Senin, 29 Juni 2015

Kenapa Umat Muslim Terpecah-Belah Menjadi Banyak Golongan?



Pertanyaan:

Semua Muslim membaca Al-Qur'an yang sama. Lalu mengapa ada begitu banyak kelompok dan jama’ah yang berbeda-beda di kalangan umat Islam?

Jawaban:

1. Muslim Harus Bersatu

Merupakan fakta bahwa Muslim zaman sekarang saling terpecah-belah. Yang menyedihkan adalah bahwa perpecahan tersebut tidak diajarkan oleh Islam sama sekali. Islam mengajarkan untuk menjaga persatuan di antara umat Muslim.

Al-Qur’an berfirman:

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (Qs. Ali Imran[3]:103)

Apakah yang dimaksud tali Allah dalam ayat ini? Maksudnya adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah tali Allah yang harus dipegang teguh semua Muslim. Ada dua penegasan dalam ayat ini. Selain mengatakan “berpeganglah kamu semuanya” ayatnya kemudian menegaskan, “dan janganlah kamu bercerai-berai.”

Al-Qur'an lebih lanjut berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul-(Nya).” (Qs. An-Nisaa’[4]:103)

Dengan begitu, semua Muslim harus mengikuti Al-Qur'an dan hadis sahih dan tidak boleh berpecah-belah.

2. Dilarang untuk Membuat Golongan dan Jama’ah Sendiri-sendiri dalam Islam

Al-Qur’an berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”  (Qs. Al-An’aam[6]:159)

Dalam ayat ini Allah s.w.t berfirman bahwa kita harus menjauhkan diri kita dari orang-orang yang berpecah-belah dan membuat golongan sendiri.

Tapi ketika seseorang yang bertanya kepada seorang Muslim, "siapakah kamu?", jawaban yang umum adalah “saya seorang Sunni”, atau  “saya Syi’ah.” Sebagian lagi menyebut diri mereka Hanafi, Syafi'i, Maliki atau Hanbali. Ada juga yang berkata “Saya Sufi”, sementara yang lain mengatakan “Saya jama’ah Tabligh.”

3. Nabi Kita Semua adalah Seorang Muslim

Seseorang bisa bertanya pada Muslim yang demikian, "Siapa Nabi kita tercinta? Apakah dia seorang pengikut Hanafi, atau Syafi'i, atau Hanbali, atau Maliki?" Tidak! Dia adalah seorang Muslim, seperti semua nabi Allah lainnya.

Hal ini disebutkan dalam Qs. Ali Imran[3] ayat 52 bahwa Nabi Isa atau Yesus a.s adalah seorang Muslim.

Selanjutnya, dalam Qs. Ali Imran[3] ayat 67, Al-Qur'an berfirman bahwa Ibrahim a.s bukanlah pengikut Yahudi atau Kristen, melainkan seorang Muslim.

4. Al-Qur'an Berfirman: “sebut dirimu Muslim”

a. Jika ada yang bertanya pada Muslim: “Siapakah anda?”, dia harus mengatakan "Saya seorang MUSLIM”, bukan Hanafi atau Syafi'i. Surat Fussilat[41] ayat 33 berfirman:

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri (Muslim)?(Qs. Fussilat[41]:33)

Al-Qur'an berfirman "Katakanlah: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri (Muslim).” Dengan demikian, katakanlah, "Saya seorang Muslim."

b. Nabi s.a.w mengirim surat kepada raja-raja dan para penguasa non-Muslim untuk mengundang mereka masuk Islam. Dalam surat-surat tersebut, beliau menyebutkan ayat Al-Qur'an dari Surat Ali Imran[3] ayat 64:

"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (Qs. Ali Imran[3]:64)

5. Menghormati Semua Ulama Besar Islam

Kita harus menghormati semua ulama besar Islam, termasuk keempat Imam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, Imam Hanbali, dan Imam Malik (semoga Allah merahmati mereka semua). Mereka adalah ulama-ulama besar dan semoga Allah memberi mereka pahala atas dakwah dan kerja keras mereka. Seseorang bisa saja setuju dengan pandangan dan pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, dll. Tapi ketika ada yang bertanya, “siapakah kamu?", dia hanya boleh menjawab: “Saya seorang Muslim.”

6. Berkenaan dengan Hadist “tujuh puluh tiga golongan”

Sebagian orang mungkin berpendapat dengan mengutip hadist Rasulullah s.a.w dari Sunan Abu Dawud Hadist Nomor 4579. Dalam hadits ini Nabi s.a.w diriwayatkan bersabda, "Umatku akan terpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan."

Hadits ini meriwayatkan bahwa nabi menubuatkan munculnya tujuh puluh tiga golongan. Beliau tidak bersabda bahwa umat Islam harus mengelompok-ngelompokkan diri. Al-Qur’an memerintahkan kita agar tidak membuat golongan sendiri-sendiri. Mereka yang mengikuti ajaran Al Qur'an dan Hadis Sahih, dan tidak membuat golongan sendiri-sendiri adalah orang-orang yang berada di jalan yang benar.

Menurut Hadist Tirmidzi Nomor 171, Nabi s.a.w diriwayatkan telah bersabda, "Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, dan mereka semua akan berada di neraka kecuali satu golongan." Para sahabat bertanya “Ya Rasulullah, golongan  manakah yang akan selamat tersebut?” Kemudian beliau pun menjawab, "Ia adalah golonganku dan sahabat-sahabatku."

Al-Qur’an berfirman dalam beberapa ayat, "Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya". Seorang Muslim sejati hanya boleh mengikuti Al-qur’an dan Hadis Sahih. Dia boleh setuju dengan pandangan ulama manapun selama hal tersebut sesuai dengan ajaran Al Qur'an dan Hadis Sahih. Jika pandangan mereka bertentangan dengan Firman Allah, atau Sunnah Rasul-Nya, maka pandangan tersebut tidak dapat diterima, terlepas dari betapa berpengetahuannya ulama tersebut.

Kalau saja semua umat Islam membaca Al-Qur'an dengan pemahaman yang benar dan mematuhi Hadist Sahih, Insya Allah sebagian besar perbedaan-perbedaan ini akan diselesaikan dan kita bisa menjadi umat Islam yang bersatu.

Sumber: irf.net 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar