boleh membiarkan amal
orang yang menyombongkan diri melewati malaikat selainku. Pemilik amal ini
menyombongkan diri dengan amalnya kepada manusia dan di tempat mereka berada.”
“Para malaikat penjaga amal itu naik lagi dengan membawa amal seorang hamba, dimana amal itu gilang-gemilang dengan nuur (cahaya) dari sedekah, shalat, dan puasa, dimana ini membuat takjub malaikat penjaga amal. Dengan amal tadi, mereka melewati langit ketiga. Kemudian malaikat di langit ketiga berkata pada malaikat penjaga amal, ‘Berhenti! Pukulkan amal itu kepada wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat yang mengurus takabbur. Aku ditugaskan oleh Tuhanku supaya tidak membiarkan amal ini melewatiku. Pemilik amal ini suka bersikap takabbur (sombong) kepada manusia di majelis-majelis mereka.”
Lalu Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam meneruskan haditsnya:
“Para malaikat penjaga amal
naik lagi dengan membawa amal seorang hamba, dimana amal tersebut bercahaya,
sebagaimana berkilaunya bintang-bintang. Amal tersebut mengandung suara tasbih,
shalat, haji, dan umrah. Dengan amal itu mereka menuju ke langit yang keempat.
Lalu malaikat yang bertugas
di langit tersebut berkata kepada mereka, “Berhenti! Dan tamparkan amal ini ke
wajah, punggung, dan perut pemiliknya! Aku adalah malaikat yang bertugas
mengurus ‘ujub. Allah menugaskan supaya aku tidak membiarkan amalnya melewati (malaikat)
yang lain. Sesungguhnya ketika manusia ini berbuat atau melakukan suatu amal,
niscaya dimaksudkan untuk ujub (berbangga diri) di dalamnya.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam meneruskan haditsnya:
“Para malaikat penjaga amal
itu naik lagi dengan membawa amal seorang hamba. Dan mereka pun melewati langit
kelima dimana amal itu seakan-akan pengantin wanita yang diantar untuk
diserahkan kepada suaminya. Lalu malaikat yang ditugaskan di langit itu
berkata, ‘Berhenti! Tamparkan amal ini kepada wajah pemiliknya. Dan pikulkan
amal ini di pundaknya. Aku malaikat yang bertugas mengurus dengki. Sesungguhnya
pemilik amal ini dengki kepada manusia. Dan setiap orang yang mengambil
keutamaan dari ibadah, dia dengki kepada mereka. Dia juga mencaci-maki mereka.
Aku disuruh oleh Allah untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku dan mengalih
kepada (malaikat) yang lain.”
“Para malaikat penjaga amal
itu naik lagi dengan membawa amal seorang hamba yang terdiri dari shalat,
zakat, puasa, haji, umrah, kebaikan akhlaq, diam, dan berdzikir kepada Allah.
Semua malaikat dari ketujuh langit ikut mengantarkan, hingga menembus hijab
(dinding) demi hijab dan sampai di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Lalu
mereka (para malaikat) berdiri di hadapan-Nya dan menjadi saksi bahwa amal
shaleh yang dilakukan karena ikhlas kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka
Allah berfirman, ‘Kalian adalah malaikat penjaga amal terhadap hamba-Ku. Sedang
Aku adalah Ar-Raqiib (pengintip) terhadap
apa yang ada di dalam hatinya. Sesungguhnya hamba-Ku tidak menghendaki Aku
dengan amal ini, yakni dia menghendaki yang lain. Maka kepadanya adalah
kutukan-Ku.’ Lalu para malaikat itumenjawab, ‘Kepadanya kutukan-Mu, dan juga
kutukan kami.’ Lalu ketujuh langit dan malaikat yang berada di sana juga
melaknat hamba yang mengerjakan amal tersebut.”
Khalid bin Ma’dan berkata,
“Setelah itu aku tidak melihat orang yang lebih banyak membaca Al-Qur’an
daripada Mu’adz, karena dia takut dari apa yang disebutkan pada hadits tadi.”
Referensi: Saifulloh dan Abu Shofia (2003). Menyingkap Tabir Alam Malaikat. Surabaya: Karya Agung
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam meneruskan sabdanya:
“Malaikat penjaga amal itu
naik lagi dengan membawa amal seorang hamba, dimana amal itu bersinar seperti
sinar bulan. Bersinarnya amal itu berasal dari pancaran amal shalat, zakat,
haji, umrah, jihad, dan puasa. Lalu dengan membawa amal itu mereka melewati
langit keenam. Malaikat yang ditugaskan di langit itu mengatakan: ‘Berhenti!
Tamparkan amal ini ke wajah pemiliknya, sebab ia melakukan seluruh amal itu
tanpa pernah mengasihi manusia dari hamba-hamba Allah yang tertimpa musibah
atau penyakit. Bahkan ia membuat mereka lebih parah. Akulah malaikat rahmat
yang ditugaskan oleh Allah untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku kepada
malaikat berikutnya.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam meneruskan sabdanya:
“Para malaikat penjaga amal
itu naik lagi dengan membawa amal seorang hamba ke langit tingkat ketujuh.
Sedangkan amal yang dibawanya adalah amal pusa, shalat, nafkah (belanja
keluarga), zakat, kesungguhan beramal, dan wara’. Amalnya itu mempunyai suara
layaknya bunyi petir serta memiliki cahaya seperti matahari. Dengan dikawal
tiga ribu malaikat, sampailah mereka di langit tingkat tujuh. Maka malaikat
yang ditugaskan di langit berkata kepada malaikat penjaga amal itu: ‘Berhenti!
Tamparkan amal ini ke wajah pemiliknya, dan pukulkan amal yang ada ke seluruh
anggota tubuhnya. Tutupkan hatinya dengan amal tersebut. Sesungguhnya aku akan
meletakkan dinding (hijab) dari Tuhanku pada setiap amal yang tidak dimaksudkan
untuk wajah Allah. Dengan amal yang ada, pemilik amal ini memiliki tujuan di
luar Allah. Bahkan dengan amalnya ini ia berkeinginan mencapai ketinggian
posisi ulama faqih, agar namanya agung di berbagai kota. Allah menugaskan
kepadaku agar tidak membiarkan amalnya lolos dan melewati aku untuk disampaikan
kepada (malaikat) yang lain. Dan setiap amal yang dilakukan secara tidak ikhlas
kepada Allah adalah perbuatan riya. Sedangkan Allah tidak akan menerima amal
orang riya.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam meneruskan sabdanya:
Mendengar semua itu
menangislah Mu’adz tersedu-sedu. Lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau
Rasul Allah, sedang aku hanyalah Mu’adz. Bagaimana aku bisa selamat dari itu
semua?’ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Ikutilah aku, walau
amal yang kamu bawa kurang. Wahai Mu’adz, peliharalah lidahmu dari mencaci
saudara-saudaramu yang menghafal Al-Qur’an. Bawalah dosa atas dirimu sendiri
dan jangan bawa kepada mereka. Janganlah membersihkan dirimu dengan jalan
mencela mereka. Jangan pula engkau mengangkat dirimu (membanggakan diri) atas
mereka. Janganlah engkau memasukkan amal dunia dalam amal akhirat. Engkau
jangan hanya beramal, jangan pula takabur (sombong) dalam majelis yang ada.
Janganlah berbicara dengan orang sedangkan di sisimu ada orang lain (maksudnya
jangan melupakan / tidak mempedulikan orang yang satunya). Janganlah
membesarkan diri di atas manusia, maka kebaikan dunia akan terputus darimu. Dan
janganlah engkau koyakkan daging manusia, maka akan mengoyak-ngoyak anjing
akhirat kepadamu di dalam neraka.’
Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman, ‘Dan yang menarik dengan
perlahan.’ (Qs. An-Nazi’at: 2)
Tahukah engkau siapakah yang
menarik itu, hai Mu’adz?
Aku menjawab, ‘Siapakah dia,
demi ayahku, engkau, dan ibuku wahai Rasulullah?’
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda, ‘Dia adalah anjing dalam neraka, yang menarik daging dan
tulang.’
Aku lalu bertanya, ‘Demi
ayahku, engkau, dan ibuku, wahai Rasulullah, siapa yang sanggup menahan perkara
ini? Dan siapa pula yang bisa terlepas daripadanya?’
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda, ‘Wahai Mu’adz, sesungguhnya mudah bagi orang yang dimudahkan
oleh Allah dari hal itu. Cukuplah yang demikian itu dengan engkau senantiasa mencintai
umat manusia, dengan yang menurut engkau baik. Jauhilah mereka dengan apa yang
menurut engkau buruk. Maka ketika itu (kamu lakukan), selamatlah engkau wahai
Mu’adz.’
Referensi: Saifulloh dan Abu Shofia (2003). Menyingkap Tabir Alam Malaikat. Surabaya: Karya Agung
Facebook Page: www.facebook.com/riska.pratama.ardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar